Kita semua hidup di alam 3 dimensi; dimensi ruang, gerak dan waktu ... yang membuat kita nyata dan eksis di alam ciptaan Tuhan ini. Sebagaimana dimensi alam, manusia juga punya dimensi berpikir, berujar dan bertindak. Bila satu dimensi berkurang, kita seperti televisi yang hanya punya tampilan gerak dan suara tetapi tidak nyata ..... Mari berusaha mengharmonisasi ketiga dimensi ini supaya kita nyata dan berguna, seperti kehendak-Nya menciptakan kita.

Blogspot Kumpulan Artikel dan Pengajaran Kristen dalam Lingkungan GPIB

Friday, March 27, 2009

Kisah Para Rasul 23:1-11


Paulus Di hadapan Mahkamah Agama

23:1 Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: "Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah."
23:2 Tetapi Imam Besar Ananias menyuruh orang-orang yang berdiri dekat Paulus menampar mulut Paulus.
23:3 Membalas itu Paulus berkata kepadanya: "Allah akan menampar engkau, hai tembok yang dikapur putih-putih! Engkau duduk di sini untuk menghakimi aku menurut hukum Taurat, namun engkau melanggar hukum Taurat oleh perintahmu untuk menampar aku."
23:4 Dan orang-orang yang hadir di situ berkata: "Engkau mengejek Imam Besar Allah?"
23:5 Jawab Paulus: "Hai saudara-saudara, aku tidak tahu, bahwa ia adalah Imam Besar. Memang ada tertulis: Janganlah engkau berkata jahat tentang seorang pemimpin bangsamu!"
23:6 Dan karena ia tahu, bahwa sebagian dari mereka itu termasuk golongan orang Saduki dan sebagian termasuk golongan orang Farisi, ia berseru dalam Mahkamah Agama itu, katanya: "Hai saudara-saudaraku, aku adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi; aku dihadapkan ke Mahkamah ini, karena aku mengharap akan kebangkitan orang mati."
23:7 Ketika ia berkata demikian, timbullah perpecahan antara orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki dan terbagi-bagilah orang banyak itu.
23:8 Sebab orang-orang Saduki mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan dan tidak ada malaikat atau roh, tetapi orang-orang Farisi mengakui kedua-duanya.
23:9 Maka terjadilah keributan besar. Beberapa ahli Taurat dari golongan Farisi tampil ke depan dan membantah dengan keras, katanya: "Kami sama sekali tidak menemukan sesuatu yang salah pada orang ini! Barangkali ada roh atau malaikat yang telah berbicara kepadanya."
23:10 Maka terjadilah perpecahan besar, sehingga kepala pasukan takut, kalau-kalau mereka akan mengoyak-ngoyak Paulus. Karena itu ia memerintahkan pasukan untuk turun ke bawah dan mengambil Paulus dari tengah-tengah mereka dan membawanya ke markas.
23:11 Pada malam berikutnya Tuhan datang berdiri di sisinya dan berkata kepadanya: "Kuatkanlah hatimu, sebab sebagaimana engkau dengan berani telah bersaksi tentang Aku di Yerusalem, demikian jugalah hendaknya engkau pergi bersaksi di Roma."


Sanhedrin
san’-he-drin (canhedhrin, the Talmudic transcription of the Greek sunedrion):

The Sanhedrin was, at and before the time of Christ, the name for the highest Jewish tribunal, of 71 members, in Jerusalem, and also for the lower tribunals, of 23 members, It is derived from sun, "together," and hedra, "seat." In Greek and Roman literature the senates of Sparta, Carthage, and even Rome, are so called.

Bilangan 11:16 Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Kumpulkanlah di hadapan-Ku dari antara para tua-tua Israel tujuh puluh orang, yang kauketahui menjadi tua-tua bangsa dan pengatur pasukannya, kemudian bawalah mereka ke Kemah Pertemuan, supaya mereka berdiri di sana bersama-sama dengan engkau. – s/d ayat 24

Paulus di hadapan Mahkamah Agama (23:1-10).

A) 23:1-5:

1) ‘Hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah’ (23:1).

Artinya: Paulus selalu hidup sesuai dengan apa yang ia anggap benar, atau sesuai dengan apa yang ia anggap adalah kehendak Tuhan. Hal seperti ini sebetulnya harus ada dalam diri setiap orang kristen. Apakah kita hidup seperti itu?
Tetapi kalau hal itu tidak disertai dengan pengetahuan yang benar tentang kebenaran/kehendak Allah, maka akan menyebabkan kita justru melakukan hal-hal yang jahat (bdk. Yoh 16:2).
Karena itu, kita harus belajar Firman Tuhan dengan tekun!

2) Imam besar menyuruh orang menampar Paulus sehingga menghentikan pembelaan/penjelasan Paulus (23:2).

Penerapan:
Kalau kita sedang marah kepada istri/anak/pegawai/pembantu dsb, dan mereka berusaha memberikan penjelasan/pembelaan diri, pernahkah kita lalu justru jadi tambah marah sehingga lalu membentak mereka/menggebrak meja dsb dan dengan itu menghentikan penjelasan/pembelaan mereka? Ingatlah bahwa menghentikan pembelaan/penjelasan dari orang yang kita tuduh, adalah sesuatu yang salah karena justru akan menyebabkan kita tidak bisa mengetahui kebenaran.

3) 23:3 - “Membalas itu Paulus berkata kepadanya: ‘Allah akan menampar engkau, hai tembok yang dikapur putih-putih! Engkau duduk di sini untuk menghakimi aku menurut hukum Taurat, namun engkau melanggar hukum Taurat oleh perintahmu untuk menampar aku’”.
a) ‘Allah akan menampar engkau’.
sekalipun saat itu Allah tidak melakukan sesuatu apapun, tetapi Paulus tetap yakin akan keadilan Allah, yang pasti akan menghukum orang yang bersalah.
ada penafsir-penafsir yang menganggap bahwa kata-kata Paulus ini adalah suatu nubuat. Dan apa yang Paulus katakan itu memang terjadi. Fakta sejarah mengatakan bahwa 5 tahun setelah itu imam besar Ananias mati dibunuh.
b) ‘tembok yang dikapur putih-putih’.
Kata-kata Yesus tentang orang Farisi dan ahli Taurat dalam Mat 23:27 lebih keras lagi dari kata-kata Paulus ini, karena Yesus mengatakan bahwa mereka seperti ‘kuburan yang dilabur putih’. Tetapi arti kedua kata-kata ini adalah sama, yaitu menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang munafik, yang selalu berusaha supaya diri mereka kelihatan bagus dari luarnya saja.

Penerapan:
Janganlah hanya berusaha supaya diri kita terlihat bagus dari luar, tetapi berusahalah untuk bisa bagus dari luar dan dalam!

d) Kata-kata Paulus dalam 23:3b itu memang benar.
Dengan menyuruh orang untuk menampar Paulus yang sedang memberikan pembelaan, maka Ananias memang melanggar hukum Taurat seperti Ul 16:18-20 17:4 dsb. Ananias sedang mengadili berdasarkan Taurat, tetapi ia sendiri melanggar Taurat. Ini sikap yang tidak konsekwen!

Penerapan:
Seringkah kita bersikap tidak konsekwen? Misalnya: kita memberikan peraturan di rumah/kantor kita, tetapi kita sendiri tidak mempedulikan peraturan itu.

4) 23:4 - “Dan orang-orang yang hadir di situ berkata: ‘Engkau mengejek Imam Besar Allah?’”.
Ini adalah kecaman yang salah karena tidak fair/tidak adil. Mengapa mereka tidak mengecam imam besar Ananias yang menyuruh orang untuk menampar Paulus?

Kalau si A memukul si B, dan si B lalu membalas, maka adalah tidak adil kalau kita hanya menegur si B (kecuali kalau kita tidak kenal si A). Tetapi hal seperti ini sering terjadi! Kalau orang tua melakukan hal yang salah kepada orang muda, dan orang muda itu lalu memberikan reaksi yang terlalu keras, maka kita seringkali hanya menegur orang mudanya, tetapi membiarkan orang tuanya! Kalau Pendeta/Majelis melakukan hal yang salah se hingga jemaat menyerangnya, maka seringkali kita menegur jemaatnya, tetapi membiarkan kesalahan dari pendeta/mejelis itu! Ini semua adalah sikap yang tidak fair/tidak adil!

5) 23:5 - “Jawab Paulus: ‘Hai saudara -saudara aku tidak tahu, bahwa ia adalah Imam Besar. Memang ada tertulis: Janganlah engkau berkata jahat tentang seorang pemimpin bangsamu!’”.


B) 23:6-10:
1) Doktrin orang Saduki bertentangan dengan orang Farisi (23:8).

Farisi: Suatu golongan dari para _rabi_ dan_ ahli Taurat_ yang sangat berpengaruh. Mereka berpegang pada _Taurat_ Musa dan pada "adat istiadat nenek moyang". Seluruh hukum dan peraturan mereka taati secara mutlak.

Saduki: Suatu golongan pemimpin agama Yahudi, yang sebagian besar terdiri dari imam-imam. Mereka mendasarkan pengajarannya pada kelima kitab Musa dan menolak segala adat istiadat yang ditambahkan kemudian. Mereka tidak percaya kepada kebangkitan dan adanya malaikat. Terhadap kebudayaan Yunani golongan ini sangat terbuka.

a) Orang Saduki tidak percaya pada kebangkitan, maupun pada malaikat/roh. Mereka percaya bahwa pahala maupun hukuman diterima manusia dalam hidup ini.
Betul-betul ajaib bahwa orang-orang sesat seperti ini bisa menjadi anggota-anggota mahkamah Agama! Tetapi ini menunjuk­kan bahwa kita tidak perlu terlalu heran kalau pada jaman ini ada pendeta, komisi theologia, sinode dari suatu gereja yang terdiri dari orang-orang yang sesat!

b) Dalam pertentangan ini jelas bahwa orang Farisilah yang benar (bdk. Mat 22:23-33). Tetapi mereka hanya benar secara intelek tual, dan merekapun sebenarnya termasuk orang-orang sesat, karena mereka menolak Yesus sebagai Mesias, Juruselamat, dan Tuhan.

Penerapan:
Hati-hati dengan orang yang hanya mempunyai pengertian intelektual yang benar, tetapi sebetulnya tetap sesat! Kelihatannya mereka pro kita tetapi kita harus tetap waspada karena mereka tetap sesat!

2) Paulus tahu akan pertentangan itu dan ia menggunakan hal itu (23:6), sehingga menimbulkan perpecahan di antara kedua golongan itu (23:7,9,10a), dimana orang-orang Farisi itu lalu memihak Paulus (23:9).

Perpecahan mudah terjadi kalau doktrin berbeda/bertentangan. Karena itu, untuk menghindari perpecahan maka:
- kita harus mengusahakan kesatuan doktrin dan ini hanya bisa tercapai kalau:
- Seluruh jemaat mengikuti Kebaktian maupun Pemahaman Alkitab dengan setia dan rajin. Orang yang tidak hadir dalam Kebaktian/Pemahaman Alkitab, akan mempunyai kekurangan dalam pengertian, dan ini tetap akan menimbulkan perbedaan/pertentangan doktrin! Karena itu rajinlah menghadiri baik Kebaktian maupun Pemahaman Alkitab!
- kita harus bisa membedakan antara perbedaan/pertentangan yang bersifat prinsip dan yang remeh. Kalau itu bersifat prinsip, maka itu patut dipertengkarkan, tetapi kalau itu remeh, harus bisa ditoleransi!

3) Kepala pasukan lalu menyelamatkan Paulus dari kekacauan itu (23:10).
Tuhan berfirman kepada Paulus (23:11).
Orang yang terus menerus mengalami problem, kesukaran dan penderi taan, bisa saja lalu kehilangan sukacita, semangat dan bahkan merasa Tuhan tidak menyertainya. Mungkin sekali itulah yang dialami oleh Paulus saat itu sehingga Tuhan lalu memberikan Firman kepadanya untuk menguatkannya.

Dalam 23:11 ini Tuhan secara nyata menunjukkan bahwa Ia tetap menyertai Paulus.
Tetapi, sebetulnya, baik pada waktu ada di markas, maupun pada waktu ada di hadapan Mahkamah Agama, sekalipun Tuhan tidak menampak kan diri atau berfirman kepada Paulus, jelas bahwa Tuhan tetap beserta dengan Paulus karena Tuhanlah yang mengatur sehingga Paulus lolos.

Kesimpulan:

”Dalam Kesulitan Ada Penyertaan Tuhan”.

Dalam kehidupan sehari-hari acap kali kita berhadapan dengan kesulitan. Terlebih lagi bila kita memasyhurkan berita Injil keselamatan. Karena kehidupan orang Kristen adalah unik, ia merupakan perpaduan antara dimensi rohani dan duniawi, juga keberadaan kita adalah menyaksikan kuasa Injil, maka tidak heran kalau kita akan banyak menghadapi kesulitan.

Kejadian yang menimpa Paulus dapat kita jadikan sebagai bahan kajian.

(I). Dalam kesulitan maka penyertaan Tuhan akan memberi kita kekuatan dan keberanian.
Pada saat Paulus di Mahkamah Agama, Paulus seorang diri. Namun dalam kenyataan Tuhan menyertai dia. Oleh sebab itu dalam kesulitan yang ia hadapi kita menyaksikan keberanian dan kekuatan yang luar biasa. Hal ini disebabkan karena anugerah Tuhan kepada dia. Kita diingatkan oleh kejadian yang menimpa Daniel. Karena kesetiaannya kepada Tuhan Daniel dilempar ke dalam perapian yang menyala-nyala (Daniel 3).
Satu kali lagi ia di lempar ke dalam gua singa (Daniel 6). Demikian juga dengan Paulus di tengah kesulitan dan ancaman ia tetap tegar, kuat dan berani “Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata:’ Hai saudara-saudara-ku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni dihadapan Allah.” (Kis23:1).

(II). Dalam kesulitan maka penyertaan Tuhan akan memberi kita hikmat.
Apa yang diucapkan oleh Paulus di tengah persidangan Mahkamah Agama yang mengadili dia menunjuk pada satu fakta kalau penyertaan Tuhan akan memberi kita hikmah ditengah kekritisan.. Apa yang dilakukan oleh Paulus waktu itu ialah mencari titik terobosan dengan cara melemahkan pihak yang menentangnya. “Dan karena ia tahu, bahwa sebagian dari mereka itu termasuk golongan orang Saduki dan sebagian termasuk golongan orang Farisi, ia berseru:’Hai saudara-saudaraku, aku adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi…” (23:6).

Adakalanya ketika kita menghadapi kesulitan maka penyertaan Tuhan memberi kita hikmat untuk menanggulangi kesulitan. Lukas 21: 14-15. – (21:12 Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena nama-Ku. 21:13 Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. 21:14 Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu. 21:15 Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu.)

(III). Dalam kesulitan, Tuhan menyatakan kesetiaannya.
Janji imanuel-Tuhan beserta kita menyatakan kasih, karunia dan kesetiaan Tuhan terhadap anak-anaknya yang mentaati Dia dalam menjalankan amanat agung. Dalam Kitab Kisah Para Rasul beberapa kali mencatat Tuhan menyertai serta memberi penghiburan dan kekuatan kepada Paulus yang memasyhurkan Injil Tuhan. 23:11 Kis. 18:9. – (18:9 Pada suatu malam berfirmanlah Tuhan kepada Paulus di dalam suatu penglihatan: "Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam!).

Inilah yang dijanjikan oleh Tuhan Yesus Kristus kepada kita apabila kita memberitakan Injil maka Ia akan menyertai kita hingga akhir zaman.

Dari semua ini bisalah disimpulkan bahwa pada saat dimana penyertaan Tuhan itu tidak nyata atau bahkan sama sekali tidak terlihat, Tuhan tetap beserta dengan Paulus.

Ini bukan hanya berlaku untuk Paulus, tetapi juga untuk kita! Karena itu, baik dalam keadaan dimana penyertaan Tuhan tampak jelas atau tidak tampak sama sekali, percayalah bahwa Tuhan tetap menyertai/melindungi kita! Amin

ITT

Tuesday, March 17, 2009

Matius 17:9


17:9 Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka: "Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati."

Menjaga Rahasia Tuhan

Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka: "Jangan kamu ceriterakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati."

Ada satu konsep di alkitab yang mungkin membingungkan banyak orang, yaitu tentang merahasiakan hal-hal spiritual. Terdapat beberapa bukti dalam alkitab saat Yesus memerintahkan para saksi untuk tidak memberitakan kebesaranNya. Kadangkala itu berarti tidak menyatakan penyembuhan fisik yang dilakukanNya dalam setiap kejadian ini, orang yang disembuhkan diperintahkan untuk tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai perbuatanNya kepada mereka. (Mat.12:16, Mat.16:20, Mark.3:12, Mark.7:36, Mark.8:30, Luk.5:14, Luk.8.56, Luk.9:21). Yesus melarang murid-muridNya untuk menyatakan bahwa Dia sebenarnya adalah Kristus, Anak Allah.

Matius 17:9 dan Markus 9:9 membicarakan tentang perubahan rupa Yesus di gunung. Murid-muridNya melihat Yesus, Musa, dan Elia. Di gunung itu Yesus menyatakan kemuliaanNya. Pada saat Dia turun dari gunung, Yesus memperingatkan mereka agar tidak memberitahukan kepada siapapun tentang peristiwa yang baru saja mereka saksikan. Mengapa selama pelayananNya Yesus meminta beberapa saksi tertentu untuk tidak memberitakan keagunganNya, kuasaNya, kehendakNya? Dan mengapa Dia meminta kita, saksi-saksiNya saat ini untuk merahasiakan beberapa pewahyuan tertentu?

Waktu Tuhan

Ada beberapa alasan untuk itu, salah satunya adalah waktu. Kita tahu bahwa jalanNya bukan jalan kita, berdasarkan Yesaya 55:8 ( Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN). Pengkotbah menyatakan ada waktu untuk semuanya. Dalam Matius 26:18, menjelang kematianNya, Yesus berbicara bahwa waktuNya sudah dekat. Wahyu berbicara tentang akhir jaman. Baik di perjanjian lama maupun perjanjian baru, waktu adalah kata kuncinya, kata kunci dari rencana Tuhan, kata kunci dalam pelayanan Yesus, dan juga kata kunci dalam pelayanan kita sebagai seorang Kristen di bumi ini.

Dengan pemahaman ini, Roh Kudus seringkali menyuruh kita tetap diam karena waktu untuk menyatakannya tidak tepat. Sama seperti seorang penabur dan tanah, keduanya harus siap sebelum benih dapat ditanam dan iman dapat bertumbuh. Karena itu, pihak yang menerima pernyataan kita dan kita yang menyatakan suatu hal yang penting harus siap terlebih dahulu untuk apa yang akan dilakukanNya.

Tanah yang Telah Dibajak

Terkadang kita tidak siap untuk menghadapi reaksi orang lain setelah kita menyatakan hal-hal rohani yang kita dapatkan secara pribadi dari Tuhan, bahkan terhadap reaksi atau tanggapan dari sesama orang Kristen. Saat orang lain tidak siap untuk mendengar pernyataan Tuhan yang kita dapatkan (Tuhan belum menyuruh kita menyatakannya), itu sama seperti kita melemparkan mutiara kebijaksanaan kepada yang lain, tapi mutiara itu akan terinjak-injak.

Jika waktunya tidak tepat, menyatakan hal itu akan membuat kita atau pihak lain menjadi frustasi atau marah, berselisih paham, keraguan, juga reaksi negatif dari orang lain yang membuat kita meragukan apakah Tuhan benar-benar telah berbicara pada kita. Sekali keraguan itu mulai memenuhi hati kita, iblis dapat dengan mudah mencuri benih pewahyuan tersebut.
Saat kita sedang berapi-api, kita sering lupa bahwa setiap orang percaya berada pada level kedewasaan rohani yang berbeda-beda. Kita perlu berhati-hati agar jangan sampai menyebabkan yang lain tersandung karena mereka belum memahami apa yang berusaha kita sampaikan. Tuhan ingin melindungi kita dari ketidakpercayaan orang lain dan memastikan bahwa kita siap untuk menghadapi perlawanan saat kita perlu menyatakan pekerjaanNya.

Penabur yang Bertanggung Jawab

Kadangkala inti persoalannya sangat berkaitan dengan rasa tidak aman dan harga diri. Ada godaan yang besar untuk menyatakan pewahyuan dari Tuhan, mungkin agar kita dipandang layak atau dipandang sebagai seorang Kristen yang sangat dewasa. Saat motivasi kita berpusat pada diri sendiri, berhati-hatilah, karena iman kita akan terguncang jika kita menerima respon negatif. Dan tanpa iman, kita tidak dapat mempercayaiNya, kita tidak akan meresponi pewahyuanNya.
Jika Tuhan melarang kita menyatakan pewahyuan itu, mungkin itu adalah caraNya mengajarkan kebijaksanaan dan kesabaran pada kita. Dan terkadang, dalam berkomunikasi dengan Dia, beberapa hal yang kita lihat atau dapatkan tidak dimaksudkan untuk dibagikan kepada orang lain, terkadang itu hanya untuk diri kita pribadi, untuk membangun iman kita, membawa kita dekat kembali pada Tuhan. Kita mungkin tidak tahu mengapa, namun Tuhan mempunyai alasanNya sendiri.

Kita mungkin tergoda untuk berpikir bahwa perwujudan rencana Tuhan sangat tergantung pada kita, dan karena itu kita harus menyatakannya pada orang lain sehingga Tuhan kemudian dapat bertindak. Namun kenyataannya tidaklah demikian, rancanganNya pasti terjadi entah kita menyatakannya atau tidak. Intinya adalah, apabila apa yang kita dengar atau dapatkan itu benar-benar berasal dari Tuhan, maka itu akan terjadi. Meskipun sulit untuk tetap diam, tapi jika kita lakukan dan Tuhan mengijinkan kita menyatakan keajaibanNya pada saat yang tepat, kita akan mengatakannya dengan kerendahan hati dan Tuhanlah yang mendapatkan kemuliaan.

Pelajaran dari Yusuf

Yusuf mungkin adalah seseorang yang sangat dihormati dan berpengaruh pada akhirnya, namun masalahnya adalah dia tidak dapat menyimpan rahasia Tuhan tentang apa yang akan terjadi padanya di masa depan. Dalam Kejadian 37:8, setelah Yusuf menceritakan mimpinya pada saudara-saudaranya, dikatakan, “Lalu saudara-saudaranya berkata kepadanya: "Apakah engkau ingin menjadi raja atas kami? Apakah engkau ingin berkuasa atas kami?" Jadi makin bencilah mereka kepadanya karena mimpinya dan karena perkataannya itu.” Saat kedua kalinya Yusuf menceritakan mimpinya, ayahnya, Yakub, sedikit jengkel, “Mimpi apa mimpimu itu? Masakan aku dan ibumu serta saudara-saudaramu sujud menyembah kepadamu sampai ke tanah?” (Kejadian 37:10).

Saudara-saudaranya mengira Yusuf angkuh dan menyebutnya “tukang mimpi”. Kita tahu bahwa Yusuf menyatakan kebenaran yang dia dapatkan dari Tuhan. Tapi ada sesuatu yang luput dari perhatiannya, apakah Tuhan mau dia menyatakannya segera setelah dia mendapatkannya? Apa yang akan terjadi jika seandainya Yusuf menyimpan kebenaran ini untuk dirinya sendiri?
Lagipula jika apa yang dia dapatkan benar-benar berasal dari Tuhan, toh hal itu akan terjadi juga. Mungkin hidup Yusuf akan jadi lebih mudah jika dia menutup mulut. Jika Yusuf tidak memberi lebih banyak alasan pada saudara-saudaranya untuk membencinya, apakah dia tetap akan dijual sebagai budak dan dipenjara? Atau mungkinkah dia akan melewati semua masa penderitaan itu dan melalui proses yang berlangsung perlahan tapi pasti dari anak bungsu menjadi pemimpin dari suatu bangsa? Tidak dapat dipastikan. Namun ini membuat kita berpikir, bukan?

Untungnya, bagi Yusuf dan kita, kita sebagai orang Kristen kadang mengacaukan segalanya, namun masih mendapatkan berkat Tuhan. Ini adalah bukti bahwa Dia tetap setia meskipun kita tidak. Kita tidak mengubah rencanaNya atas kita, tapi kita hanya menyimpang dari rencanaNya sampai kita
kembali berada dibawah kuasaNya. Karena itu, jika kita seperti Yusuf, seperti banyak orang Kristen lain yang pernah tidak memegang tanggung jawab untuk merahasiakan hal-hal yang dari Tuhan sampai pada saat yang tepat, kita dapat berlega hati. Tuhan mengampuni dan memulihkan.

Dia akan memberi hikmat pada kita jika kita ragu, yang perlu kita lakukan hanya berdoa & bertanya padaNya;

“Apakah ini adalah sesuatu yang bisa saya bagikan sekarang?”
“Kepada siapa akan saya bagikan?”
“Bagaimana saya akan menyatakan hal ini?”

Jangan melewatkan langkah penting ini, karena dapat menyelamatkan hidup kita dari kesengsaraan, penghinaan, atau bahkan mencegah kita dari menyebabkan orang lain tersandung.

ITT - 17 Maret 2009 - PW SP3 di Ibu Ida Que