Kita semua hidup di alam 3 dimensi; dimensi ruang, gerak dan waktu ... yang membuat kita nyata dan eksis di alam ciptaan Tuhan ini. Sebagaimana dimensi alam, manusia juga punya dimensi berpikir, berujar dan bertindak. Bila satu dimensi berkurang, kita seperti televisi yang hanya punya tampilan gerak dan suara tetapi tidak nyata ..... Mari berusaha mengharmonisasi ketiga dimensi ini supaya kita nyata dan berguna, seperti kehendak-Nya menciptakan kita.

Blogspot Kumpulan Artikel dan Pengajaran Kristen dalam Lingkungan GPIB

Tuesday, August 18, 2009

Kolose 3:5-17


3:5 Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala,
3:6 semuanya itu mendatangkan murka Allah [atas orang-orang durhaka].
3:7 Dahulu kamu juga melakukan hal-hal itu ketika kamu hidup di dalamnya.
3:8 Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu.
3:9 Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya,
3:10 dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;
3:11 dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu.
3:12 Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran.
3:13 Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.
3:14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.
3:15 Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.
3:16 Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.
3:17 Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.


Jemaat Kolose terletak di wilayah Asia bagian barat yang sekarang disebut Turki dan berada di bawah kekuasaan Romawi. Injil mungkin mencapai Kolose ketika Paulus berada di Efesus (Kisah 19:10), mungkin melalui Epafras, orang kolose (Kol 1:7;4:12,13).

Dalam pasal 1:2-14, rasul Paulus mengucap syukur kepada Allah sehubungan dengan kehidupan jemaat Kolose yang semakin mengalami kemajuan dalam Iman, dan Kasih. Paulus meyakinkan orang-orang percaya di Kolose dalam fasal 2:6-7, bahwa karena mereka telah menerima Kristus maka mereka harus tetap hidup di dalam Dia, berakar di dalam Dia, dibangun di atas Dia dan tetap bertambah teguh dalam iman kepada Dia.

Jikalau kita memperhatikan dengan seksama keseluruhan surat kolose dari fasal 1 sd fasal 4, maka salah satu hal yang ditegaskan oleh rasul Paulus ialah berkenaan dengan tuntutan Allah kepada setiap orang percaya untuk senantiasa hidup dalam kebaruan yang sejati.

Sehubungan dengan hal ini maka ada beberapa prinsip mendasar yang rasul Paulus kemukakan dalam pasal 3:5-17.

I. Menanggalkan Manusia Lama (ayat 5-9)

Setiap orang percaya yang telah diselamatkan oleh Allah seharusnya hidup dalam kebaruan sejati. Kehidupan dalan kebaruan sejati ini ditandai dengan adanya tindakan untuk menanggalkan kehidupan lama/cara hidup lama yang dikuasai oleh dosa. Tindakan menanggalkan manusia lama ini beranjak dari sebuah kenyataan bahwa Yesus Kristus telah mematahkan kuasa dosa serta membebaskan kita dari kekuatan dosa yang membelenggu kita sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menanggalkan manusia lama tersebut.
Dalam Roma 8:13, rasul Paulus mengungkapkan sebuah kebenaran penting tentang upaya setiap orang percaya untuk menanggalkan manusia lamanya, yaitu dengan cara hidup senantiasa dalam Roh. Hal ini sangat beralasan karena tidak mungkin “daging dapat meyelesaikan masalah daging” tetapi sebaliknya hanya “Rohlah yang dapat menyelesaikan masalah daging” sehingga oleh karenanya maka Paulus katakan “Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup” (Roma 8:13).

Ada dua kata yang dipergunakan oleh rasul Paulus untuk menegaskan bahwa setiap orang percaya yang hidup dalam kebaruan sejati harus menanggalkan manusia lamanya ialah:

Pertama, “Matikanlah”. Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, Kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala.

Kedua, “Buanglah”. Tetapi sekarang buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendsutai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, Kolose 3:8-9.

II. Mengenakan Manusia Baru, ayat 9-17

Setiap orang percaya yang hidup dalam kebaruan sejati tidak hanya menanggalkan manusia lama tetapi juga harus siap untuk mengenakan manusia baru. Manusia baru yang dimaksud menunjuk pada cara berpikir serta cara bertindak yang berbeda dengan kehidupan lama yang pernah dihidupi. Paulus mengungkapkan model manusia baru yang harus dikenakan yaitu manusia baru yang penuh dengan belas kasihan, penuh dengan kemurahan, penuh dengan kerendahan hati, penuh dengan kelemahlembutan dan kesabaran, Kolose 3:12.

Manusia baru tidak dikenakan/dipakai pada waktu-waktu tertentu saja. Dalam segala situasi, kita harus tetap mengenakan manusia baru. Dengan kata lain mengenakan manusia baru merupakan sebuah kewajiban dari setiap orang yang hidupnya telah diselamatkan dan diperbaharui oleh Allah sehingga bukan sebuah pilihan mau atau tidak mau (suka tidak suka). Penegasan rasul Paulus tentang mengenakan manusia baru menunjuk pada tindakan untuk mengenakan ”pakaian” manusia baru secara utuh dan bukan sepenggal-sepenggal (sebagian).

Rasul Paulus juga menjelaskan tentang bukti yang harus ditampilkan oleh setiap orang percaya yang telah mengenakan manusia baru dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:

Pertama, Dalam hubungan pernikahan. Kolose 3:18-19, Istri harus tunduk kepada suami dan suami harus mengasihi istri, dan jangan berlaku kasar terhadap dia.

Kedua, Dalam hubungan keluarga. Kolose 3:20-21, Anak-anak harus taat kepada orang tua dan sebaliknya bapa-bapa jangan menyakiti hati anaknya.

Ketiga, Dalam hubungan kerja. Kolose 3:22; 4:1, Hamba-hamba taatilah tuanmu dan tuan-tuan berlaku adil dan jujur kepada hambanya.

KESIMPULAN:

1. Setiap orang percaya yang hidup dalam kebaruan sejati harus membuktikan bahwa dirinya telah menanggalkan manusia lamanya dengan mematikan dalam dirinya segala sesuatu yang duniawi serta bertindak untuk membuangnya dari kehidupannya.

2. Setiap orang yang hidup dalam kebaruan sejati wajib mengenakan manusia baru yang diimplementasikan dalam hidup keseharian sehingga pikiran, hati dan karakter Kristus menjadi nyata bagi orang lain di sekitarnya.

ITT - 18 Agustus 2009

Saturday, August 15, 2009

Galatia 4:26


“Tetapi Yerusalem sorgawi adalah perempuan yang merdeka, dan ialah ibu kita” (Galatia 4:26).

Ada sebuah iklan di televisi yang menanyai cita-cita anak kecil. Anak pertama ditanya, "Kalau besar mau jadi apa?" Menjadi dokter! Anak yang kedua ditanyai, "Kalau besar mau jadi apa?" Menjadi insinyur! Anak yang ketiga ditanyai, "Kalau besar menjadi apa?" Menjadi pilot! Anak yang ke empat ditanya, "Kalau besar mau jadi apa?" Dengan lucunya, sambil menunjukkan giginya yang ompong ia menjawab, "Mau menjadi presiden!" Dan ketika anak yang terakhir ditanyai, "Kalau besar mau jadi apa?" Anak ini menjawab mau seperti ibunya. Inilah cita-cita anak kecil.

Sementara menyaksikan acara tersebut, saya teringat masa kecil saya. Ketika saya ditanyai, "Kalau besar mau jadi apa?" Saya menjawab, "Menjadi pengelana sampai ke ujung dunia!" Sebab saya pikir kalau sudah mengelilingi dunia, tujuan hidup saya sudah tercapai.

Ternyata tujuan utama orang benar yang sesungguhnya bukan menjadi dokter, insinyur, pilot bahkan presiden sekalipun. Tetapi tujuan kita sesungguhnya adalah Yerusalem Surgawi (Yerusalem Baru).

Rasul Paulus mengibaratkan Hagar sebagai Gunung Sinai di tanah Arab, dan ia sama dengan Yerusalem yang sekarang (Gal. 4:25). Dan Sara adalah Yerusalem surgawi atau yang sering disebut Yerusalem Baru. Dan tujuan kita sesungguhnya adalah kota Yerusalem baru, seperti Alkitab katakan, “Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci Allah-Ku, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama Allah-Ku, nama kota Allah-Ku, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari Allah-Ku, dan nama-Ku yang baru” (Why. 3:12).

Hidup ini seperti suatu perjalanan. Kita sedang menapaki setapak demi setapak. Langkah awal sangat penting, akan tetapi langkah awal tidak akan sempurna tanpa ada langkah akhir yang baik. Kita sudah memulai langkah awal yang sangat baik yaitu menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Ini adalah langkah awal menuju Yerusalem surgawi. Sebab tanpa percaya Yesus tak seorang pun sampai ke kota kudus Allah. Tetapi dalam perjalanan ini kita masih menghadapi banyak rintangan-rintangan. Kadang-kadang ada jalan licin dan terjal yang harus kita lewati. Tetapi kalau kita bersama Tuhan, kita pasti bisa melewati rintangan-rintangan itu. Kita harus berkata seperti Daud, “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku” (Mzm. 23:4).

Renungan:

Kita boleh memiliki cita-cita menjadi apa saja. Jadi dokter, insinyur, pilot, bahkan menjadi presiden sekalipun. Tetapi jangan lupa jadikan tujuan akhir kita adalah Yerusalem Baru.

Tidak ada yang lebih indah dalam hidup ini selain masuk ke kota Yerusalem Baru.

ITT ~ 15-8-2009

Friday, August 14, 2009

1 Petrus 1:17-21


1:17 Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.
1:18 Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,
1:19 melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.
1:20 Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir.
1:21 Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah.

Dari perikop ini kita dapat mengambil satu tema yaitu antara panggilan dan konsekuensinya. Mengapa ? Sebab setiap kali kita menyebut atau memanggil seseorang maka sebetulnya dalam panggilan itu memiliki konsekuensi yang cukup besar. Dalam suatu panggilan itu mengandung suatu konsekuensi.

Dalam bagian yang ditulis oleh Petrus ini, “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa….” Tidak sembarang orang dapat memanggil bapa kecuali seorang anak yang dapat memanggilnya demikian. Bila kita memperhatikan konteksnya, sebetulnya perikop ini berada dalam konteks makna panggilan. Dari ayat 3-12, Petrus memberikan penjelasan bahwa keselamatan hanya ada di dalam Kristus, oleh karena itu di ayat 13-16 itu Petrus kemudian berbicara tentang hidup kudus. Hidup yang sudah diselamatkan oleh Allah yang kudus dan hidup yang sedang dikuduskan oleh Allah yang kudus, maka ketika sudah menjadi anak-anak Allah, hendaklah hidupnya kudus. Baru setelah itu sampai kepada perikop ayat 17-21 yang berbicara tentang hidup yang takut kepada Allah. Ketiga hal itulah yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya; Allah sudah selamatkan kita, kita dipanggil untuk hidup kudus, dan kita dipanggil untuk hidup takut kepada Allah.

Ayat 17 “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.” Hal ini menarik karena Alkitab memberikan relasi yang luar biasa dalam hubungan antara Allah dan manusia itu bagaikan bapa dan anak. Tidak ada hubungan yang paling dekat dalam relasi di dunia ini selain relasi bapa dengan anak. Suatu hubungan yang dekat, akrab, dan terbuka. Suatu hubungan yang lebih bersifat informal, bukan hubungan yang bersifat formal. Juga suatu hubungan yang tidak dapat dipisahkan selain hubungan yang dekat dan terbuka. Kedekatan seperti itulah yang dinyatakan oleh Alkitab. Allah mau menjadi manusia, Allah datang untuk menyelamatkan oleh karena Allah mengasihi anak-anakNya. Maka jelas bagaimana relasi bapa dengan anak. Hubungan bapa dan anak yang dikatakan Petrus dalam perikop ini adalah hubungan yang betul-betul penuh kasih dan keadilan. Bapa yang mengerti kapan dia harus menghajar dan kapan harus mengampuni anaknya. Bapa yang mengerti keadaan dan pergumulan hidup anak-anaknya. Bapa yang demikian itulah bapa yang betul-betul memberikan kasih dan keadilannya yang penuh.

Petrus mengatakan hendaknya kita hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini. Arti takut disini bukanlah perasaan takut seperti seorang pencuri yang dikejar oleh polisi, bukan juga karena adanya ‘guilty feeling’. Ketakutan disini mempunyai arti takut mengecewakan dan takut soal apakah yang dikerjakan/dilakukan itu tidak dikehendaki oleh Tuhan. Berbicara tentang apakah kehidupan yang kita jalani ini betul-betul diperkenan oleh Tuhan, betul-betul menyenangkan hati Tuhan, lalu apakah pekerjaan yang dilakukan setiap hari itu betul-betul sudah berkenan di hadapan Tuhan. Atau mungkin kita tidak pernah bertanya seperti demikian. Itulah maksud dari menjalani hidup ini dalam ketakutan seperti yang ditulis dalam surat 1 Petrus ini.

Apa artinya ketika Petrus mengatakan “hendaklah kamu hidup dalam ‘ketakutan’ pada Allah ? Artinya adalah sebagai berikut

Karena kita sudah ditebus (ayat 18). Hidup kita sudah ditebus dari cara hidup yang sia-sia, dari kehidupan yang tanpa arah dan tak mengerti mau berjalan ke mana.

Karena darah Anak Domba Allah, yaitu Kristus yang telah menebus kita dan ditebus dengan harga tebusan yang tak terbayarkan oleh siapapun (ayat 19-20). Darah Anak Domba Allah yang tidak bercacat, tidak bercela, itulah darah yang menetes di kayu salib. Darah yang telah menebus hidup kita, yang mengampuni dosa kita, yang mengubah kematian menjadi kehidupan, dan mengubah kebinasaan menjadi kehidupan kekal bersama Allah melalui darah Anak Domba Allah yaitu darah Tuhan Yesus Kristus. Kalimat ‘bukan dengan barang yang fana, bukan dengan emas atau perak, melainkan dengan darah yang mahal yaitu darah Kristus “ dimaksudkan bahwa Allah telah memberikan diriNya, kita ditebus oleh darahNya/nyawaNya yang merupakan pemberian yang paling tinggi melebihi nilai barang yang paling tinggi di dunia dan pemberian ini adalah pemberian yang terbaik, maka berhati-hatilah jikalau kita mempertanyakan kasih dan perhatianNya di kala kita mengalami kesulitan hidup sebab yang terbaik sudah diberikanNya pada kita.

Karena Dia, kita menjadi percaya (ayat 21). Mengapa kita harus hidup takut kepada Allah ? karena Dia yang telah membuat kita percaya, Dia yang membereskan otak/ratio kita, Dia yang membereskan hati kita, untuk bisa mengenal Tuhan dengan baik. Dia yang menuntun langkah kita sehingga kita benar-benar dapat percaya dan benar-benar 100% menyerahkan seluruh totalitas hidup kita kepada Tuhan. Semua itu karena Dia.

Selanjutnya pada ayat 21, Petrus mengatakan “ engkau diberikan iman dan pengharapan yang tertuju kepada Allah yang benar”. Iman dan pengharapan itu adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan bagaikan satu keping uang logam.

Di dalam diri orang percaya terdapat pengharapan yang luar biasa untuk apa yang ia imani/percaya. Ketika Petrus mengatakan bahwa hendaknya hidup dengan takut di hadapan Tuhan, maksud takut disini ialah ketaatan kita di dalam mengerjakan firman Tuhan, ketaatan kita di dalam mengerjakan kebenaran, ketaatan kita di dalam mengaplikasikan kasih dengan sungguh-sungguh nyata.

Oleh karena itu, seseorang yang memiliki iman dan percaya maka ia harus memiliki apa yang namanya kesadaran dan percakapan yang baik di dalam realita hidupnya. Seseorang yang percaya itu memiliki a good conscience dan juga memiliki a good conversation. Harus seimbang antara good conscience dan good conversation. Apa yang dimaksud dengan a good conscience ? Good conscience itu kesadaran seseorang mengenai hal-hal yang baik dan benar tentang firman Tuhan dan yang ia lakukan. Kita diberikan kesadaran yang luar biasa oleh Allah dimana Allah mengintervensi, membetulkan ratio dan hati kita untuk melihat satu kebenaran yang benar-benar ada dalam diri Allah sehingga kita bisa kenal baik Allah yang benar dan kita percaya bahwa kita sungguh-sungguh telah dibenarkan di dalam Allah. Kemudian setelah itu kita terpanggil untuk memiliki good conversation. Good conversation itu ialah satu percakapan atau ucapan seseorang mengenai hal-hal yang baik dan benar yang ia lakukan. Bila kesadaran itu sudah benar maka yang dikatakan pun harus benar sesuai dengan apa yang ia ketahui. Ini yang disebut takut kepada Allah. Kehidupan yang takut akan Allah membutuhkan a good conscience dan antara a good conscience dengan a good conversation itu tidak dapat dipisahkan.

ITT - 14 Agustus 2009 - PKB SP1 di Bpk.Mandado