Kita semua hidup di alam 3 dimensi; dimensi ruang, gerak dan waktu ... yang membuat kita nyata dan eksis di alam ciptaan Tuhan ini. Sebagaimana dimensi alam, manusia juga punya dimensi berpikir, berujar dan bertindak. Bila satu dimensi berkurang, kita seperti televisi yang hanya punya tampilan gerak dan suara tetapi tidak nyata ..... Mari berusaha mengharmonisasi ketiga dimensi ini supaya kita nyata dan berguna, seperti kehendak-Nya menciptakan kita.

Blogspot Kumpulan Artikel dan Pengajaran Kristen dalam Lingkungan GPIB

Saturday, March 22, 2008

Yehezkiel 37:15-19


Perikop: Kerajaan Israel & Yehuda dipersatukan kembali

37:15 Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku:
37:16 "Hai engkau anak manusia, ambillah sepotong papan dan tulis di atasnya: Untuk Yehuda dan orang-orang Israel yang bersekutu dengan dia. Kemudian ambillah papan yang lain dan tulis di atasnya: Untuk Yusuf -- papan Efraim -- dan seluruh kaum Israel yang bersekutu dengan dia.
37:17 Gabungkanlah keduanya menjadi satu papan, sehingga keduanya menjadi satu dalam tanganmu.
37:18 Maka kalau teman-teman sebangsamu bertanya kepadamu: Tidakkah engkau bersedia memberitahukan kepada kami, apa artinya ini --
37:19 katakanlah kepada mereka: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Aku mengambil papan Yusuf -- yang dalam tangan Efraim -- beserta suku-suku Israel yang bersekutu dengan dia dan menggabungkannya dengan papan Yehuda dan Aku akan menjadikan mereka satu papan, sehingga mereka menjadi satu dalam tangan-Ku

Pengantar KITAB YEHEZKIEL

Kitab Yehezkiel merupakan salah satu kitab yang luar biasa dan unik dalam Perjanjian Lama. Selain tata bahasa yang digunakannya sangat baik, dimana para ahli menyebutnya "indah", "tinggi", "ringkas & tepat" , kitab ini juga banyak menggunakan gambaran dan bahasa yang bersifat eskatologis (bersifat nubuat untuk hal-hal yang akan datang). Kitab ini cukup banyak dikutip, baik langsung maupun tidak langsung, dalam Perjanjian Baru (65 kali), yang terbanyak adalah dalam Kitab Wahyu (48 kali).
Arti nama "Yehezkiel" adalah "Allah itu Kuat" atau " Allah menguatkan" atau "dikuatkan oleh Allah". Arti tersebut sangat cocok dengan kehidupan nabi Yehezkiel sendiri, yang selalu merasakan bagaimana Allah senantiasa menguatkan dia di tengah pelayanannya yang berat dan penuh tantangan.

Pengarang kitab Yehezkiel adalah nabi Yehezkiel sendiri. Yehezkiel lahir dalam keluarga imam, dari suku Lewi, ayahnya bernama Busi (1:3, bd 1 Taw 24:16). Ia dibawa ke Babel pada pembuangan ke 2 (+ 597 SM) bersama raja Yoyakhin (2 Raj 24:8-17, Yer 22:24-30, 2 Taw 36). Latar belakangnya yang seorang imam sangat menunjang pelayanannya kemudian, dimana Yehezkiel bisa lebih meyakini kebenaran berita yang harus ia sampaikan karena sejak kecil ia sudah terbiasa melihat kehidupan di Bait Allah dan sikap-sikap orang, termasuk para pemimpin di Bait Allah.
Yehezkiel baru memulai pelayanannya sebagai nabi pada umur 30 tahun, yang merupakan tahun kelima di pembuangan (1:2, + 593 SM). Catatan waktu yang terakhir dicatat adalah 22 tahun kemudian (29:17, + 571 SM), dimana Yehezkiel masih melayani Tuhan. Kitab Yehezkiel sendiri kemungkinan ditulis pada masa tuanya, dimana isinya seperti catatan harian Yehezkiel sendiri, yang disusun secara kronologis.

GARIS BESAR KITAB YEHEZKIEL :
I. PASAL 1 - 24 : DOSA ISRAEL & PENGHUKUMAN ALLAH
II. PASAL 25 - 32 : NUBUAT PENGHUKUMAN TERHADAP BANGSA -BANGSA KAFIR
III. PASAL 33 - 48 : PEMBAHARUAN BAIT ALLAH & BANGSA ISRAEL

Menjadi Satu karena Karya Allah

Kehadiran dosa di tengah-tengah bangsa Israel telah merusak hubungan mereka dengan Tuhan dan menceraikan kerajaan mereka menjadi kerajaan Israel Utara (Efraim=Samaria) & Selatan (Yehuda=Yerusalem)

2 janji pemulihan yaitu: 
1). Janji bahwa Tuhan akan memulihkan hubungan atara diriNya & Israel yg diikat oleh perjanjian kekal Allah yg akan terus berlangsung selama-lamanya (21, 23-28) dan; 
2) Janji bahwa Israel akan kembali menjadi satu bangsa yg akan digembalakan oleh satu Raja, sbg satu umat di tangan Tuhan (17, 19, 22, 24). Di dalam kedua janji ini terkandung suatu penegasan, bahwa kekuatan kuasa dosa yang menceraikan akan dikalahkan oleh kuasa Tuhan yang mempersatukan.

Penggenapan janji pemulihan dalam nubuat nabi Yehezkiel ini belum seutuhnya dialami Israel. Hingga pada tahun-tahun penulisan PB, orang2 Yahudi tetap tdk bergaul dengan org Samaria yg merupakan keturunan campuran dari Utara. Para penulis PB menegaskan dan mengaitkan penggenapan janji ini dengan misi kedatangan Kristus ke dalam dunia, yang mempersatukan umat manusia di dalam dirinya (Ef2:14-18). Kita yg cerai berai telah dihimpun menjadi satu sebagai kawanan domba dengan satu gembala (Yoh10:16 Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.)

Sekarang kita akan melihat bahwa ketika kita mau berproses, bertumbuh dan menjadi seorang Kristen yang baik, kita harus bersatu, menggalang kesatuan di dalam Roh. Di sini suasana paradoks muncul (bahkan mungkin lebih mendekati kontradiksi daripada sekedar paradoks). Kita ingin untuk bersatu, tetapi betulkah kita ingin bersatu? Jika kita mau jujur, siap hatikah kita untuk bersatu? Mungkin jawabannya adalah tidak. Apa sebab? Karena ada ambivalensi yang terjadi di tengah-tengah kehidupan manusia. Jika hal ini terjadi di luar Kekristenan itu adalah wajar, tetapi sayangnya inipun sudah meracuni Kekristenan juga. Persatuan versi dunia hanyalah suatu slogan, sekedar ucapan bibir yang tidak ada isinya. Maka sangatlah naif jika hanya mau mengerti persatuan ini secara dangkal dan dipermukaannya saja.

Ketika kita mau masuk ke dalam persatuan ini, kita harus menyadari kendala-kendala yang ada. Bagaimana Kekristenan bisa menjadi contoh di tengah-tengah dunia berkenaan dengan persatuan yang sejati ini? Apakah Kekristenan menggarap persekutuan dengan baik? Ini sungguh-sungguh perlu dijawab! Keesaan seringkali hanya merupakan format federasi (yang mendasarkan diri pada azas manfaat dalam berelasi) yang sama sekali tidak menggarap persatuan yang sebenarnya. Maka, sekarang kita harus melihat dua aspek yang sangat penting yakni: 1) kesatuan itu sendiri, dan 2) Bagaimana kendala bagi kesatuan ini.

1. Kesatuan
Dalam Efesus 4, Paulus menempatkan kesatuan di tempat pertama. Tuntutan ini sedemikian serius oleh karena kesatuan di dalam Kekristenan merupakan dasar dimana Kekristenan bisa hidup. Pada hakekatnya, Kekristenan disebut sebagai "One Body - Satu Tubuh". Konsep kesatuan ini sulit diterima oleh manusia yang telah ‘dicekoki’ oleh konsep dunia.
Alkitab jelas menyatakan bahwa semua orang Kristen adalah satu tubuh dimana Kristus adalah Kepalanya. Satu tubuh mempunyai keterkaitan, dan tidak bisa dilepas-lepaskan. Satu tubuh berbeda dengan satu struktur organisasi. Inilah kesatuan yang unik.

Kekristenan di semua tempat selalu menjadi ancaman atau menjadi "musuh" (seharusnya dalam aspek positif) bagi banyak pikiran dunia. Disaat Kekristenan mau menyatakan terang dan dunia berjalan dalam gelap, saat itulah terjadi konflik. Kesulitan inilah yang selalu muncul dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Bahkan 2 Timotius 3:12 menyatakan, "Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya." Ini akibat dari cara kerja dunia dan Kekristenan yang saling bertabrakan.

Sehingga, ketika kita mau menyatakan kebenaran, di situ kita akan berkonfrontasi dengan dunia. Jika jemaat terpecah-pecah, Gereja akan sulit bertahan di tengah-tengah dunia ini. Ini mengungkapkan secara serius tentang pentingnya kesatuan. Inilah hal penting yg pertama yang harus kita pikirkan.

Kedua, kita yang hidup di tengah-tengah dunia di panggil oleh Tuhan untuk menjadi garam dan terang dunia, menjadi saksi. Kita memang bisa menjalankan fungsi ini secara pribadi. Tetapi fungsi kesaksian itu menjadi lebih terang dan lebih nyata pada saat kita bersatu. Dengan kata lain, satu terang yang kecil, jika disatukan dengan terang-terang kecil lainnya akan menjadi terang yang besar. Demikian pula dengan garam.

Kita ada bukanlah untuk diri kita sendiri. Kita ada untuk orang lain, menjadi berkat bagi dunia ini dan menjadi saksi di tengah-tengah dunia ini untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Karena itu, kesatuan bukan sekedar boleh atau tidak boleh dijalankan. Kesatuan adalah sesuatu yang perlu dan mutlak untuk dijalankan.

Ketiga, dalam satu tubuh yang berfungsi, kesatuan merupakan hakekat yang paling mendasar. Berbeda dengan organisasi. Dalam organisasi, jika salah satu bagian macet, bagian itu akan dipotong dan dibuang, dan urusanpun selesai, bagian lain tidak mau tahu dan tidak terkena dampak apa-apa. Ini pulalah yang terjadi di dalam gereja, satu bagian tidak mau tahu dengan bagian-bagian yang lain, dan inilah yang banyak terjadi dalam organisasi di dalam gereja.

Kekristenan mempunyai kesatuan yang unik yang tidak mungkin dijalankan di dalam dunia. Kita mempunyai Kesatuan Organisme yakni satu kesatuan oleh karena kita satu tubuh, yang tidak berelasi secara mati dalam garis otoritas melainkan suatu relasi yang hidup. Jika salah satu bagian tidak beres, seluruh bagian tubuh yang lain akan merasakan secara bersama-sama. Jadi, satu bagian saling terkait dan saling menunjang dengan bagian yang lain. Maka, gereja yang sakit, persekutuan yang sakit dan anak-anak Tuhan yang sakit adalah akibat gagal mengerti konsep kesatuan ini.

Kesatuan tubuh semacam ini tidak mungkin digalang di luar Kekristenan. Apa sebab? Karena ada satu dasar yang mengikat kesatuan yakni sifat kasih yang dari Tuhan. Kasihlah yang memungkinkan keterkaitan ini.

2. Kendala bagi pentingnya kesatuan.
Menggalang kesatuan tidaklah sederhana oleh karena:
1) Manusia diterpa oleh filsafat pragmatisme. Mereka tidak mau direpotkan dengan pemikiran yang ruwet, melainkan hanya mau memikirkan yang praktis-praktis saja. Jika sifat pragmatis ini mempengaruhi pola pelayanan seseorang di dalam gereja, maka betapa celakanya hal itu bagi Kekristenan.

2) Ancaman pragmatis akan disertai dengan jiwa individualistik. Globalisme tidak menjadikan dunia semakin bersatu tetapi justru membuat manusia semakin memikirkan dirinya sendiri dan tidak mau tahu orang lain. Kehidupan di desa seringkali kontras dengan keadaan ini oleh karena kehidupan mereka kebanyakan bisa berelasi dengan begitu dekat dan saling bantu dalam berbagai permasalahan yang ada. Sementara kehidupan di kota kondisinya terbalik.
Jika jiwa individualistik ini meracuni kita, bagaimana kita bisa mengerti dan mempunyai kepekaan untuk memperhatikan orang lain? Bagaimana kelemahlembutan, kerendahan hati dan kesabaran kita bisa muncul? Semangat individualistik ini menyebabkan kita tidak mau tahu urusan orang lain. Kita hanya mau tahu jika itu berkenaan atau berkaitan dengan keuntungan diri sendiri.

3) Semangat perseteruan. Setan selalu berusaha agar jiwa pertikaian ini ada di dalam diri setiap manusia. Sementara dunia yang semakin beragam tanpa adanya kontrol yang mempersatukan, mengakibatkan banyak orang ingin secara individualis menjadi raja kecil, maka semangat pertikaian akan berkobar.
Di dalam diri orang yang berdosa selalu terdapat jiwa yang ingin menghancurkan dan tidak suka melihat orang lain menjadi yang terbaik. Orang lain pun akan dianggap sebagai musuh. Maka, tidaklah heran jika kesatuan itu tidak bisa terwujud. Sangatlah menyedihkan jika inipun berada di kalangan orang-orang Kristen. Karena orang Kristen tidak kebal terhadap serangan ini. Oleh karena itu, kita harus menggarap kesatuan kasih, yang berdasarkan kasih Tuhan.

4) Benturan antar karakter pribadi. Seseorang sulit bersatu dengan orang lain karena karakter orang tersebut bertentangan dengan karakternya sendiri. Mereka tidak mau saling mengalah dan tidak mau berubah. Akibatnya benturan pun terjadi.
Pertikaian yang terjadi oleh karena sesuatu yang sangat prinsip masih bisa diterima tetapi jika hanya karena sesuatu yang sangat sepele seperti tidak menyukai karakter atau kebiasaan seseorang mengakibatkan pertikaian itu terjadi, maka ini sangat disayangkan. Seringkali ini muncul karena kita sendiri menganggap diri kita "memang sudah begitu", dan tidak mau berubah. Padahal kita seharusnya senantiasa hidup berproses dan mengalami perubahan demi perubahan. Inilah poin terakhir dari kendala bagi pentingnya kesatuan.

Akhirnya, kita bersatu bukanlah sekedar bersatu.
1. Kita bersatu oleh karena ada tuntutan dari Tuhan. Ingat doa Yesus Yoh17:20-23
2. Kesatuan di dalam Roh, kesatuan tubuh, dimana Kristus menjadi kepalanya.
3. Dunia yang sebagian besar abnormal menganggap diri normal, sedangkan yang normal justru dianggap abnormal. Untuk itu kita seharusnya mengerti mana yang pada hakekatnya normal dan abnormal.
4. Normalitas Kekristenan adalah jika kita bertumbuh terus. Jika kita berhenti bertumbuh dan bahkan berproses mundur, maka kita sudah menjadi abnormal. Maukah kita menjadi orang Kristen yang normal, yang mau berproses untuk bertumbuh dalam kasih dan dibentuk di tangan Tuhan?

Himbauan & Ajakan: 2 Timotius 3:16 Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. 3:17 Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.

Amin

ITT - 22 Maret 2008

Sunday, March 9, 2008

Catatan seorang Jemaat yang (dulu) sulit duduk manis di Gereja


Saya bukan paranormal. Tetapi saya berani menaksir sedikitnya 4 dari 10 orang yang menghadiri ibadah Minggu di Gereja pernah berpikir begini, “saya ke Gereja setiap Minggu, tapi saya lebih sering merasa tidak dapat apa-apa. Selama ibadah saya sulit konsen. Pikiran melayang kemana-mana. Jika begini terus, apa masih ada gunanya saya ke Gereja?”

Yang sulit ditaksir adalah kebanyakan mereka itu jemaat baru atau lama, laki atau perempuan, remaja atau lanjut usia, aktivis atau bukan, miskin atau kaya, berpendidikan tinggi atau hanya lulusan SD, karena siapa saja bisa kena godaan itu. Bahkan pengasuh PA/PT bisa punya pengalaman yang sama hanya pengungkapannya yang berbeda. “Memangnya saya harus menghadiri ibadah umum? Bukankah dengan memimpin Sekolah Minggu otomatis saya sudah berbakti kepada Tuhan?”

Jika pertanyaan “mengapa begitu ...?” diajukan kepada mereka, maka cerita yang kita peroleh adalah khotbah yang tidak menarik, musik dan lagu yang ketinggalan jaman, liturgi yang membosankan, ruang Gereja yang panas, pendeta yang pilih kasih, majelis jemaat yang begini-begitu, paduan suara yang “old style” dan semacamnya; yang ada di luar diri mereka. Lalu mereka menceritakan hal-hal yang menarik di Gereja lain. Harus disyukuri bila ternyata mereka pindah ke Gereja yang pas dengan kebutuhannya itu. Tetapi ada di antara mereka yang tidak ke mana-mana pada hari Minggu. Mereka menunggu dikunjungi pendeta atau penatuanya. Mereka menunggu cerita domba yang hilang menjadi realita sampai berbulan-bulan. Ketika saya mengeluhkan kurangnya perhatian ini kepada seorang teman, dia tertawa. “Jaman sekarang orang berpikir ekonomis dan kritis, tidak seperti orang jaman dulu,” katanya. “Sekarang kalau ada domba yang hilang, sebelum tim SAR diberangkatkan, spesifikasi domba itu dipelajari dulu. Berapa kilo bobotnya, bagaimana kesehatannya, seberapa tinggi kepatuhannya. Kalau dia gemuk, sehat dan penurut, tim penyelamat segera berangkat. Tapi ceritanya bisa berbeda kalau domba yang hilang itu kamu. Sudah kerempeng, berpenyakitan, cerewet lagi.”

Bagaimana kita memandang Gereja, sangat menentukan sikap kita ketika berada di dalamnya. Dulu saya pernah berpikir bahwa Gereja adalah tempat hiburan. Maksudnya, saya akan dihibur selama satu atau sekian jam di dalam Gereja. Karenanya, saya mudah merasa gerah bila paduan suara tidak menyanyi dengan baik, pendeta membawa khotbah yang topiknya tidak saya sukai, atau pemain musik bermain dengan langgam klasik. Sikap saya berubah ketika kemudian saya bisa menerima pendapat bahwa ke Gereja berarti datang bersama-sama orang Kristen lainnya untuk beribadah kepada Tuhan, bukan untuk menyenangkan diri sendiri. Menghadiri ibadah ternyata bukan hak, tetapi kewajiban. Seperti kewajiban seorang anak untuk menyatakan hormatnya kepada orang tuanya.

Pelayanan

Kata kebaktian umum atau IHM (Ibadah Hari Minggu) diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan “Sunday Service”. Kata “service” berasal dari kata to serve, melayani. Dari kata to serve, lahir kata servile (bersikap merendahkan diri), servility (sikap sebagai budak) dan servitude (perhambaan).
Kata “service” yang berarti “layanan” atau “ibadah” ini bisa ditemui dalam Alkitab berbahasa Inggris. Misalnya di Filipi 2:17 (KJV) “Yea, and if I be offered upon the sacrifice and service of your faith, I joy, and rejoice with you all” (Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, saya bersukacita dan saya bersukacita dengan kamu sekalian). Kata service atau ibadah dalam Alkitab ini diterjemahkan dari kata leitourgia. Kata ini juga muncul di Lukas 1:23 (= jabatan imam/ministration), 2 Korintus 9:12 (pelayanan/service), Filipi 2:30 (pelayanan/service), Ibrani 8:6 (pelayanan/ministry), Ibrani 9:21 (ibadah/ministry).

Dari beragam arti dalam kata leitourgia, saya menyimpulkan bahwa ketika beribadah dalam kebaktian Minggu, walaupun hanya sebagai jemaat biasa, kita sedang melaksanakan pelayanan. Dari liturgi yang kita pergunakan, jelas bahwa pelayanan ini jauh lebih tinggi nilainya daripada pelayanan-pelayanan lain karena di sini yang kita layani adalah Tuhan Allah, bukan manusia.

Sayangnya, kita lebih meninggikan pelayanan kepada manusia daripada kepada Tuhan. Kita berani datang terlambat dan pulang lebih awal ketika beribadah, tetapi kita tidak berani melakukan hal yang sama dalam rapat di kantor. Kita berani gaduh sendiri dalam kebaktian, padahal dalam seminar-seminar kita bisa duduk dengan manis tanpa kata.

Terapi

Tidak bisa selalu duduk manis dalam ibadah adalah salah satu penyakit saya dulu. Ada saja yang menghalangi saya duduk manis, yang semuanya bersumber pada “tidak punya kerendahan hati.”
Begitu duduk, mata saya melihat berkeliling. Selalu saja saya menemukan hal-hal yang kurang beres. Mulut tidak bicara, tapi hati ngomel. “PHMJ Gereja ini payah. Malas kok dipelihara. Ini kan sudah selesai Tahun Baru, kok hiasan-hiasan Natal belum juga dilepas?” - “Kok bangkunya goyang ya?” - “Sound systemnya kok begitu?” dll dsb.

Waktu pendeta saya berkhotbah, barulah saya duduk manis untuk menyimaknya. Sayangnya bukan sebagai murid yang duduk mendengar gurunya mengajar, tetapi untuk meneliti apakah yang dibicarakan itu tidak menyimpang dari pengajaran Alkitab, doktrin dan dogma Gereja. Ini susahnya kalau kami berdua sama-sama bergelar M.Min. Kepanjangan gelarnya (nanti) adalah “Master of Ministry”, sedangkan punya saya “Mung Minteri” (hanya sok pintar) = (maaf Pak, pakai bahasanya Bapak).

Karena menyadari sikap seperti ini tidak sepatutnya dipelihara apalagi dikembang-biakkan, saya berusaha mencoba beberapa kiat untuk mengobatinya.

Terapinya adalah bersikap cuek, mematikan perasaan. Tetapi kalau yang ada di depan – entah itu pemusik, anggota paduan suara, penatua/diaken – adalah orang yang sedang tidak saya sukai, sulit saya mengosongkan perasaan tanpa memejamkan mata. Untuk meram saya tidak berani karena takut tertidur. Pernah saya melihat seorang jemaat tertidur nyenyak sekali. Jemaat di dekatnya hanya senyum-senyum kecut saja. Penatua juga tidak berani membangunkannya. Mungkin takut dituduh merusak kedamaian yang sedang dinikmati oleh jemaat yang berlelah ini. Apa tidak memalukan kalau saya mengalami nasib yang sama? Solusinya, saya menundukkan kepala sambil mengulum permen. Lagipula saya selalu duduk di barisan bangku paling belakang. Ketahuan Tuhan pasti, tapi tanpa resiko, karena Ia tidak akan pernah menceritakan kemunafikanku ini kepada orang lain. Iya kan?

Solusi?

Walaupun saya belum punya solusi terbaik, tetapi sekarang saya jarang gagal duduk manis dalam ibadah Minggu, karena, ..............

Berusaha mengingatkan diri bahwa sewaktu beribadah saya sedang bertamu di rumah Tuhan. Tidak sopan ketika duduk di ruang tamu seorang pejabat, mata kita sibuk meneliti tamu-tamu lainnya tanpa pernah menatap pemilik rumah. Juga kurangajar bila kita menolak minuman dan makanan kecil yang disodorkan tuan rumah hanya karena itu air mineral dan krupuk saja. Terlebih lagi bila saya terus menatap fotonya yang tertempel sedikit miring di dinding sambil cengar-cengir, senyum-senyum sinis, sambil sesekali menengok ke arah pelayannya.

Saya pernah beribadah di beberapa Gereja pedesaan. Jemaatnya berpakaian rapi. Yang pria bila tidak berbaju batik, pasti mengenakan jas. Biar pun jasnya kelas ekonomi, tetapi itu menunjukkan rasa hormat mereka telah dipersiapkan sejak dari rumah. Yang perempuan mengenakan busana terbaik mereka walaupun sehari-hari mereka berpakaian seadanya. Kebanyakan dari mereka rambutnya agak basah seperti baru saja keramas. Mereka semua bersepatu, walau pun waktu berangkat dan pulang mereka menggantinya dengan sandal jepit karena harus berbaris macam kereta api di pematang sawah. Ketika ibadah berlangsung, mata mereka menatap lurus ke depan. Mereka tidak berbisik-bisik. Mereka orang alim? Tidak juga. Karena setelah selesai ibadah mereka berbicara dengan gaduh dan saling tumpang tindih seperti kita-kita yang hidup di kota. Tetapi mereka tahu bagaimana harus bersikap sewaktu beribadah.

Ketika menyanyi saya memanfaatkan syair lagu itu untuk menuntun pikiranku. saya memikirkan bagaimana Tuhan berkarya dalam hidupku sepanjang minggu lalu sehingga saya merasakan lagu itu bukan sekedar sebuah lagu saja. Tetapi juga madah syukur, pengharapan, doa, dan keyakinan saya akan kasih setia-Nya. Saya tidak lagi meributkan musik iringan atau kepiawaian pemusiknya karena saya selalu meyakinkan diri kalau saya sedang berada di Gereja, bukan dalam gedung pertunjukan pagelaran musik. Lagipula uang yang saya keluarkan waktu beribadah tidak sebanyak yang saya keluarkan untuk sebuah pagelaran musik. Bayarnya sedikit, kok maunya macam-macam.

Ketika mendengar paduan suara menyanyi saya mengingatkan diriku bahwa mereka telah berusaha melakukan yang terbaik. saya tidak lagi melipat kulit dahiku bila mendengar satu dua not dinyanyikan fals atau mereka gagal meraih nada-nada tinggi. Untuk penampilan selama 5 menit ini mereka telah berlatih belasan jam dan membelanjakan sekian belas ribu rupiah dari sakunya masing-masing untuk transportasi latihan di Gereja. Bila saya tergoda untuk memandang rendah persembahan mereka, bersegera saya bertanya, “Sudahkah yang terbaik saya berikan kepada Tuhan?”

Menjelang khotbah saya mengeluarkan secarik kertas dan ballpoint. Bukan untuk menyibukkan diri dengan menulis apa-apa yang akan saya beli di mall seusai ibadah atau membuat gambar-gambar lucu agar pikiran tidak mengembara atau mengantuk, tetapi membuat ringkasan khotbah dan mencatat hal-hal yang menarik dari yang saya dengar. Catatan-catatan ini saya tulis ulang dalam komputerku. Tanpa saya sadari dengan melakukan kegiatan ini, saya belajar menulis apa yang saya pikirkan.

Jadi, .......
marilah kita tetap setia dan terus berusaha melakukan ibadah dengan benar, dengan kerendahan diri, dengan sikap seorang hamba yang sedang melayani Tuannya. Bila tidak, kita akan mengalami kesulitan dalam kerja pelayanan kepada manusia. Mungkinkah kita bisa bersungguh-sungguh membawa orang lain kepada Tuhan Allah yang tidak sepenuhnya kita hormati, yang tidak pernah kita layani dengan sebaik-baiknya?

Duduk manis dalam ibadah adalah batu fondasi setiap kegiatan kesaksian dan pelayanan yang dilakukan oleh setiap orang Kristen. Duduk manis sewaktu beribadah bukanlah sesuatu yang gampang tetapi layak diperjuangkan, sampai kita merasakan datang beribadah di Gereja adalah sebuah kerinduan, bukan lagi kewajiban.

“Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat” – Ibrani 10:25.

ITT - Minggu, 9 Maret 2008

Friday, March 7, 2008

2 Raja-Raja 2:19-22


2:19 Berkatalah penduduk kota itu kepada Elisa: "Cobalah lihat! Letaknya kota ini baik, seperti tuanku lihat, tetapi airnya tidak baik dan di negeri ini sering ada keguguran bayi."
2:20 Jawabnya: "Ambillah sebuah pinggan baru bagiku dan taruhlah garam ke dalamnya." Maka mereka membawa pinggan itu kepadanya.
2:21 Kemudian pergilah ia ke mata air mereka dan melemparkan garam itu ke dalamnya serta berkata: "Beginilah firman TUHAN: Telah Kusehatkan air ini, maka tidak akan terjadi lagi olehnya kematian atau keguguran bayi."
2:22 Demikianlah air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa.

Mujizat penyehatan air (ay 19-22).

1) Ini terjadi di kota Yerikho.
Kata-kata ‘kota itu’ dalam ay 19 menunjuk pada kota Yerikho yang dibicarakan dalam ay 18nya.

Kota ini dihancurkan dan dikutuk pada jaman Yosua (Yos 6:26 = Pada waktu itu bersumpahlah Yosua, katanya: "Terkutuklah di hadapan TUHAN orang yang bangkit untuk membangun kembali kota Yerikho ini; dengan membayarkan nyawa anaknya yang sulung ia akan meletakkan dasar kota itu dan dengan membayarkan nyawa anaknya yang bungsu ia akan memasang pintu gerbangnya!"), tetapi lalu dibangun kembali oleh Hiel pada jaman Ahab, dengan mengorbankan anak sulung dan anak bungsunya (1Raja 16:34 = Pada zamannya itu Hiel, orang Betel, membangun kembali Yerikho. Dengan membayarkan nyawa Abiram, anaknya yang sulung, ia meletakkan dasar kota itu, dan dengan membayarkan nyawa Segub, anaknya yang bungsu, ia memasang pintu gerbangnya, sesuai dengan firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Yosua bin Nun.).

Selanjutnya ay 19 mengatakan: ‘Letaknya kota ini baik’.
Kota ini terletak pada suatu dataran yang luas, yang dilalui sebuah sungai, banyak pohon kormanya (Ul 34:3 = ….. lembah Yerikho, kota pohon korma itu …..).

2) Problem di kota Yerikho itu.
Ay 19: ‘airnya tidak baik dan di negeri ini sering ada keguguran bayi’.
Jadi problem kota Yerikho pada saat itu adalah air yang jelek, yang mengakibatkan tanah yang tandus dan tak berbuah dan bahkan menyebabkan kematian.

3) Cara Elisa menyehatkan air di kota Yerikho (ay 20-22).
a) Elisa melemparkan garam ke mata air, dan airnya lalu menjadi sehat (ay 20-21). Garam seharusnya justru merusak air dan tanah. Ia sengaja menggunakan garam untuk menunjukkan bahwa semua itu merupakan mujizat dari Tuhan. Bandingkan dengan Yesus yang menyembuhkan mata orang buta dengan tanah dan air liur (Yoh 9:6), padahal sebetulnya orang yang tidak butapun akan ‘menjadi buta’ kalau matanya diberi tanah.

b) Dari ay 22 terlihat bahwa yang dihasilkan bukan hanya manfaat yang bersifat sementara tetapi manfaat yang menetap (Demikianlah air itu menjadi sehat sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa).

Konteks Masa Kini

Alkitab menyebut orang percaya, antara lain, sebagai garam dunia (Matius 5:13). Bercakupan dunia – dengan kata lain, orang percaya tidak boleh puas hanya dengan berkutat dalam habitat rohaninya, namun mesti berani melangkah ke luar dan memberi dampak pada dunia sekitarnya.

Garam memiliki sejumlah karakteristik yang menggambarkan bagaimana seharusnya pengaruh umat percaya terhadap kehidupan dunia sekitarnya.
Garam biasanya digunakan sebagai penyedap rasa. = Orang percaya seharusnya menegakkan kesadaran moral, sehingga dalam aspek kehidupan, dapat dirasakan adanya pengaruh dari cara-cara Allah.
Misalnya, bila digunakan untuk menggarami buah anggur, garam membuat buah itu terasa manis. = Orang percaya seharusnya dapat pula memaniskan kepahitan hati orang-orang yang merasa berdukacita, tertindas dan tersingkir.

Garam dapat digunakan untuk mematikan rumput-rumput liar yang tumbuh pada retakan jalan setapak. = Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di lingkungan sekitar kita seharusnya dapat dilenyapkan oleh pengaruh umat Tuhan.
Garam dapat melembutkan es. = Kita seharusnya dapat “mencairkan” kebekuan hati orang-orang yang mengeraskan diri dan menentang kebenaran Allah.
Dan garam dapat mengawetkan makanan atau membuatnya tidak segera membusuk. = Orang-orang Kristen seharusnya juga mempunyai pengaruh yang melindungi lingkungan tepat ia berada dari kemerosotan dan kebejatan moral.

Kesimpulan:

Dari bacaan di atas yang mengisahkan mujizat pertama yang dilakukan nabi Elisa, kita boleh menyimpulkan bahwa:

1. Tuhan senantiasa menyertai nabi yang menyuarakan perintahNya, demikian pula Tuhan menyertai kita sebagai orang percaya yang telah diselamatkan Kristus.
Penyertaan Tuhan menyebabkan Nabi Elisa dapat menyelesaikan persoalan dimana ia berada, demikian pula, dimanapun kita berada, dengan pertolongan Tuhan, kita pasti dapat menyelesaikan berbagai problem kehidupan yang muncul dalam kehidupan kita, khususnya sebagai Imam dalam rumah-tangga kita masing-masing.

2. Cara nabi Elisa menyelesaikan persoalan, adalah dengan cara Allah, bukan dengan cara manusia, dengan demikian, sebagai pengikut Kristus, kita juga harus menyelesaikan masalah kehidupan kita atau di sekitar kita dengan cara Kristus, bukan dengan cara kita, lakukanlah cara Kristus, dan kita akan menuai mujizat!

3. Jadilah Garam Dunia dan mulailah dengan dunia dimana kita berada, yaitu rumah-tangga kita, niscaya dengan mulai melakukan hal-hal kecil dari konteks yang paling kecil maka seperti dikatakan dalam Matius 25:21: Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu – maka kita akan dapat melakukan perkara-perkara besar dan menetap seperti yang nabi Elisa lakukan. – AMIN.

ITT - 7 maret 2008 - Khotbah pada Ibadah BPK-PKB SP4 di Bpk.Nangkah

Thursday, March 6, 2008

Matius 7:7-11


7:7 "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.
7:8 Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.
7:9 Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti,
7:10 atau memberi ular, jika ia meminta ikan?
7:11 Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.

Mat 7:7-11 Perikop: Hal Pengabulan Doa - Adalah bagian dari Khotbah di Bukit (Matius 5 - 7)

1) Ini adalah suatu perintah untuk berdoa. Doa bukan sekedar sesuatu yang diijinkan tetapi merupakan sesuatu yang diperintahkan.

Ada orang-orang yang menganggap doa itu tak ada gunanya karena berdoa atau tidak berdoa toh tidak ada bedanya. Orang yang tidak berdoa juga diberi makan, lulus ujian dan sebagainya. Tentang hal ini ada dua hal yang perlu kita perhatikan:

Dalam hal jasmani, memang ada kemungkinan orang yang tak berdoapun akan menerima sesuatu dari Tuhan. Tetapi kita tetap harus membedakan antara pemberian Tuhan sebagai Pencipta kepada manusia ciptaanNya dan pemberian Tuhan sebagai Bapa kepada anakNya.

Dalam hal rohani, orang yang tidak minta tidak akan menerima. Misalnya: pengampunan dosa hanya diberikan oleh Allah kepada mereka yang memintanya.
Jadi, berdoa ada gunanya dan kita diperintahkan untuk berdoa. Seberapa banyak kita semua berdoa?

2) Kata-kata ‘mintalah’, ‘carilah’, dan ‘ketoklah’ dalam ay 7 berarti bahwa kita harus terus menerus berdoa. Adakah adik-adik dan jemaat sudah berdoa dengan tekun?

3) Tuhan hanya memberi yang baik kepada kita (ay 11).

Ayat yang pararel dengan Mat 7:11 adalah Luk 11:13 - “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepadaNya.’”.

Waktu kita menafsirkan ay 7-8, kita harus memperhatikan ay 9-11. Ada banyak orang yang menafsirkan ay 7-8 terlepas dari ay 9-11 sehingga mereka menyimpulkan bahwa Allah akan memberikan segala sesuatu yang kita minta. Ini salah! Karena jelas sekali ay 11 mengatakan bahwa Allah hanya memberi yang baik kepada kita. Yang dimaksud dengan ‘yang baik’ itu jelas adalah yang baik dari sudut pandang Allah, bukan sudut pandangan kita.

Supaya doa kita tak sia-sia, maka kita harus meminta apa yang baik. Supaya kita tahu apa yang baik, kita harus belajar Firman Tuhan! Jadi, doa tidak bisa dipisahkan dari Firman Tuhan. Orang yang tidak mengerti Firman Tuhan tidak akan bisa berdoa dengan baik/benar.

Kalau Allah memberikan semua yang kita minta, itu sebetulnya adalah malapetaka bagi kita karena kita akan menerima segala sesuatu menurut kebijaksanaan kita. Kalau Allah menyensor permintaan kita, maka kita akan menerima segala sesuatu sesuai kebijaksanaan Allah. Illustrasi: kalau orang tua menuruti segala permintaan anak, itu mencelakakan/membunuh anak itu!

Jawaban-jawaban Tuhan terhadap doa-doa adalah sempurna, Hal ini ditunjukkan bahwa seringkali pada saat kita meminta untuk suatu batu yang kelihatannya seperti roti, Ia memberikan kepada kita roti yang bagi penglihatan kita kelihatan seperti batu.

Untuk itu asahlah kepekaan iman kita dengan berdoa dan membaca Firman Tuhan mulai dari masa muda kita, supaya menjadikan kita anak-anak yang peka terhadap maksud dan kehendak Bapa bagi hari depan kita. Amin.

ITT - 6 Maret 2008 - Khotbah pada Ibadah Pembukaan Retreat Katekisasi di TC-GKSS Mandai

Wednesday, March 5, 2008

The 7 Habits of Effectives Christian’s Life

7 LANGKAH UNTUK KEHIDUPAN KRISTEN YANG EFEKTIF (2 Petrus 1:5-7)

2 Petrus 1:5 Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, 1:6 dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, 1:7 dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang.

Rasul Petrus memberikan nasehat, dan olehnya para murid Tuhan dapat memakai perlengkapan ini, dan memanfaatkannya di dalam pertumbuhan rohani. Dengan demikian kita akan menyatakannya secara jelas kepada orang-orang lain bahwa kasih Yesus Kristus ada dalam kehidupan kita.

Khusus pada ayat 2 Petrus 1:5-7, dituliskan ada 7 hal yang "ditambahkan" kepada Iman., terjemahan yang barangkali lebih memadai adalah "dilengkapi" :

Ketujuh hal yang saling melengkapi secara berturut-turut adalah:

1. Kebajikan
moral yang positif, lawan dari kata "fasik", "buruk", "jahat"; Tanpa keinginan hati untuk berbuat kebajikan, tidak akan ada iman yang bertumbuh.

2. Pengetahuan
bukan hanya sekedar teori tetapi juga mengalami; Perhatikan relasi yang timbul antara kebajikan dan pengetahuan. Bukankah bila kita ingin berbuat baik kita harus mengetahui kebaikan itu apa? Lebih jauh lagi, keinginan kita untuk berbuat baik adalah buah iman, dan menambah pengetahuan

3. Penguasaan Diri
menguasai kehendak dan keinginan (nafsu), plus selera. Contoh yang baik adalah orang waras dengan orang mabuk, yang waras dibilang dapat menguasai diri sedangkan orang mabok sering melakukan tindakan di luar kontrol; Hanya Allah saja yang dapat memberi kepada kita kemampuan mengendalikan diri, dan hal ini hanya diperoleh apabila kita mengenal Dia secara mendalam. Relasi antara Pengetahuan dan Penguasaan Diri adalah antara teori dan praktek,. Pengetahuan adalah berlaku yang benar, bukan kebenaran itu sendiri.

4. Ketekunan
Artinya adalah kesanggupan untuk berpegang teguh dalam mencapai tujuan walaupun ada pertentangan, rintangan dan penganiayaan. Bandingkan dengan ayat dibawah ini :

* Ibrani 12:1-3
12:1 Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.
12:2 Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.
12:3 Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.

Ketekunan adalah buah dari penguasaan diri.

5. Kesalehan
Di bagian lain diterjemahkan dengan "ibadah" (1 Timotius 3:16, 4:7-8, 6:5-6, 11; 2 Timotius 3:5; Titus 1:1). 2 Petrus 1:3, "segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia". Saleh berarti kehidupan yang mencerminkan Kristus. Kesalehan adalah buah dari ketekunan.

6. Kasih akan Saudara-saudara
Buah nyata atas kesalehan kita dalam beribadah adalah kasih.

Dalam Perjanjian Baru Yunani, kata 'philadelphia' digunakan untuk kasih Kristiani. Kasih kepada saudara-saudara ditekankan sebagai buah kelahiran baru. Dan ini diperintahkan Kristus sebagai ciri khas murid-muridNya :

* Yohanes 13:34-35
13:34 Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.
13:35 Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi."

7. Kasih akan semua orang
'agapê', sudah umum diketahui oleh kebanyakan orang Kristen. Kita diminta mengasihi musuh dengan 'agapê' dan mengasihi saudara dengan 'philia', tentu saja kedua kata itu berbeda. Kasih adalah mahkota dari semua kebajikan kristiani, seperti dikemukakan dalam :

* 1 Korintus 13:13 Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.

* Kolose 3:14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan

Kesimpulan:

Setelah mulai dengan iman, orang percaya harus dengan tekun mengejar keunggulan moral, pengetahuan, penguasaan diri, ketekunan, kesalehan, kasih akan saudara-saudara, dan kasih akan semua orang, yang akan menghasilkan iman dewasa dan pengenalan yang benar akan Tuhan Yesus

Pola hidup semacam ini tidak tertutup diterapkan kepada sesama saudara Kristen kita, melainkan akan tercermin kepada semua orang yang ada di sekitar kita. Jadikanlah hal tersebut sebagai gaya hidup yang menjadi keutamaan cerminan ajaran yang benar dan membimbing kita kepada hidup moral yang benar. Perhatikan 2 Petrus 1:9 yang mengatakan “barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan.”. Sebaliknya umat Tuhan yang mengerti akan panggilannya, akan bergegas melaksanakan panggilannya dengan pikiran dan sikap yang benar dan akhirnya akan membawa kita kepada Kerajaan Kekal Kristus, Sang Juruselamat, Tuhan kita.

Marilah kita mengalami perjalanan iman bersama Kristus dengan 7 hal pelengkap iman ini. Selayaknya sebuah benih berada di tanah subur, ia akan bertumbuh dan berbuah lebat. Kristus adalah pemimpin iman yang membawa iman kita pada kesempurnaan.

Hasil dari ke 7 langkah tadi adalah:

2 Petrus 1:8-11
8 Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita.
9 Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan.
10 Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung.
11 Dengan demikian kepada kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus

ITT - Makassar, 5 Maret 2008
Dibawakan pada Retreat Katekisan 2007-2008 GPIB Jemaat Bethania Makassar 6-8 Maret 2008 di TC-GKSS

7 versus 7


-->
"The 7 Habits of Highly Effective People"
Versus
The 7 Habits of Effectives Christian’s Life
Penulis
  • Stephen Covey
  • Simon Petrus
  • Seorang Penatua / pengajar di Provo, Utah & Brigham Young University USA
  • Murid Tuhan Yesus dari Kapernaum (Mark 1:29; Luk 4:38)
  • Berasal Dari The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints atau Gereja Mormon
  • Penulis Kitab I & II Petrus
Thema
  • Ada 3 hal yang tetap di dunia ini, yaitu: perubahan, prinsip dan adanya pilihan. Perubahan terus terjadi di dunia, namun prinsip-prinsip tidak berubah. Prinsip-prinsip itu misalnya gravitasi bumi, minyak mudah terbakar, juga prinsip-prinsip kesopanan, kejujuran, keberanian, dan kebaikan hati. Karena prinsip-prinsip tak pernah berubah, dia merupakan dasar yang kokoh untuk membangun karakter manusia.
Kebenaran Sejati Lawan Guru-Guru Palsu
  • Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang --- oleh karena itu keberhasilan bukanlah merupakan suatu perbuatan --- tetapi merupakan suatu KEBIASAAN.
  • Tujuan Petrus menulis surat ini
  • untuk menasihati orang percaya agar mereka dengan tekun mengejar kesalehan dan pengenalan yang benar akan Kristus, dan
  • untuk membeberkan dan menolak tindakan yang berakal busuk dari para nabi dan guru palsu di kalangan gereja di Asia Kecil yang sedang meruntuhkan kebenaran rasuli.

  • Petrus meringkaskan maksudnya dalam 2Pet 3:17-18 ketika dia menasihati orang percaya yang sejati
  • untuk waspada supaya mereka tidak "terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum" (2Pet 3:17), dan
  • untuk "bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus" (2Pet 3:18).
Perbandingan Buku
  • Diterbitkan tahun 1990
  • Ditulis tahun 66 – 68 Masehi
  • Sebagai Best Seller dengan cetakan lebih dari 10 juta buku
  • Tulisannya membuat penulisnya diburu dan akhirnya mati dibantai oleh Kaisar Nero di Roma
  • Dilanjutkan dengan menerbitkan the 8 Habits
Alkitab s/d 2008 telah dicetak sekitar 4.700.000.000 eksemplar/buku
Misi Mormon
  • Misi Mormon luar biasa, saat ini disebut telah memiliki 10 juta lebih anggota dengan 56 ribu lebih utusan misi yang bekerja di lebih dari 160 negara termasuk Indonesia. Gereja Mormon memiliki 15 pusat pelatihan misi, dan yang terbesar bertempat di 'Provo'. Mereka juga memiliki Brigham Young University dengan 29.000 mahasiswa yang merupakan universitas swasta terbesar di Amerika Serikat. Salah satu dosen BYU dan pusat pelatihan di Provo adalah Stephen Covey yang terkenal dengan bukunya 'The 7 Habits of Highly Effective People.'
  • Tidak dapat disangkal bahwa salah satu alasan perkembangan pesat Mormon juga didorong populernya ajaran Mormon yang senafas dengan 'New Age' yang dipopulerkan melalui sistem pelatihan bisnis '7 Habits' yang bernafas ajaran Mormon yang populer di seluruh dunia. Dalam ajaran '7 Habits' yang disebut 'Prinsip' tidak lain adalah 'kemandirian' manusia yang bebas dari dosa (paradigma lama yang harus dihilangkan), dan yang disebut sebagai 'Pro-Aktif' adalah tindakan manusia mandiri yang dengan 'kehendak bebas'nya memilih 'lingkaran pengaruh' atau 'lingkaran kepedulian' dan menjadikannya sebagai 'manusia berhasil' (ibarat ilah-ilah yang kekal).
  • Misi Mormon lebih banyak dilakukan oleh generasi muda. Sekalipun umumnya para pimpinan dan terutama ke-12 Rasul kepala umumnya sudah sangat senior dan tua, pimpinan tertinggi atau presidennya bernama 'Gordon B. Hinckley' sudah berumur 90 tahun, dan bila ia meninggal maka penerusnya adalah mereka dari ke-12 Rasul yang melayani paling lama, tiga perempat aktivis gereja Mormon adalah angkatan muda! Pelayanan lebih banyak dilakukan oleh kaum awam dengan biaya sendiri dimulai umur 12 tahun. Seumur mereka, umumnya pada umur produktif, mereka menyerahkan dua tahun hidup mereka melayani sebagai utusan misi Mormon dengan biaya sendiri/keluarga. Selain 85 pimpinan teras gereja Mormon, lainnya melayani dengan biaya sendiri.
Penutup
  • Dari beberapa uraian yang diringkas dari buku-buku Mormon ini dapatlah kita lebih berhati-hati dengan berbagai ajaran yang dikemas menarik lewat buku-buku “best seller”, bahkan ada yang menggunakan label 'kristen' yang mempercayai Yesus yang bukan 'Tuhan Yesus Alkitab' dan mengajarkan jalan keselamatan melalui pilihan bebas (pro-aktif) berdasarkan kehendak bebas manusia yang mandiri. Ini berarti menolak penebusan 'Yesus di kayu salib' atau Yesus sebagai Juruselamat manusia, karena Yesus hanya dianggap sebagai mitra manusia dalam mencari keselamatannya sendiri-sendiri.
  • Marilah Kita Back to the Bible sebagai Buku Pegangan Hidup yang Menyelamatkan seluruh aspek kehidupan kita, baik dalam kehidupan pribadi, sosial, pekerjaan, bisnis, maupun keluarga.
ITT - Makassar, 5 Maret 2008
*) Dibawakan pada Retreat Katekisan 2007-2008 GPIB Jemaat Bethania Makassar, 6-8 Maret 2008 di TC-GKSS


Saturday, March 1, 2008

Ibrani 13:1-6


13:1 Peliharalah kasih persaudaraan!
13:2 Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.
13:3 Ingatlah akan orang-orang hukuman, karena kamu sendiri juga adalah orang-orang hukuman. Dan ingatlah akan orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang, karena kamu sendiri juga masih hidup di dunia ini.
13:4 Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.
13:5 Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."
13:6 Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: "Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?"

Hidup Kristiani itu Bukan Teori

Apa kehendak Allah bagi kita? Yoh 15:12: Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Kedengarannya gampang. Tapi kenyataannya tidak begitu gampang dilaksanakan, selagi kita memiliki masalah mengasihi diri kita sendiri.

Tuhan Yesus bahkan mengasihi Musuh Nya. Kasih yang amat menakjubkan!
Kita didukung bahwa kita dapat melakukan semua melalui Kristus yang akan memberi kita kekuatan (Fil. 4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku). Kehendak Nya pada pokoknya menggantikan milik kita.

Ibrani 13:1-6 mengajarkan kita langkah praktis kehidupan Kristiani:

1. Peliharalah Kasih Persaudaraan!

2. Jamulah orang asing (ayat 2). (Mat 25:40 Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku). Pengikut Kristus harus proaktif dan mencari-cari peluang untuk "menjamu" orang asing, seperti perkataan yang lemah lembut kepada orang yang duduk di samping kita di angkutan umum.

3. Menderita dengan yang menderita (Ayat 3). Apakah kita menangis, atau sedikitnya sedih, pada waktu melihat gambaran anak-anak yang menderita ditimpa bencana alam pada televisi atau disekeliling kita? Yesus tersentuh dengan rasa kasihan bahkan untuk manusia bersalah. Kita harus tersentuh juga sebagaimana dicontohkan Yesus, dengan melayani orang berkesusahan sebagai ungkapan syukur kita yang telah dilayani oleh Kristus. Karena penderitaan yang dialami oleh manusia di lain tempat, juga dapat terjadi pada diri kita sewaktu-waktu

4. Hormati ikatan perkawinan yang suci (ayat 4).

5. Tunjukkan total ketergantungan kepada Allah (Ayat 5, 6). Ayat yang sebenarnya berbicara tentang mengingini & keinginan. Apakah anak seorang raja minyak akan punya keinginan sama dengan anak-anak kita? Samasekali tidak. Demikian juga kita sebagai anak-anak Raja. Kita harus berterima kasih dan memuji Tuhan secara terbuka untuk Kebaikan Nya dan Kemurahan hati Nya.

Ada model doa permohonan yang sangat menarik untuk dijadikan pegangan dalam Amsal 30:7-9: Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku.

Mari kita jadi praktisi dalam kehidupan Kekristenan kita sehingga dunia boleh mengenal Yesus sebagai Teman yang peduli. Amin.

ITT - 1 Maret 2008 - Ibadah Doa Pagi