Kita semua hidup di alam 3 dimensi; dimensi ruang, gerak dan waktu ... yang membuat kita nyata dan eksis di alam ciptaan Tuhan ini. Sebagaimana dimensi alam, manusia juga punya dimensi berpikir, berujar dan bertindak. Bila satu dimensi berkurang, kita seperti televisi yang hanya punya tampilan gerak dan suara tetapi tidak nyata ..... Mari berusaha mengharmonisasi ketiga dimensi ini supaya kita nyata dan berguna, seperti kehendak-Nya menciptakan kita.

Blogspot Kumpulan Artikel dan Pengajaran Kristen dalam Lingkungan GPIB

Saturday, February 27, 2010

Khotbah Yang Efektif

Khotbah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan jemaat. Sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu warga gereja mendengarkan khotbah atau renungan yang disampaikan di dalam kebaktian minggu atau kebaktian lain diluar hari minggu. Warga gereja sangat memperhatikannya dan menghargainya, terbukti dari berbagai komentar yang sering dilontarkan tentang khotbah. Bila khotbah tidak menyentuh warga akan mengatakan khotbah itu monoton. Tetapi bila khotbah itu menarik, mereka tak segan-segan mendiskusikannya setelah kebaktian usai, bahkan memberitakannya (dengan versinya sendiri) kepada orang lain.

Boleh dikatakan khotbah adalah unsur utama yang membentuk teologi warga jemaat! Khotbah yang disampaikan menarik, akan tertanam dalam hati warga dan dijadikan sikap/referensi bersikap dan bertindak.

Pelayan yang mampu berkhotbah secara menarik, dalam arti mahir dalam mengaplikasikan Ayat-Ayat Alkitab ke dalam kehidupan sehari-hari, akan mudah mendapat simpati dan warga jemaat akan senang hati mengikutinya sebagai gembala.

Sebelum kita bicara tentang khotbah yang efektif ada baiknya kita menyoroti beberapa kelemahan yang dapat dicatat berdasarkan pengalaman yang masih singkat.

a. Terlalu eksegetik/eksplanasi interprestasi
Pengkotbah yang terlalu menekankan eksegese/interprestasi biasanya yang baru tamat dari perguruan teologi. Kalau sementara waktu saja masih dapat dimaklumi. tetapi seorang pengkhotbah yang terus menerus terlalu menekankan eksegese, itu berarti tidak berkembang dalam pelayanannya. Khotbah mereka sering seperti terbagi dua antara eksegese (yang sering hampir lebih separuh bagian) dan kemudian sedikit aplikasi. Tak jarang aplikasinya bersifat moralitas dan legalistis. Tidak ada dialog dengan situasi jemaat/gereja.

b. Khotbah yang Moralis dan Legalitas
Ayat Alkitab diberlakukan sebagai sumber moral dan hukum saja. Warga dianggap (disamaratakan) sebagai orang yang hidupnya jauh dan tuntunan moral. Biasanya pengkhotbah yang demikian adalah orang yang pengetahuan umum (sosial, psikologi, dsb) dan pengetahuan teologi mereka belum mendalam. Akibatnya mereka cepat kehabisan bahan dan jatuh ke dalam sikap moralistis atau legalistis. Tak jarang pula pengkhotbah menggunakan Ayat Alkitab untuk membenarkan falsafah hidup suku tertentu, atau bahkan falsafah hidup pribadi. Khotbah yang demikian membuat warga bosan dan jenuh, membuat mereka merasa dihimpit beban dan melihat hidup ini penuh dengan kemuraman. Pengkhotbah yang demikian mirip dengan kaum Farisi dalam Perjanjian Baru yang membuat agama sebagai masalah hukum moral saja.

c. Cerita Alkitab
Sering juga terjadi khotbah berisi cerita Alkitab, terutama bila Ayat dari Penjanjian Lama. Misalnya, kalau Ayat dan kitab Keluaran tak jarang pengkhotbah bercerita tentang Musa (lahir, panggilan, keluarga, mertuanya). Alhasil khotbah tidak berbeda dengan cerita tentang Musa! Berbicara terlalu banyak tentang masa lalu merupakan obat tidur paling mujarab bagi warga gereja. Khotbah ini tinggal di masa lalu dan tidak pernah beranjak ke masa kini. Khotbah merupakan pengulangan saja dari apa yang didengar sebelumnya dan menjadi sekumpulan data tentang waktu, tempat, orang dan peristiwa.

d. Khotbah Pengalaman
Pengalaman diri atau orang lain sering menjadi sumber dan ukuran. Ayat Alkitab hanya untuk membenarkan pengalaman pribadi. Yang berbahaya bila pendengar digiring kepada kesimpulan pribadi. Ayat Alkitab hanya hiasan saja. Dan juga, bukankah tidak semua pengalaman pribadi pengkhotbah dapat dipakaikan ke jemaat/orang lain?

Sudah tentu sinyalemen diatas tidak muncul begitu saja; ada beberapa faktor yang menyebabkan warga gereja makin merasa tidak puas terhadap khotbah para pelayan. Rutinitas pelayanan dapat menimbulkan kejenuhan sehingga pengkhotbah tidak peka lagi dengan kebutuhan dan tidak terdorong untuk meningkatkan kemampuan. Di samping itu ada anggapan bahwa warga gereja wajib mendengar khotbah dan kalau mereka tidak serius mendengar maka dianggap warga gereja itu bukan warga yang baik. Yang paling naif kalau ada anggapan bahwa Pemberitaan Firman Allah tidak memerlukan keterampilan; seolah-olah Roh Kudus dengan sendirinya yang akan menyempurnakan khotbah,

Khotbah Efektif

Berbicara tentang khotbah yang efektif sebenarnya haruslah menempatkan Firman Allah di dalam Alkitab sebagai sesuatu yang kontekstual dan efektif sifatnya. Allah berbicara kepada orang dan masyarakat bukan hanya dalam waktu tertentu saja, tetapi juga pada kurun waktu sekarang ini dan masa datang. Banyak tokoh-tokoh Alkitab yang merupakan pengkhotbah ulung, seperti Musa, Yeremia, Petrus, Paulus, dan bahkan Tuhan Yesus sendiri, yang khotbahNya langsung menyentuh konteks permasalahan jemaat.

Jadi kalau kita berkhotbah, kita meneruskan pola yang ada di dalam Alkitab.

Bagaimana khotbah yang efektif itu ?

Meningkatkan kualitas khotbah, itulah sebenarnya yang dituntut oleh dari pelayan Tuhan. Gereja kita dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi berbagai perkembangan zaman harus meningkatkan kualitas ibadah dan khotbah. Salah satu penyebab banyak warga gereja meninggalkan ibadah gereja kita adalah karena khotbah dinilai tidak menyentuh kebutuhan dan kering makna. Alhasil, warga gereja kita di kota-kota besar banyak yang mengikuti ibadah di luar jemaatnya, di mana dianggap pengkhotbahnya mampu mengisi kebutuhan. Hal ini bukan karena kebutuhan warga sudah jauh berbeda dan sebelumnya. Warga yang pergi bukan karena tidak butuh, melainkan karena kebutuhannya tidak terjawab, sehingga mencari yang lain yang dianggap menjawab kebutuhan mereka. Bahkan dapat dikatakan pada zaman sekarang orang lebih membutuhkan khothah disebabkan beratnya tantangan hidup, kebingungan karena terjadinya perubahan nilai yang cepat, tuntutan yang makin banyak beragam, sehingga orang membutuhkan khotbah yang mampu memberi kesegaran dan pedoman hidup.

Di samping itu, disebabkan sikap rasionalistis yang makin tinggi, orang makin kritis menilai khotbah, dalam arti orang tidak mau diberi “yang asal jadi dan asal ada” saja, tetapi harus yang baik dan bermutu tinggi. Karena pilihan makin banyak bukan?

Untuk mampu mengusahakan khotbah yang efektif, mari kita pahami beberapa langkah yang patut dan wajar.

a. Mengenal jemaat/masyarakat secara mendalam
Sering pengkhotbah secara tidak sadar menyamaratakan saja jemaat yang dilayaninya. Walaupun seorang pengkhotbah sudah pindah dari desa ke kota atau sebaliknya, gaya dan isi khotbah tetap sama. Tak jarang terjadi, ia berkhotbah di kota tetapi contoh yang diambil dari kehidupan di desa atau sebaliknya pindah ke pedesaan tetapi contohnya dari kehidupan kota. Untuk mengenal jemaat sebenarnya tidak sukar. Lihat stastistik, berapa persen petani, pedagang, pegawai, pemuda, mahasiswa, dan sebagainya. Perhatikan pula dimana lingkungan jemaat, apakah ia di daerah agraris, masyarakat nelayan, semi kota atau sepenuhnya modern. Dengan demikian contoh atau ilustrasi serta bahasa khotbah dapat disesuaikan. Mengabaikan situasi dan kondisi jemaat berarti kita menelantarkan jemaat melalui khotbah kita. Padahal bukankah kita pelayan mereka ?

b. Memelihara Kepekaan
Kepekaan dapat dipupuk bila kita bergaul dengan jemaat secara teratur dan terarah. Teratur berarti pergaulan kita memang disengaja dan bertanggung jawab karena merupakan tugas kita untuk memahami kebutuhan mereka. Terarah berarti kita bergaul mempunyai arah dan sasaran: memahami pergumulan dan membantu mengatasi dan mendapat masukan yang berguna untuk mengembangkan khotbah. Lebih baik lagi kalau kita mempunyai catatan pribadi pelayanan dan catatan tentang khotbah kita, sehingga menghindari pengulangan. Satu kunci yang mengasah kepekaan, adalah perkunjungan warga jemaat, yang akan dibahas dalam topik tersendiri.

c. Terus Mencari Informasi Pengetahuan.
Pengkhotbah harus bisa menguasai informasi. Tuhan Yesus sendiri sangat menguasai informasi sehingga ia mampu berbicara kepada berbagai kalangan (petani, pedagang, rohaniwan, dll). Salah satu cara adalah membaca buku-buku, surat kabar, majalah, mengikuti siaran radio dan TV dan sebagainya.

d. Analisa Ayat
Kata-kata kunci dan suatu perikop dianalisa dengan ayat lain lebih dahulu (dan buku yang sama) dan lihat perkembangannya. Berita Alkitab sebenarnya singkat, jelas dan sederhana, oleh sebab itu setiap kata mempunyai arti mendalam dan memang sungguh perlu sehingga dimuat. Kemudian kita selalu menanyakan bagaimana keadaan sekarang, apa persamaan, apa perbedaan, dan bagaimana seharusnya. Perlu ditemukan apa kata kunci dan apa pula yang menjadi isu utama sekarang ini. Dan yang terpenting, penggenapan Janji Tuhan dalam pribadi Yesus Kristus yang harus dikedepankan, serta penyertaan Roh Kudus dalam konteks kehidupan jemaat sekarang.

e. Mempelajari Metode
Di sini saya tidak akan memberikan metode ampuh, tetapi hanya ingin menggugah perhatian bahwa khotbah adalah suatu alat komunikasi yang tidak statis, ia berkembang terus karena masyarakat juga berkembang. Kekurangan kita ialah sering mengabaikan bahwa berkhotbah kepada kaum muda tidak sama kepada kaum tua, berbeda berkhotbah kepada kaum ibu dan remaja, berbeda kepada pekerja dan mahasiswa, di sini pengkhotbah perlu memperhatikan alam psikologis setiap kelompok yang akan disapanya. Bila khotbah tidak didengarkan atau tidak menarik, maka ini menjadi tanggung jawab pengkhotbah. Perlu mempelajari metode yang cocok. Kita akan tertolong bila kita rajin membaca buku-buku yang berkaitan dengan khotbah. Mengenai topik ini juga akan dibahas tersendiri.

f. Memelihara Kehidupan Rohani yang Sehat
Kita mempercayai bahwa Roh Kudus bekerja dalam Pemberitaan Firman dan itulah yang membedakan khotbah dan pidato. Oleb sebab itu seorang pengkhotbah tidak patut mengabaikan kehidupan rohani dan pekerjaan berkhotbah. Berkhotbah dan kehidupan rohani pengkhotbah adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Apa yang disampaikan pada saat berkhotbah, itulah juga yang harus dilakukan dan menjadi sikap hidupnya.

Berkhotbah berarti menyampaikan Kebenaran Firman Allah. Caranya adalah dengan membaca Firman secara teratur - membaca secara kritis - artinya, apa yang kita baca harus selalu dihadapkan dengan keadaan kita, dengan apa yang sedang kita gumuli dalam pelayanan, keadaan umum masyarakat, masalah yang kita temui dalam pelayanan. Dengan kata lain kita membaca secara dialogis. Adalah menarik menyadari bahwa Alkitab kita penuh dengan situasi konkret dan berbicara tentang berbagai situasi dan bidang kehidupan. Itu berarti Firman Allah itu hidup dan menghidupkan orang percaya.

Demikianlah beberapa langkah sederhana untuk mengembangkan khotbah secara efektif. Semoga langkah-langkah ini akan menolong kita menyampaikan Kebenaran Firman Allah.

ITT – 27 Februari 2010.

Tuesday, February 16, 2010

Markus 9:20-24


9:20 Lalu mereka membawanya kepada-Nya. Waktu roh itu melihat Yesus, anak itu segera digoncang-goncangnya, dan anak itu terpelanting ke tanah dan terguling-guling, sedang mulutnya berbusa. 
9:21 Lalu Yesus bertanya kepada ayah anak itu: "Sudah berapa lama ia mengalami ini?" Jawabnya: "Sejak masa kecilnya. 
9:22 Dan seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya. Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami." 
9:23 Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" 
9:24 Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!

Seorang perenang yang handal suatu hari mencoba untuk berenang di laut. Dia sadar akan kekuatan ombak dan resiko yang dihadapi. Tetapi hari itu berenang terasa sangat nyaman sekali, dengan lincahnya ia mengikuti ombak dan arus. Sukses! Keesokan harinya ia kembali ke pantai yang sama untuk berenang lagi.

Mengamati gerakan ombak dan arus yang mirip seperti hari sebelumnya, sang perenang kembali terjun untuk berenang. Akan tetapi makin lama berenang dia malah makin terseret oleh kekuatan arus – susah sekali mengendalikan dirinya. Teriakan minta tolongnya terdengar oleh lifeguard, sehingga ia dapat diselamatkan.

Sang lifeguard kemudian menjelaskan bahwa walaupun kelihatan sama di permukaan, tetapi sebetulnya pergerakan arus di bawahnya tidak selalu sama. Satu hari rus bisa tenang, hari selanjutnya bisa sangat membahayakan. Si perenang telah menganggap remeh kekuatan arus yang dia pikir dapat dengan mudah dapat dia atasi seperti kemarin.

Hal yang serupa dialami oleh murid-murid Yesus di perikop ini. Mungkin para murid pun bingung saat tidak bisa menyembuhkan anak yang sakit ayan tersebut.
Padahal mereka pernah diutus berdua-dua untuk menjalankan misi yang lebih sulit; pergi mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, bahkan membangkitkan orang mati. Karena itu mereka bingung dan bertanya-tanya ketika mereka tidak bisa mengusir setan dari anak ini.

Di dalam setiap Injil sinoptik kita mendapatkan urutan kejadian yang sama, yaitu bahwa kemuliaan Yesus ditunjukkan di atas gunung, lalu mereka turun dan menemukan ayah dan anak yang sakit ayan tersebut. Bagian ini mirip dengan peristiwa di Perjanjian Lama saat Musa turun dari gunung Sinai, di mana ia mendapatkan bangsa Israel menyembah patung lembu emas. Dari kemuliaan yang besar saat Musa berhadapan dengan Tuhan sampai menerima dua loh batu yang dituliskan oleh jari Allah sendiri, ia turun ke lembah dan menyaksikan kebobrokan bangsa Israel yang sedang berpestapora menyembah berhala. Dalam bagian ini

Yesus pun menegur kecilnya iman para murid, orang Farisi dan ayah dari anak ini. Ia menghadapi helpless boy dari seorang helpless father, di jaman yang helpless, dengan murid-murid yang helpless. Kristus menghadapi seorang anak yang tidak berdaya karena roh jahat, seorang ayah yang tidak berdaya karena anaknya sakit dan tidak tersembuhkan, murid-murid yang tidak berdaya mengusir roh jahat yg menyebabkan anak itu sakit, dan dunia orang banyak dan ahli Taurat yang tidak berdaya mengatasi roh ketidakpercayaan mereka terhadap Kuasa Allah.

Kontras yang besar ditunjukkan di sini, antara sukacita berada dalam hadirat Tuhan dengan pergumulan hidup dalam dunia yang berdosa. Hidup Kristen memang seharusnya bersifat paradoks; ada pergumulan dan sukacita bersamaan. Apabila kita melihat anak kecil, mereka bermain dengan sangat bersukacita, tertawa sangat keras dan bermain begitu seru. Namun tidak lama kemudian mereka menjadi letih, mereka bisa menangis dengan sama kerasnya. Mereka merengek bukan karena kesakitan, tapi karena terlalu lelah tertawa. Terkadang kita pun juga berlaku seperti itu. Sering kita lupa dalam kesenangan kita bahwa masih banyak dosa yang perlu kita lawan, masih banyak hal yang perlu kita gumulkan. C.S. Lewis seorang Sastrawan Inggris yang akhirnya bertobat pernah mengatakan: “Pain is God's megaphone to a morally deaf world.” Kesakitan adalah megaphone Tuhan untuk berbicara kepada dunia yang tuli secara moral. Seringkali dalam kesakitanlah kita merasa lebih dekat kepada Tuhan dan maka lebih bersukacita lagi.

Seorang ayah menghadiri kebaktian dalam gereja yang sangat megah. Ia sangat kagum akan kebaktian itu, terasa seperti diberikan preview akan surga. Namun di tengah kebaktian itu, ia dipanggil karena ada telepon. Istrinya menelepon dan dengan sedih memberitahukan bahwa anaknya yang berumur sembilan bulan baru saja meninggal karena SIDS (Sudden Infant Death Syndrome). Ayah ini kaget. Ia merasa seperti jatuh begitu jauh, dari mengikuti kebaktian yang indah dan tiba-tiba mendengar kabar yang menyakitkan. Sepanjang perjalanan kereta itu hatinya gundah, ia bertanya-tanya kepada Tuhan mengapa hal itu terjadi. Dalam gerbong yang sama, dua pemuda dan seorang bapak sedang berdebat. Kedua pemuda mengejek, mengatakan bahwa tidak mungkin ada Tuhan yang baik dengan banyaknya kesusahan di dunia ini. Ayah ini terdorong untuk mendukung kedua pemuda ini; bagaimana mungkin Tuhan yang baik membiarkan anaknya mati? Meminta ijin untuk berbicara, ayah ini sangat kaget saat kata-kata yang keluar dari mulutnya sangat berbeda dengan apa yang ia pikirkan. Ia berkata bahwa Allah itu ada, Dia mengutus Anak-Nya untuk mati menebus dosa kita. Kedua pemuda itu marah, sangat mudah baginya untuk berkata demikian di luar konteks realita hidup yang banyak kesedihan. Ayah ini lantas menjawab, “Justru saya tahu. Sesungguhnya saya berada dalam perjalanan pulang karena anak saya yang berumur sembilan baru saja meninggal. Tetapi baru sekaranglah saya sadar apa artinya Allah yang mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk mati bagi kita.” Justru dalam pergumulan dan kesedihan yang sangat besar, ayah ini imannya dikuatkan dan ia pun dapat lebih lagi bersukacita akan anugerah keselamatan yang diberikan kepadanya.

Kita pun juga dapat belajar tentang natur iman Kristen, khususnya dari ayat 23-24. Kita dapat melihat bahwa ayah dari anak tersebut juga ternyata kurang percaya. Ia berkata, “Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami.” Ia tidak percaya bahwa Yesus bisa melakukannya, dan setelah Yesus menantangnya, dengan segera ayah itu berteriak: “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!”. Perhatikan jawab Yesus dalam ayat 23:
Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!

Dalam hidup sebagai Kristen pun kita sering terombang-ambing antara percaya dan tidak percaya. Pengertian kita akan natur iman Kristen ini juga mempunyai dampak dalam aspek lain kehidupan kita.

Kita mengingat bagian di mana orang banyak meninggalkan Yesus oleh karena perkataan-Nya yang keras, sehingga yang tertinggal hanya duabelas murid-Nya. Bukannya memohon agar para murid tetap mengikuti-Nya, Yesus malah menantang mereka dengan berkata: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Di sini kita dapat belajar banyak dari jawaban Petrus, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi?” (Yoh 6:68) Pada saat kita bingung dan gundah, saat kita merasa bahwa Tuhan tidak menjawab doa-doa kita, apabila kita pergi meninggalkan Dia, kemanakah kita akan pergi? Kepada siapakah? Petrus sadar akan hal ini dan berkata, “Lord, to whom shall we go?”

Saat kita mengalami kesusahan lalu akhirnya keluar dari masalah tersebut, seringkali kita berkata pada orang lain bahwa karena berkat Tuhanlah kita dapat keluar dari kesusahan. Namun, pernahkah kita bertanya pada diri sendiri apakah kita sungguh percaya bahwa hanya pertolongan Tuhan sajalah yang membantu kita?
Atau kita sebenarnya masih percaya bahwa kita berhasil oleh karena usaha dan kemampuan kita sendiri? Benarkah kita percaya bahwa memang Tuhanlah yang menolong?

Dua Hal yang menjadi perhatian dalam pemberitaan firman ini:

1. Dosa tidak percaya ( ayat 19 ) " ….hai kamu angkatan yang tidak percaya…! Tidak percaya adalah dosa. Seperti dikatakan dalam Roma 14 : 23b : " segala sesuatu tanpa iman adalah dosa ." Dosa membuat mereka ragu akan kuasa Allah. Mengapa hal tsb bisa terjadi? sedangkan mereka setiap hari bersama-sama dengan Tuhan Yesus ?. perhatikan juga di dalam Markus 9: 14 " ketika Yesus ,Petrus, Yakobus dan Yohanes kembali…. " kembali dari berdoa di bukit , apa yang dilakukan oleh murid-murid yg lain, waktu Tuhan Yesus berdoa dengan ke 3 murid-NYA di bukit..? di Alkitab tidak ditulis apa yg mereka lakukan, tapi saya percaya bahwa pada waktu itu mereka tidak berdoa, buktinya saudara lihat dalam ayat 9:29 Jawab-Nya kepada mereka: "Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa." dengan kata lain mereka jarang berdoa atau tidak berdoa. Seharusnya mereka mendukung doa pada waktu Yesus lagi berdoa dengan ke 3 muridnya di bukit, tapi sebaliknya apa yg mereka lakukan!, mereka mungkin tidur karena terlalu lama menunggu kedatangan Tuhan Yesus turun dari bukit dimana mereka berdoa atau mereka ngobrol atau melakukan hal-hal lain. Mengapa Tuhan Yesus menghabiskan banyak waktunya untuk berdoa? Bukan karena Tuhan Yesus kurang kuasa atau karna Tuhan Yesus banyak waktu ,bukan… tapi ..Tuhan Yesus banyak berdoa untuk berkomunikasi dengan Allah dan melatih iman. jadi dalam ayat ini mengajar kita untuk terus berdoa dan berjaga-jaga seperti yang dikatakan dalam 1 Petrus 5 : 8 " sadarlah dan berjaga-jagalah ! lawanmu si iblis berjalan keliling seperti singa….." kita harus terus berdoa untuk melatih iman kita kepada Tuhan Yesus. Seperti seorang pemenang dalam olahraga apapun, mereka kuat bukan hanya karena sehat atau karena banyak makanan yang bergizi tapi karena melatih diri mereka dengan disiplin ( training setiap hari seperti waktu-waktu yang dijadwalkan ) demikian pula dengan doa, kita harus melatih iman kita dengan berdoa seperti yang sudah dijadwalkan atau bahkan lebih banyak lagi berdoa, karna semakin kita banyak berdoa semakin iman kita menjadi kuat.

Ke 9 Murid-murid Tuhan yesus waktu itu tidak berdoa sehingga iblis mudah sekali menggoda mereka dengan dosa irihati ( mereka iri kepada ke 3 murid Tuhan Yesus yang lain yakni Petrus, Yakobus dan Yohanes , kenapa? Karna hanya 3 murid itu yang diajak Yesus berdoa di bukit / taman Getsemani ).

2. Iman mereka gagal karna mereka melihat keadaan / kebawah bukan ke atas. .9:18b Aku sudah meminta kepada murid-murid-Mu, supaya mereka mengusir roh itu, tetapi mereka tidak dapat." Mereka dikuasai keadaan (seharusnya mereka yg menguasai keadaan) . Iman kita harus dibuat bekerja. Jangan sampai kita dikuasai oleh situasi. Murid-murid ditekan oleh orang banyak, dan oleh kondisi yang berat dari anak yang dirasuk setan. Mereka menjadi panik ketika setannya tidak keluar, bahkan semakin bertambah busa yang keluar dari mulutnya dan setan membanting anak itu kian kemari. Apalagi, orang banyak mungkin mulai mengejek mereka. Mereka dikuasai oleh situasi. Seharusnya mereka menerapkan iman mereka dan mengatasinya dengan mengatakan:' kami tidak akan panik. Tetapi mereka tidak melakukan itu. Mereka membiarkan diri mereka dikuasai oleh situasi.
Murid-murid dalam bagian ini bukannya tidak memiliki iman yang menyelamatkan mereka; permasalahannya adalah mereka kurang percaya dan kurang bergantung pada kedaulatan dan pemeliharaan Tuhan. Iman ini adalah iman yang praktikal dalam hidup kita sehari-hari.
Perbedaannya terletak di antara kita yang berusaha dengan kekuatan kita sendiri, dibandingkan dengan kita yang sungguh bergantung kepada Tuhan untuk memimpin dan memelihara kita setiap hari.

Iman yang dimaksud oleh Yesus di sini tentulah bukan iman yang besar kepada kekuatan diri sendiri, tetapi iman yang sebesar biji sesawi kepada Tuhan yang besar. Salah satu ekspresi dari iman ini adalah dalam doa. Saat kita berdoa, marilah kita belajar untuk sungguh tunduk pada kedaulatan Tuhan. Kita bisa belajar banyak dari satu kalimat doa Yesus dalam taman Getsemani: “Ya Bapaku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Mat 26:42).

ITT - 16 Februari 2010 - Ibadah Presbiter

Wednesday, February 3, 2010

Yohanes 3:16-17

3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
3:17 Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya olesh Dia.

I. Tuhan memiliki hati yang memberi.

a. Allah Bapa memberikan Anak Nya yang tunggal bagi kita semua (Yohanes 3 : 16)
b. Tuhan Yesus memberikan segalanya untuk menyelamatkan kita (Matius 20 : 28)
c. Dari dua ayat diatas kita mengerti Tuhan memiliki hati yang memberi.

II. Tuhan juga ingin kita mempunyai hati memberi.

a. Matius 6 : 11-12 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami. seperti kami juga mengampuni orang

yang bersalah kepada kami.
b. Roma 12 : 10 Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.
c. Roma 12 : 14 Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!
d. Roma 12 : 20 a Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum!

III. Memberi adalah kunci untuk diberi.

a. Kalau kita memberi, kita justru akan diberi berlipat kali ganda ( Lukas 6 : 38a Berilah dan kamu akan diberi; Amsal 11 : 25 Siapa banyak memberi berkat,

diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum; Matius 10: 42 Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya)

b. Kita sering mempunyai pengertian yang salah yaitu ingin diberi dulu supaya bisa memberi, tetapi sebetulnya Tuhan mengajarkan kepada kita:
* Berilah supaya kita diberi.
* Taburlah supaya kita menuai.

Contoh:
* Saat umat Allah membutuhkan air, mereka justru diperintahkan oleh Elia untuk memberikan air yang sangat mereka butuhkan itu, tetapi ternyata justru membuat mereka kelimpahan dengan air (1 Raja-raja 18 : 34-35 dan 45)
* Elisa menasihati raja Yehuda memberi makanan kepada musuh yang sedang berusaha menyerang mereka supaya mereka mengalami kedamaian (2 Raja-raja 6: 21-23)
* Kita tidak bisa menuai dulu baru menabur, tetapi kita harus menabur dulu baru menuai.
* Kalau kita ingin diberi dulu baru memberi, kita akan sulit diberi tetapi kalau kita mau memberi dulu kita akan mudah diberi/menerima.
* Kita tidak bisa berharap orang lain berbuat baik lebih dulu barulah kita berbuat baik kepada orang lain, tetapi kita harus berbuat baik kepada orang lain aka orang lain akan berbuat baik kepada kita.

c. Firman Tuhan berkata lebih berkat memberi daripada menerima (Kisah 20:35 Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima)

IV. Hanya orang yang memiliki hati untuk memberi, bisa dipakai oleh Tuhan.

a. Janda Sarfat bisa dipakai oleh Tuhan karena ia rela memberikan makanannya lebih dulu untuk memelihara Elia.
b. Anak yang memberi 5 roti dan 2 ikan bisa dipakai oleh Tuhan untuk melakukan mujijat.
c. Para pelayan memberikan dirinya untuk dipakai oleh Tuhan memberitakan Injil dan melayani jemaatNya.

V. Mintalah hati yang memberi dari Tuhan.

a. Daud meminta Tuhan selalu memberikan hati yang memberi dalam kehidupan mereka.
b. Karena sekalipun kita kaya raya tetapi kalau tidak memiliki hati yang memberi kita tidak akan bisa memberi.
c. Ada banyak hal yang bisa kita berikan untuk pekerjaan Tuhan di gereja kita.

Marilah kita memiliki hati yang memberi sehingga kita menjadi orang yang berkenan dan berbuah banyak bagi Kerajaan Allah.

ITT - K3 SP3C 03 Februari 2010 di Kel.Sutiono