Pengantar
Ajaran persepuluhan sudah lama mengusik perasaan kami sebagai pengikut Kristus yang mencoba mendalami Alkitab sebagai panduan hidup pribadi.
Uraian di bawah ini dasarnya hanya Alkitab dan seminimal mungkin memasukkan pendapat pribadi. Ada banyak hamba Tuhan yang melayani dengan baik dan tulus serta lurus, tetapi tidak kurang banyak pula yang hanya melayani dengan basis persepuluhan belaka sehingga mengambil keuntungan luar biasa dari Firman Tuhan. Untuk itu, kami coba menguraikan dengan bahasa sederhana dan awam tentang hal ini, supaya jemaat Kristus menjadi jemaat yang mampu menerima ajaran-ajaran Alkitab dengan selektif dan mengecek kembali tanpa menerima begitu saja dan memegang ajaran-ajaran tersebut sebagai kebenaran yang alkitabiah.
Ayat-ayat Alkitab kami cetak miring supaya mampu dibedakan sebagai uraian, yang penting kami beri huruf kapital dan atau cetak tebal sehingga mendapat perhatian. Sebaiknya buka alkitab untuk membandingkan serta meluruskan apabila timbul kesalahpahaman interpretasi maupun kesalahan pendapat kami. Selamat membaca dan merenungkan. Tuhan memberkati.
PERSEPULUHAN
(Maleakhi 3:8-12)
3:8 Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus!
3:9 Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih menipu Aku, ya kamu seluruh bangsa!
3:10 Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.
3:11 Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman TUHAN semesta alam.
3:12 Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia, sebab kamu ini akan menjadi negeri kesukaan, firman TUHAN semesta alam.
PENDAHULUAN
Tidak salah lagi, inilah ayat favorit yang paling sering digunakan oleh para pendeta untuk mengarahkan jemaatnya agar mereka membayar persepuluhan. Pada umumnya para pendeta tersebut berkata bahwa siapa saja yang tidak memberikan persepuluhan adalah para penipu yang telah merampok uang Allah. Namun yang paling menggelikan dari semuanya adalah para pendeta itu menyatakan bahwa orang-orang yang tidak memberikan persepuluhan tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Mereka berpendapat bahwa tidak mungkin seorang penipu diterima di sana. Tetapi mungkin mereka lupa bahwa seorang pemungut cukai – yang bukan saja tidak memberikan persepuluhan, tetapi memeras uang rakyat – dibenarkan oleh Allah, sementara orang Farisi yang rajin berpuasa dan memberikan persepuluhan, nyatanya ditolak oleh Allah (Luk 18:9-14 = 9 Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: 10 "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. 11 Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; 12 aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. 13 Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. 14 Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barang siapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.")
Apa pun bentuk “ancaman”, pada dasarnya semua pendeta tersebut sepakat bahwa “Bayarlah persepuluhan maka engkau akan diberkati, tidak memberikan persepuluhan, maka engkau akan dikutuk”.
Benarkah orang-orang yang membayar persepuluhan akan diberkati oleh Allah?
Sayang sekali bahwa Perjanjian Baru sama sekali tidak mendukung teori ini. Yesus berkata: “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.” (Mat 23:23)
Perhatikan bahwa orang-orang Farisi membayar persepuluhan mereka dengan setia, tetapi apa yang mereka terima bukanlah berkat dari Allah, melainkan kutuk dari Tuhan Yesus. Sebaliknya, Tuhan Yesus malah menegaskan tentang 3 bagian terpenting dalam hukum Taurat (sehubungan dengan masalah pemberian), yaitu: KEADILAN, BELAS KASIHAN dan KESETIAAN, yang tidak lain adalah INTI dari MAKNA PERSEPULUHAN, yakni 3 alasan utama mengapa Allah memerintahkan persepuluhan di dalam Perjanjian Lama.
Apakah persepuluhan Alkitabiah?
Ya, persepuluhan adalah Alkitabiah karena konsep persepuluhan memang tertulis di dalam Perjanjian Lama, tetapi kita harus melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa persepuluhan bukanlah doktrin dan praktik yang diajarkan oleh Perjanjian Baru. Secara singkat dapat dikatakan bahwa persepuluhan adalah milik orang Israel, sebagaimana yang tertulis di dalam hukum Taurat, bukan milik orang Kristen. Buktinya, di dalam Perjanjian Baru hanya ada 4 ayat yang menuliskan tentang persepuluhan. Dua ayat menceritakan tentang kecaman Tuhan Yesus terhadap orang Farisi (Mat 23:23 & Luk 11:42), satu ayat menceritakan tentang ketinggian hati orang Farisi (Luk 18:12), dan satu ayat lagi menceritakan tentang persembahan Abraham kepada Melkisedek (Ibrani 7:1-9).
Bukankah Yesus berkata di akhir Matius 23:23 “Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan ditinggalkan”?
Ya, tetapi kita harus melihat pada konteksnya secara keseluruhan, bukan hanya mencomot satu-dua perkataan Tuhan Yesus dan kemudian bermain dengan kata-kata. Pada saat itu Yesus sedang menjelaskan kepada orang Farisi perihal makna persepuluhan ditinjau dari sudut pandang hukum Taurat, di mana prinsip dari hukum Taurat adalah: Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat (Gal 3:10), yang kemudian disimpulkan dengan istilah “Melanggar satu berarti melanggar semua” (Yak 2:10). Dari sini kita dapat melihat bahwa Tuhan Yesus sama sekali tidak bermaksud untuk menegaskan bahwa konsep persepuluhan masih tetap berlaku di masa Perjanjian Baru (walaupun juga tidak menolak), melainkan untuk menegaskan kepada orang Farisi bahwa memberikan persepuluhan tetapi melupakan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan, sama artinya dengan tidak memberikan persepuluhan.
Siapa yang wajib memberikan persepuluhan dan dalam bentuk apa?
Pada zaman itu, ada banyak jenis pekerjaan di tanah Israel. Di Alkitab ada banyak pekerjaan lain selain bertani dan berternak. Pekerjaan lain adalah penyamak kulit, tukang kayu, tukang batu, ahli pahat, bisnis tambang, pembuat roti, pembuat minyak wangi, arsitek, ahli obat-obatan, pembuat tenda, nelayan, guru, ahli pahat, dll
Tetapi hanya petani dan peternak yang wajib memberikan persepuluhan, mengapa? Karena persepuluhan adalah dari hasil tanah atau ladang! Bukan hasil dari air dan udara. (Imamat 27: 30 Demikian juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN. Imamat 27:32 Mengenai segala persembahan persepuluhan dari lembu sapi atau kambing domba, maka dari segala yang lewat dari bawah tongkat gembala waktu dihitung, setiap yang kesepuluh harus menjadi persembahan kudus bagi TUHAN.) (Ulangan 14: 22 "Haruslah engkau benar-benar mempersembahkan sepersepuluh dari seluruh hasil benih yang tumbuh di ladangmu, tahun demi tahun.) (Ulangan 26:12 "Apabila dalam tahun yang ketiga, tahun persembahan persepuluhan, engkau sudah selesai mengambil segala persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu, maka haruslah engkau memberikannya kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan menjadi kenyang.) – Bentuknya jelas: Makanan! Padahal silakan di search, uang sudah ada pada waktu itu sebagai alat tukar dan menjadi sesuatu yang sangat penting dan bernilai. Persepuluhan hanya sesuatu hasil tanah dan ladang yang bisa dimakan. Seperti gandum, biji-bijian, sayur-sayuran, buah-buahan, anggur, minyak, daging sapi, kambing, domba, dll. Ikan saja tidak termasuk dalam kategori dalam perpuluhan.
Lalu bagaimana dengan persepuluhan Abraham kepada Melkisedek?
Ketika Abraham berjumpa dengan Melkisedek, – yang ditegaskan sebagai tokoh yang lebih besar daripada Abraham, yaitu seorang raja dan imam di kota Salem (Yerusalem kuno), yang adalah gambaran dari Tuhan Yesus sebagai raja dan imam (Ibrani 7:1-4) – beliau menyerahkan sepersepuluh dari segala hasil rampasannya setelah ia mengalahkan raja Kedorlaomer dan raja-raja dari Timur.
(Kejadian 14:1-20)
Abram mengalahkan raja-raja di Timur dan menolong Lot
1 Pada zaman Amrafel, raja Sinear, Ariokh, raja Elasar, Kedorlaomer, raja Elam, dan Tideal, raja Goyim, terjadilah, 2 bahwa raja-raja ini berperang melawan Bera, raja Sodom, Birsya, raja Gomora, Syinab, raja Adma, Syemeber, raja Zeboim dan raja negeri Bela, yakni negeri Zoar. 3 Raja-raja yang disebut terakhir ini semuanya bersekutu dan datang ke lembah Sidim, yakni Laut Asin. 4 Dua belas tahun lamanya mereka takluk kepada Kedorlaomer, tetapi dalam tahun yang ketiga belas mereka memberontak. 5 Dalam tahun yang keempat belas datanglah Kedorlaomer serta raja-raja yang bersama-sama dengan dia, lalu mereka mengalahkan orang Refaim di Asyterot-Karnaim, orang Zuzim di Ham, orang Emim di Syawe-Kiryataim 6 dan orang Hori di pegunungan mereka yang bernama Seir, sampai ke El-Paran di tepi padang gurun. 7 Sesudah itu baliklah mereka dan sampai ke En-Mispat, yakni Kadesh, dan mengalahkan seluruh daerah orang Amalek, dan juga orang Amori, yang diam di Hazezon-Tamar. 8 Lalu keluarlah raja negeri Sodom, raja negeri Gomora, raja negeri Adma, raja negeri Zeboim dan raja negeri Bela, yakni negeri Zoar, dan mengatur barisan perangnya melawan mereka di lembah Sidim, 9 melawan Kedorlaomer, raja Elam, Tideal, raja Goyim, Amrafel, raja Sinear, dan Ariokh, raja Elasar, empat raja lawan lima. 10 Di lembah Sidim itu di mana-mana ada sumur aspal. Ketika raja Sodom dan raja Gomora melarikan diri, jatuhlah mereka ke dalamnya, dan orang-orang yang masih tinggal hidup melarikan diri ke pegunungan. 11 Segala harta benda Sodom dan Gomora beserta segala bahan makanan dirampas musuh, lalu mereka pergi. 12 Juga Lot, anak saudara Abram, beserta harta bendanya, dibawa musuh, lalu mereka pergi--sebab Lot itu diam di Sodom. 13 Kemudian datanglah seorang pelarian dan menceritakan hal ini kepada Abram, orang Ibrani itu, yang tinggal dekat pohon-pohon tarbantin kepunyaan Mamre, orang Amori itu, saudara Eskol dan Aner, yakni teman-teman sekutu Abram. 14 Ketika Abram mendengar, bahwa anak saudaranya tertawan, maka dikerahkannyalah orang-orangnya yang terlatih, yakni mereka yang lahir di rumahnya, tiga ratus delapan belas orang banyaknya, lalu mengejar musuh sampai ke Dan. 15 Dan pada waktu malam berbagilah mereka, ia dan hamba-hambanya itu, untuk melawan musuh; mereka mengalahkan dan mengejar musuh sampai ke Hoba di sebelah utara Damsyik. 16 Dibawanyalah kembali segala harta benda itu; juga Lot, anak saudaranya itu, serta harta bendanya dibawanya kembali, demikian juga perempuan-perempuan dan orang-orangnya.
Pertemuan Abram dengan Melkisedek
17 Setelah Abram kembali dari mengalahkan Kedorlaomer dan para raja yang bersama-sama dengan dia, maka keluarlah raja Sodom menyongsong dia ke lembah Syawe, yakni Lembah Raja. 18 Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah Yang Mahatinggi. 19 Lalu ia memberkati Abram, katanya: "Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi, 20 dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke tanganmu." Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya.)
Dari kisah ini kita dapat mengambil 4 buah kesimpulan penting:
Persepuluhan Abraham bersifat SUKARELA, karena pada waktu itu hukum Taurat belum diberikan/diturunkan.
Persepuluhan Abraham berasal dari JARAHAN, bukan dari penghasilannya sebagai peternak kambing-domba.
Persepuluhan Abraham kepada Melkisedek adalah SATU-SATUNYA persepuluhan yang diberikan Abraham seumur hidupnya (setidaknya yang tercatat di dalam Alkitab).
Perhatikan bahwa Abraham masih memakai nama Abram. Sehingga ketika ia memberikan persepuluhan itu, ia BELUM TERMASUK ke dalam perjanjian Tuhan. Baru pada Kej 15 ada perjanjian dengan Tuhan yang dilanjutkan di Kej 17:5 ketika Abram beroleh nama Abraham dari Tuhan!
Jadi tidak mungkin mengambil contoh persembahan Abraham kepada Melkisedek sebagai dasar untuk mendukung teori persepuluhan kuno maupun modern yang diajarkan oleh gereja-gereja masa kini.
Apakah Perjanjian Baru menolak konsep persepuluhan?
Tidak! Tetapi perhatikan bahwa dasar dari pemberian persepuluhan Abraham kepada Melkisedek adalah berdasarkan KASIH (secara sukarela), bukan berdasarkan PERINTAH. Hal inilah yang sesungguhnya ingin ditegaskan oleh Perjanjian Baru, yaitu bahwa kita harus memberikan seluruh persembahan kita berdasarkan kasih.
MAKNA PERSEPULUHAN
Salah satu unsur terpenting di dalam hukum penafsiran adalah, kita harus mengetahui rancangan Allah yang semula, selanjutnya mempelajari alasan atau makna di balik perintah-perintah hukum Taurat (setelah kejatuhan manusia), baru setelah itu kita memberikan penafsiran atas suatu doktrin atau praktik yang tertulis di dalam Perjanjian Baru. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk mengetahui alasan-alasan mengapa Allah memerintahkan persepuluhan di dalam Perjanjian Lama.
MAKNA PERSEPULUHAN DI DALAM PERJANJIAN LAMA
Di dalam Perjanjian Lama, khususnya melalui kitab Bilangan dan Ulangan, kita akan menemukan bahwa ada 3 macam persepuluhan yang diperintahkan oleh Allah. Rabi-rabi Israel menamakan 3 macam persepuluhan itu dengan nama: Ma’aser Rishon (Persepuluhan Pertama), Ma’aser Sheni (Persepuluhan Kedua), dan Ma’aser Ani (Persepuluhan Ketiga).
MA’ASER RISHON
(Bilangan 18:21-28)
18:21 Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan.
18:22 Maka janganlah lagi orang Israel mendekat kepada Kemah Pertemuan, sehingga mereka mendatangkan dosa kepada dirinya, lalu mati;
18:23 tetapi orang Lewi, merekalah yang harus melakukan pekerjaan pada Kemah Pertemuan dan mereka harus menanggung akibat kesalahan mereka; itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya bagimu turun-temurun. Mereka tidak akan mendapat milik pusaka di tengah-tengah orang Israel,
18:24 sebab persembahan persepuluhan yang dipersembahkan orang Israel kepada TUHAN sebagai persembahan khusus Kuberikan kepada orang Lewi sebagai milik pusakanya; itulah sebabnya Aku telah berfirman tentang mereka: Mereka tidak akan mendapat milik pusaka di tengah-tengah orang Israel."
18:25 TUHAN berfirman kepada Musa:
18:26 "Lagi haruslah engkau berbicara kepada orang Lewi dan berkata kepada mereka: Apabila kamu menerima dari pihak orang Israel persembahan persepuluhan yang Kuberikan kepadamu dari pihak mereka sebagai milik pusakamu, maka haruslah kamu mempersembahkan sebagian dari padanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN, yakni persembahan persepuluhanmu dari persembahan persepuluhan itu,
18:27 dan persembahan itu akan diperhitungkan sebagai persembahan khususmu, sama seperti gandum dari tempat pengirikan dan sama seperti hasil dari tempat pemerasan anggur.
18:28 Secara demikian kamu pun harus mempersembahkan sebagai persembahan khusus kepada TUHAN sebagian dari segala persembahan persepuluhan yang kamu terima dari pihak orang Israel. Dan yang dipersembahkan dari padanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN haruslah kamu serahkan kepada imam Harun.
Dari ayat-ayat ini, kita dapat mengambil beberapa poin penting yang akan kita jadikan sebagai bahan perbandingan dengan apa yang dilakukan oleh gereja – yang mengaku – sebagai penerus dari bangsa Israel:
Persepuluhan adalah persembahan khusus yang diberikan oleh bangsa Israel kepada TUHAN, bukan kepada suku Lewi (ay 19, 24). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persembahan persepuluhan adalah milik Tuhan. Oleh sebab itu, suku Lewi sama sekali tidak berhak untuk menuntut apalagi mengancam bangsa Israel apabila mereka lalai membayar persepuluhan.
Suku Lewi menerima persembahan persepuluhan dari Tuhan sebagai upah atas pekerjaan mereka di Kemah Pertemuan (sebelum menjadi Bait Allah), yaitu sebagai pengganti, karena mereka tidak menerima tanah pusaka sebagaimana kesebelas suku yang lain. Adapun alasan mengapa mereka tidak menerima tanah pusaka yaitu karena mereka adalah milik pusaka kepunyaan Tuhan sendiri, yakni pengganti dari seluruh anak sulung bangsa Israel sehubungan dengan tulah kematian anak sulung di Mesir (Bil 3:11-12).
Suku Lewi menerima persembahan persepuluhan dari bangsa Israel dengan perbandingan 1:11 suku.
Orang-orang Lewi memberikan persembahan persepuluhan dari persepuluhan yang mereka terima sebagai persembahan khusus kepada Tuhan, dan Tuhan memberikan persembahan itu kepada keluarga Harun (imam-imam). Ingat, bahwa tidak semua orang Lewi adalah Imam!
Sekarang, marilah kita coba menerapkan konsep persepuluhan pertama (Ma’aser Rishon) di dalam gereja. Sebuah catatan penting harus saya tekankan di sini. Apabila gereja menganggap bahwa konsep persepuluhan – yang berasal dari Perjanjian Lama – masih tetap berlaku di masa Perjanjian Baru, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengikuti semua aturan yang tertulis di dalam hukum Taurat (sebab Perjanjian Baru sama sekali tidak mengatur soal ini).
Pertama, dengan siapakah kita mau membandingkan para pendeta? Dengan suku Lewi atau imam-imam? Seandainya para pendeta kita persamakan dengan orang Lewi, maka seharusnya mereka tidak boleh melakukan upacara baptisan, pemberian berkat, atau bahkan menyelenggarakan ibadah. Karena hanya para imamlah yang berhak melakukan hal-hal tersebut. Sebaliknya, apabila kita menganggap bahwa para pendeta adalah imam-imam, maka seharusnya mereka tidak menerima persepuluhan dari jemaat – 10% – melainkan sepersepuluh dari total persepuluhan yang diterima oleh suku Lewi – 1%.
Pertanyaan lanjutannya adalah: Siapakah orang Lewi menurut hukum Taurat? Berdasarkan kitab Bilangan pasal 4, kita ketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang ditunjuk secara khusus untuk mengurus barang-barang maha kudus (bani Kehat, ay 1-20), mengangkat segala perlengkapan Kemah Suci (bani Gerson, ay 21-28), dan mengangkat segala perkakas Kemah Suci (bani Merari, ay 29-33). Secara singkat dapat dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan Kemah Suci, yaitu orang-orang yang diperbantukan kepada keluarga Harun (imam-imam) demi terselenggaranya ibadah orang Israel.
Sekarang yang menjadi permasalahannya adalah, siapakah orang Lewi menurut versi Perjanjian Baru? Berdasarkan “job description” yang mereka miliki, maka seharusnya mereka adalah seluruh full timer gereja yang tidak ditahbiskan menjadi imam (pendeta). Mereka adalah orang-orang yang berhak untuk menerima persepuluhan dari jemaat untuk selanjutnya mereka memberikan sepersepuluh dari pendapatan mereka kepada para pendeta (imam).
Kedua, persembahan persepuluhan dari persepuluhan jemaat (1%) yang diberikan oleh orang Lewi kepada imam-imam, harus diberikan secara merata kepada semua anggota keluarga Harun. Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa Harun mendapatkan porsi yang lebih besar ketimbang anak-anaknya, Alkitab hanya menyatakan bahwa persembahan orang Lewi diberikan kepada seluruh keluarga Harun. Dengan demikian, tidak sepantasnya seorang gembala sidang mendapatkan porsi yang lebih besar ketimbang para pendeta lainnya.
Ketiga, sekaligus point terpenting yang harus kita pahami di sini. Makna di balik perintah Ma’aser Rishon adalah KEADILAN. Suku Lewi, termasuk keturunan Harun, sama sekali tidak menerima tanah pusaka. Oleh sebab itu, sebagai gantinya, sangatlah wajar apabila mereka menerima persembahan persepuluhan dari orang Israel (dengan perbandingan 1:11). Tujuannya adalah supaya SEMUA ORANG DAPAT MAKAN (secara adil). Adakah tujuan ini telah tercapai di dalam gereja? Mengapa terjadi kesenjangan sosial di antara para pendeta, khususnya antara gembala sidang dengan seluruh full timer yang bekerja di sana?
MA’ASER SHENI
(Ulangan 14:22-27)
14:22 "Haruslah engkau benar-benar mempersembahkan sepersepuluh dari seluruh hasil benih yang tumbuh di ladangmu, tahun demi tahun.
14:23 Di hadapan TUHAN, Allahmu, di tempat yang akan dipilih-Nya untuk membuat nama-Nya diam di sana, haruslah engkau memakan persembahan persepuluhan dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, ataupun dari anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu, supaya engkau belajar untuk selalu takut akan TUHAN, Allahmu.
14:24 Apabila, dalam hal engkau diberkati TUHAN, Allahmu, jalan itu terlalu jauh bagimu, sehingga engkau tidak dapat mengangkutnya, karena tempat yang akan dipilih TUHAN untuk menegakkan nama-Nya di sana terlalu jauh dari tempatmu,
14:25 maka haruslah engkau menguangkannya dan membawa uang itu dalam bungkusan dan pergi ke tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu,
14:26 dan haruslah engkau membelanjakan uang itu untuk segala yang disukai hatimu, untuk lembu sapi atau kambing domba, untuk anggur atau minuman yang memabukkan, atau apa pun yang diingini hatimu, dan haruslah engkau makan di sana di hadapan TUHAN, Allahmu dan bersukaria, engkau dan seisi rumahmu.
14:27 Juga orang Lewi yang diam di dalam tempatmu janganlah kauabaikan, sebab ia tidak mendapat bagian milik pusaka bersama-sama engkau.
Sekali lagi kita diperhadapkan dengan kenyataan bahwa gereja tidak konsekuen di dalam menerapkan konsep persepuluhan yang Alkitabiah. Sampai dengan hari ini, tidak pernah sekalipun saya mendengar ada seorang pendeta yang mengajarkan bahwa di dalam Alkitab terdapat suatu jenis persepuluhan yang boleh dimakan sendiri oleh pembawanya bersama dengan seisi rumahnya. Saya tidak tahu apakah ada unsur kesengajaan di sini – maksudnya supaya jemaat tidak mempertanyakan soal ini – atau memang mereka lupa untuk memberitakannya?
Mungkin salah satu kekhawatiran yang timbul dengan mengajarkan adanya suatu jenis persepuluhan yang boleh dimakan sendiri adalah kecenderungan manusia yang pada akhirnya tidak akan memberi sama sekali. Tetapi hal itu bukan urusan gereja, apalagi sampai menghakimi mereka yang tidak memberikan persepuluhan.
Adapun makna di balik persepuluhan kedua (Ma’aser Sheni) adalah KESETIAAN. Bangsa Israel diminta untuk membawa persepuluhan mereka ke Yerusalem (tempat yang kelak dipilih oleh Allah), atau bila terlalu jauh, mereka harus menguangkan persepuluhan mereka dan membelanjakan uang tersebut di Yerusalem, sesuka hati mereka, dengan tujuan agar mereka makan di hadapan Tuhan bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga mereka, yaitu setahun sekali yang dilaksanakan pada hari raya pesta panen, atau yang lebih dikenal dengan nama hari raya tujuh minggu, yang di kemudian hari dirayakan oleh orang Kristen sebagai hari raya Pentakosta. Apa tujuannya? Tujuannya supaya mereka belajar untuk takut akan Tuhan, Allah mereka (ay 23). Apa maksudnya?
Maksudnya adalah, mudah sekali bagi bangsa Israel untuk jatuh ke dalam salah satu bentuk penyembahan berhala dengan cara menyembah salah satu dewa/dewi kesuburan di tanah Kanaan (Mis: Asyera, Asytoret, Baal, dll). Dengan adanya hari raya pesta panen, yang diiringi oleh Ma’aser Sheni, bangsa Israel senantiasa diingatkan kepada satu-satunya sumber berkat yang harus mereka sembah, yaitu Yahweh (YHWH), Allah Penguasa alam semesta. Adakah makna kesetiaan seperti ini sudah menjadi bagian dari konsep persepuluhan gereja di masa modern? Perlu direnungkan dan didalami.
MA’ASER ANI
(Ulangan 14:28-29)
14:28 Pada akhir tiga tahun engkau harus mengeluarkan segala persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu dalam tahun itu dan menaruhnya di dalam kotamu;
14:29 maka orang Lewi, karena ia tidak mendapat bagian milik pusaka bersama-sama engkau, dan orang asing, anak yatim dan janda yang di dalam tempatmu, akan datang makan dan menjadi kenyang, supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau di dalam segala usaha yang dikerjakan tanganmu."
Pernahkah kita menemukan ayat-ayat di dalam Perjanjian Lama yang menyebutkan tentang adanya persembahan bagi orang-orang miskin atau yang lebih dikenal dengan istilah persembahan diakonia? Saya yakin tidak, mengapa? Karena memang tidak ada persembahan seperti itu di dalam PL. Orang-orang miskin, yaitu janda-janda, anak-anak yatim, dan bahkan orang asing, mendapat bagian mereka dari hasil penuaian yang terbuang (umpamanya buah yang jatuh dari pohon, Imamat 19:9-10 = 19:9 Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kau sabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu. 19:10 Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu) dan Ma’aser Ani yang dilakukan setiap tahun ketiga dan keenam dalam satu periode tahun sabat (7 tahun).
Jadi, berdasarkan keterangan ayat di atas, jelaslah bahwa salah satu fungsi dari persepuluhan di dalam PL adalah menyatakan BELAS KASIHAN, yaitu agar orang-orang miskin dan orang-orang asing tidak harus mati kelaparan, karena mereka tahu kemana mereka harus pergi untuk mendapatkan makanan, yaitu pintu gerbang kota (Sha’ar = Pintu Gerbang, KJV = Gates), dimana orang-orang Lewi bertugas untuk mengatur pembagiannya.
Ke mana Persepuluhan itu dibawa?
Banyak pendeta menyatakan bahwa persepuluhan harus di bawa ke gereja karena gereja adalah perwujudan Bait Allah di dalam PB. Tetapi Maleakhi 3:10 dan ayat-ayat lainnya di dalam PL menyatakan bahwa persepuluhan orang Israel harus dibawa ke rumah perbendaharaan, bukan ke Bait Allah, yang adalah tempat orang-orang Lewi bertugas untuk mengatur pembagian persepuluhan itu, agar setiap harinya terdapat persediaan makanan di Bait Allah. Bayangkan seandainya semua orang dari seluruh pelosok negeri Israel membawa sepersepuluh dari panen mereka ke Bait Allah, apakah kira-kira Bait Allah dapat menampungnya?
Selain itu, secara tegas Tuhan Yesus menyatakan bahwa tidak ada lagi bangunan Bait Allah di masa Perjanjian Baru, karena Bait Allah yang sesungguhnya adalah diri kita sendiri, yaitu orang-orang yang percaya kepada-Nya (Yoh 2:19-21, 1 Kor 3:16-17), yang didirikan bukan oleh tangan manusia, melainkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Jadi dari mana kita mau mempertahankan ide untuk membawa persembahan persepuluhan ke gereja (Bait Allah)?
Kalau begitu, ke mana bangsa Israel membawa persepuluhan mereka? Tergantung jenis persepuluhannya. Pertama, mereka membawa Ma’aser Rishon ke kota-kota orang Lewi yang tersebar di seluruh penjuru negeri Israel (Bil 35:1-8, Yos 21:1-42). Kedua, mereka membawa Ma’aser Sheni ke kota Yerusalem untuk dimakan bersama-sama di dalam perayaan pesta panen (Ul 14:24-26). Ketiga, mereka membawa Ma’aser Ani ke pintu gerbang kota masing-masing supaya janda-janda, anak yatim dan orang asing dapat makan dan menjadi kenyang (Ul 14:28).
Konteks Maleakhi 3
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, Maleakhi 3, khususnya ayat 6-12, adalah ayat-ayat yang banyak dipergunakan oleh para pendeta sebagai dasar untuk menyerukan persepuluhan. Tetapi hingga detik ini, jarang sekali ada pendeta yang mau menjelaskan sampai ke akar-akarnya bahwa konteks sejarah kitab Maleakhi adalah saat di mana bangsa Israel baru saja kembali dari masa pembuangan di Babel dan mereka masih saja hidup dengan cara yang sama sebagaimana nenek moyang mereka berdosa terhadap Allah (Maleakhi 1 s/d 4). Teguran keras/Murka Tuhan kepada para imam (Mal 2), Allah marah karena mereka membiarkan orang-orang Lewi lari ke ladang (bekerja) untuk penghidupan mereka (Neh 13:10-13). Dengan perkataan lain, mereka menindas dan mengambil jatah yang seharusnya adalah milik orang Lewi, janda-janda, anak yatim, dan orang asing (Mal 3:4-5). Siapakah yang dapat mengambil jatah milik orang-orang tersebut di atas? Ya, hanya para Imam yang mampu melakukan itu semua!
Bagaimana dengan kondisi gereja pada hari ini? Apabila gereja tetap mempertahankan konsep tentang persepuluhan menurut Perjanjian Lama, maka ketentuan yang sama, harusnya masih tetap berlaku bagi mereka. Persepuluhan adalah milik orang Lewi (Ma’aser Rishon), milik seluruh anggota keluarga (Ma’aser Sheni), serta milik janda-janda, anak yatim dan orang asing (Ma’aser Ani). Apabila uang persepuluhan diambil oleh para pendeta (imam-imam), khususnya gembala sidang, atau bahkan dipergunakan untuk membeli gedung dan peralatan sound system, maka penyelewengan yang dilakukan oleh gereja pada hari ini adalah penyelewengan yang sama yang telah dilakukan oleh bangsa Israel pada masa nabi Maleakhi. Merekalah (pendeta) yang sesungguhnya pantas disebut sebagai menipu Allah dalam konteks Maleakhi.
Mengapa? Pertama, mereka mengambil jatah yang sesungguhnya bukan milik mereka. Kedua, mereka selalu menyerukan tentang persepuluhan agar tersedia makanan di rumah Tuhan, tetapi mereka mempergunakannya untuk membeli properti gereja, apa namanya kalau bukan penipuan?
Hati Allah di balik perintah persepuluhan
Sudah jelas kiranya mengapa Allah memerintahkan persepuluhan di dalam PL.
Pertama, supaya terjadi KEADILAN di antara bangsa Israel, yaitu: Sebelas suku Israel mendapat tanah pusaka dan suku Lewi menerima sepersepuluh dari masing-masing suku yang kemudian memberikan sepersepuluh dari persepuluhan itu kepada imam-imam.
Kedua, supaya bangsa Israel belajar SETIA kepada Yahweh, Allah yang memberkati panen mereka.
Ketiga, menyatakan BELAS KASIHAN kepada mereka yang kekurangan.
Bukankah ketiga model persepuluhan itu sejalan dengan perintah yang terutama di dalam Perjanjian Lama?:
Ulangan 6:5 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu
Ulangan 10:12 "Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
Ulangan 30:6 Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu, sehingga engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau hidup
Imamat 19:18 Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.
Imamat 19:34 Orang asing yang tinggal padamu harus sama bagimu seperti orang Israel asli dari antaramu, kasihilah dia seperti dirimu sendiri, karena kamu juga orang asing dahulu di tanah Mesir; Akulah TUHAN, Allahmu
Hati Allah selalu tertuju kepada manusia, yaitu ciptaan-Nya yang serupa dan segambar dengan Diri-Nya. Sebagai Allah, tentunya Ia menghendaki agar semua orang dapat saling mengasihi. Tetapi sayang, dosa telah menghancurkan tabiat manusia sedemikian rupa sehingga Allah “terpaksa” memberikan perintah persepuluhan (juga perintah-perintah yang lain) agar manusia dipaksa belajar untuk saling memperhatikan dan saling mengasihi.
MAKNA PERSEPULUHAN DI DALAM PERJANJIAN BARU
Prinsip dasar yang tidak pernah berubah di dalam menafsirkan Perjanjian Baru adalah: Perjanjian Lama sudah digenapi oleh Kristus. Prinsip dasarnya tertulis di dalam Ibrani 8:7-12 (Sangat penting dibaca) yang dikutip dari kitab Yeremia 31:31-34.
Ketika bangsa Israel keluar dari Mesir menuju tanah Kanaan, Allah memberikan sebuah perjanjian yang disampaikan melalui hamba-Nya, nabi Musa, yang dimeteraikan dengan darah anak lembu dan domba jantan (Ibrani 9:19-20, Kel 24:6-8), tetapi bangsa Israel tidak setia terhadap perjanjian itu. Namun demikian, Allah tetap setia terhadap perjanjian-Nya. Oleh sebab itu, Ia mengutus Anak-Nya untuk menggenapi seluruh kebenaran hukum Taurat. Dan dengan ter genapinya perjanjian yang pertama melalui kehidupan dan pengorbanan Anak-Nya (tanpa dosa dan dikorbankan sebagai Anak Domba) – prinsip kebenaran menurut Taurat adalah: Hukum Taurat harus dilakukan sepenuhnya tanpa kesalahan sedikit pun (Yak 2:10), dan Tidak ada pengampunan tanpa penumpahan darah (Ibr 9:22, Im 17:11) –, maka Allah telah melakukan bagian-Nya di dalam perjanjian yang pertama. Bersamaan dengan itu, berdasarkan kasih Allah, Ia mengadakan suatu perjanjian yang baru melalui Anak-Nya, Tuhan Yesus, yang dimeteraikan dengan darah-Nya sendiri.
Alkitab menyatakan, berdasarkan perjanjian yang kedua, bahwa Allah akan menaruh hukum-hukum-Nya, yaitu melalui Roh Kudus, di dalam hati dan akal budi setiap orang yang percaya kepada-Nya (Ibr 8:10, 2 Kor 3:1-11). Dengan demikian, perjanjian yang pertama dinyatakan sudah tidak berlaku lagi, karena semua orang yang hidup di dalam Kristus adalah orang-orang yang terhisab ke dalam perjanjian yang baru (Ibr 8:13, Ef 2:15).
Apa perbedaan antara PL dan PB sehubungan dengan doktrin Persepuluhan?
Perjanjian Baru secara implisit (tersirat) menyatakan bahwa tidak ada lagi bangunan Bait Allah, tidak ada lagi kaum Lewi, dan tidak ada lagi pembagian kasta antara orang awam dengan imam-imam. Sebaliknya, Alkitab PB secara tegas menyatakan bahwa semua orang percaya adalah Bait Allah, yaitu tempat kediaman Roh Allah, dan semua orang percaya adalah imam-imam Perjanjian Baru. Oleh sebab itu, tidak dibutuhkan lagi adanya praktik persepuluhan – terutama Ma’aser Rishon – karena tidak ada lagi bangunan Bait Allah, dimana secara tidak langsung tidak dibutuhkan lagi adanya kaum Lewi dan imam-imam yang melayani di sana.
Mengapa Allah meniadakan persepuluhan di dalam Perjanjian Baru?
Bukan meniadakan, tetapi mengubah konsepnya secara keseluruhan. Di dalam PL, 10% adalah milik Allah, tetapi di dalam PB, 100% uang kita adalah kepunyaan Allah. Bahkan secara ekstrem dapat dikatakan sebagai berikut: Hidup kita adalah milik Tuhan, apalagi uang kita? Oleh sebab itu, tanggung jawab kita di dalam pemakaian berkat Allah (uang) jauh lebih berat ketimbang saudara-saudara kita di dalam PL.
Doktrin persepuluhan sama sekali tidak relevan dengan Perjanjian Baru
Misalkan, Bpk. A memiliki penghasilan 2 juta rupiah per bulan. Maka persepuluhan yang harus Bpk. A berikan adalah 200 ribu rupiah dan sisanya 1,8 juta dipergunakan untuk kehidupan sehari-hari, wajar bukan? Tetapi bagaimana dengan Bpk. B yang memiliki penghasilan 100 juta rupiah per bulan? Coba kita hitung, 10 juta rupiah untuk persepuluhan dan 90 juta untuk kehidupan pribadi, wajarkah menurut kita? Masih dapatkah kita berkata bahwa Bpk. B mengasihi Allah dan sesamanya? Sekarang bayangkan bagaimana nasib orang-orang kecil yang memiliki penghasilan kurang dari 500 ribu per bulan, masihkah Injil dapat dikatakan sebagai kabar baik apabila mereka masih tetap harus menyisihkan 50 ribu untuk gereja? Saya kira jawabannya sama sekali tidak, karena tidak mungkin berita Injil mengoyakkan hati nurani manusia, sebab dasar dari PB adalah KASIH, bukan lagi PERINTAH (PL).
Kembali kepada kehendak Allah yang semula
Pada mulanya Allah menghendaki persembahan berdasarkan kasih, namun karena ketamakan hati manusia, Allah memerintahkan persembahan (termasuk persepuluhan) berdasarkan hukum Taurat, tetapi kini Tuhan Yesus telah mengembalikan konsep pemberian kepada hukum yang semula, yaitu hukum Kasih, yang dijabarkan dengan istilah: Keadilan, Belas Kasihan dan Kesetiaan, yang ditandai dengan adanya kerelaan hati dan sukacita (2 Kor 9:7).
Di mana letak kesalahan gereja?
Letak kesalahan gereja adalah ketika gereja, yang adalah organisme, berubah menjadi organisasi. Gereja adalah jemaat (Ekklesia), yaitu orang-orang yang dipanggil keluar untuk suatu pertemuan. Bukan suatu tempat, bukan suatu institusi, apalagi menjadi suatu gedung pertemuan. Mungkin ada baiknya apabila kita mengganti kosa kata bahasa Indonesia “gereja” menjadi “jemaat” sehingga konotasi kita tidak salah sejak semula mendengarnya.
Ketika gereja menjadi suatu institusi dan tempat ibadah, secara tidak sadar kita telah kembali kepada pola Perjanjian Lama dengan Bait Allah dan struktur organisasinya. Kita kembali kepada pola Imam – Awam dengan menahbiskan pendeta-pendeta atau pastor-pastor yang secara tidak langsung membuat sebuah kasta baru di dalam Perjanjian Baru di mana orang-orang awam tidak boleh membaptis, mengucapkan berkat, atau melakukan tugas-tugas keimaman lainnya, padahal Alkitab mengajarkan bahwa setiap orang percaya adalah imam Perjanjian Baru.
Dengan berdirinya bait Allah-bait Allah yang baru (Baca: gereja), maka secara otomatis diperlukan juga orang-orang yang bertugas sebagai imam. Tentu saja hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan penghidupan dari imam-imam yang bekerja secara full time di gereja tersebut. Maka tidak perlu heran apabila jalan keluarnya adalah persepuluhan sebagaimana gereja kembali ke pola institusi dan keimaman, yaitu kembali kepada pola Perjanjian Lama.
Kapan gereja memberlakukan pola persepuluhan?
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Cyprian (https://id.wikipedia.org/wiki/Siprianus) pada abad ke-3 mulai memperkenalkan konsep persepuluhan untuk menyokong kehidupan para penginjil, tetapi konsep ini sama sekali tidak populer karena gereja pada waktu itu masih berbentuk gereja rumah. Perubahan besar terjadi ketika kaisar Konstantin bertobat pada abad ke-4 dan seketika gelombang Kristenisasi melanda seluruh Eropa. Hasilnya, gedung-gedung gereja mulai didirikan. Imam-imam diangkat dan ditahbiskan. Akhirnya, lahirlah institusi gereja, yang kemudian menjelaskan asal-muasal-nya gaji kependetaan, yaitu diambil dari persembahan-persembahan jemaat, termasuk persepuluhan. Baru pada akhirnya pada tahun 800-an, persembahan persepuluhan menjadi semacam kewajiban yang harus dibayarkan oleh jemaat.
Mungkin beberapa pendeta harus menyelami perkataan rasul Paulus berikut ini sehubungan dengan sumber penghidupan mereka: Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya. (2 Kor 2:17).
Salahkah menerima persembahan (termasuk “persepuluhan”) dari jemaat?
Tentu saja tidak, sebab rasul Paulus yang menyerukan agar kita semua tidak mencari keuntungan dari firman Allah, adalah orang yang sama yang menyebutkan, Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu. (1 Kor 9:13-14).
Kesalahannya bukan terletak pada boleh atau tidaknya hidup dari pelayanan, yaitu menerima persembahan dari jemaat, tetapi pada “kewajiban memberi persembahan” yang ditekankan oleh institusi gereja (atau pendeta), yaitu dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup para full timernya. Jangan lupa bahwa rasul Paulus, walaupun berhak menerima persembahan dari jemaat – berdasarkan prinsip 1 Kor 9:11 –, tidak mengambil persembahan tersebut, melainkan memberikan teladan bagi hamba-hamba Tuhan lainnya dengan cara bekerja membuat tenda (Kis 18:3). Namun demikian, ada pula saatnya dimana rasul Paulus menerima persembahan dari jemaat sebagai bekalnya untuk memberitakan Injil (Fil 4:15-18). Jadi, dengan perkataan lain, bukan soal menerima persembahan yang salah, melainkan kuk/beban memberi persembahan yang diletakkan kepada jemaat, yang salah.
KESIMPULAN
Memberi dengan sukacita dan kerelaan hati adalah salah satu tanda dari kedewasaan rohani, yaitu bukti adanya buah roh Kasih. Tentunya pemberian ini harus diukur berdasarkan motivasi di balik pemberiannya, bukan hanya sekedar adanya perasaan sukacita dan kerelaan hati. Motivasi yang paling benar adalah kasih kepada Allah, yaitu kesadaran bahwa Allah telah terlebih dahulu menyatakan kasihnya kepada kita. Tidak ada motivasi lain yang lebih tinggi nilainya daripada KASIH. Rasul Paulus pernah menekankan bahwa dari ketiga hal ini, yaitu: iman, pengharapan dan kasih, yang terbesar di antaranya ialah kasih (1 Kor 9:13). Kebenaran ini sejalan dengan pengajaran Tuhan Yesus perihal hukum Kasih di Matius 22:37-40:
22:36 "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?"
22:37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
22:38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
22:39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
22:40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
Standar inilah yang kemudian harus kita terapkan di dalam pelayanan kita – tertuju kepada para pendeta – yaitu bagaimana kita menyatakan kasih Allah kepada jemaat. Tujuannya tidak lain supaya mereka mengenal kasih Allah yang sesungguhnya, dan sebagai bonusnya (bukan tujuan utama) kita akan mendapatkan kasih dari mereka, khususnya dalam hal persembahan apabila nyata bahwa kehidupan kita memang bergantung dari pelayanan.
Jadi, apabila ada pertanyaan; bagaimana caranya agar para pendeta dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, maka jawabnya; “Dewasakanlah kerohanian jemaat, karena ketika mereka menjadi dewasa, maka secara otomatis mereka akan memberi (sesuai dengan kebutuhan pendetanya). Bukan untuk menjadikan pendeta mereka kaya raya! (yang pada akhirnya melenceng dari tujuannya yang semula), melainkan agar prinsip Keadilan, Kesetiaan dan Belas Kasihan dapat dinyatakan di antara tubuh Kristus”
ITT - Jakarta, 19 November 2014
--------o0o--------