Kita semua hidup di alam 3 dimensi; dimensi ruang, gerak dan waktu ... yang membuat kita nyata dan eksis di alam ciptaan Tuhan ini. Sebagaimana dimensi alam, manusia juga punya dimensi berpikir, berujar dan bertindak. Bila satu dimensi berkurang, kita seperti televisi yang hanya punya tampilan gerak dan suara tetapi tidak nyata ..... Mari berusaha mengharmonisasi ketiga dimensi ini supaya kita nyata dan berguna, seperti kehendak-Nya menciptakan kita.

Blogspot Kumpulan Artikel dan Pengajaran Kristen dalam Lingkungan Sendiri

Friday, March 9, 2007

Roma 11:17-23


11:17 Karena itu apabila beberapa cabang telah dipatahkan dan kamu sebagai tunas liar telah dicangkokkan di antaranya dan turut mendapat bagian dalam akar pohon zaitun yang penuh getah,
11:18 janganlah kamu bermegah terhadap cabang-cabang itu! Jikalau kamu bermegah, ingatlah, bahwa bukan kamu yang menopang akar itu, melainkan akar itu yang menopang kamu.
11:19 Mungkin kamu akan berkata: ada cabang-cabang yang dipatahkan, supaya aku dicangkokkan di antaranya sebagai tunas.
11:20 Baiklah! Mereka dipatahkan karena ketidakpercayaan mereka, dan kamu tegak tercacak karena iman. Janganlah kamu sombong, tetapi takutlah!
11:21 Sebab kalau Allah tidak menyayangkan cabang-cabang asli, Ia juga tidak akan menyayangkan kamu.
11:22 Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamu pun akan dipotong juga.
11:23 Tetapi mereka pun akan dicangkokkan kembali, jika mereka tidak tetap dalam ketidakpercayaan mereka, sebab Allah berkuasa untuk mencangkokkan mereka kembali.

Uraian

a. Surat Roma ditulis oleh Rasul Paulus, sekitar tahun 57 M. Surat ini ditulis dari Korintus kepada Jemaat Kristus di Roma, dengan tujuan mempersiapkan jalan bagi pelayanan di Roma dan rencana perjalanan ke Spanyol.
Tujuan khusus yang dapat dipelajari dari Kitab Roma ini adalah:
(1) Karena jemaat Roma rupanya mendengar kabar angin yang diputarbalikkan mengenai berita dan ajaran Paulus (mis. Rom 3:8; 6:1-2,15), Paulus merasa perlu untuk menulis Injil yang telah diberitakannya selama dua puluh lima tahun.
(2) Dia berusaha untuk memperbaiki beberapa persoalan yang terjadi di dalam gereja karena sikap salah orang Yahudi terhadap mereka yang bukan Yahudi ( mis. Rom 2:1-29; 3:1,9) dan orang bukan Yahudi terhadap orang Yahudi (mis. Rom 11:11-36).

b. Metafora tentang cabang yang patah kemudian dicangkokkan kembali, yaitu bangsa Israel, dan tunas liar yang dicangkokkan pada cabang yang telah dipatahkan itu, yakni bangsa nonIsrael, menunjukkan kemurahan Tuhan kepada semua bangsa (16-20). Bangsa-bangsa itu mendapat kesempatan untuk terus hidup dalam pohon anugerah-Nya. Oleh karena itu, Rasul Paulus berkata tidak ada alasan untuk bermegah baik bagi bangsa Israel maupun bagi bangsa nonIsrael (21-24). Yang patut menerima pujian hanyalah Tuhan yang memberi kesempatan dan anugerah untuk bangsa-bangsa, yang seharusnya mati dan binasa, namun sekarang beroleh hidup yang baru dalam Dia.

c. Saya mengajak kita untuk mendalami ayat 20. Dipatahkan dan dicangkok atau di cacakkan karena apa? Karena IMAN !!! Dan peringatan untuk JANGAN SOMBONG tetapi TAKUTLAH. Takut siapa? Takut kepada Allah.

Sebagian orang bereaksi negatif terhadap kata takut akan Tuhan. Tuhan menurut kita adalah Tuhan yang penuh kasih, baik dan lembut - dan itu memang benar. Kita menganggap sebagai pengikut Yesus, dosa yang mengikat kita telah dipatahkan - dan itu juga benar. Lalu untuk apa lagi kita perlu takut akan Tuhan yang penuh kasih itu? Bukankan kita selalu diampuni?

Dalam kehidupan ini seringkali kita menghadapi ketakutan. Ketakutan yang tidak beralasan seringkali menyerang hidup orang sebesar 80% dan 20% ketakutan yang beralasan. Takut akan Tuhan ada dua macam pemakaian kalimat bahasa Inggris yaitu:

Afraid of God -- Takut akan Tuhan karena kita berbuat dosa.

Fear of God -- Takut akan Tuhan karena kita menghormati Tuhan dan melakukan segala perintah-perintah Tuhan.

Pada saat ini kita akan membahas bagaimana mengembangkan rasa Takut akan Tuhan.

Apa Arti Takut Akan Tuhan?

Ada banyak diantara kita yang takut akan banyak hal seperti takut akan ketinggian, takut akan keramaian, takut berada di dalam lift, atau juga takut akan serangga. Sebagian bahkan membutuhkan terapi untuk mengatasinya. Takut akan Tuhan bukanlah seperti itu. Pengertian takut akan Tuhan menjadi jelas jika kita mengerti siapa dan seperti apa Tuhan itu.

Secara Alkitabiah, takut akan Tuhan berbicara tentang kekuatan, kebesaran, otoritas dan kekudusan Tuhan. Takut akan Tuhan adalah wujud ketakutan yang sehat. Artinya kita menghormati Dia, patuh dalam penghakimanNya atas dosa-dosa kita, berpegang pada Dia, mengenali Dia sebagai Tuhan yang absolut dan memuliakanNya. Takut akan Tuhan akan membawa kita lebih dekat pada Tuhan- bukan menjauh dariNya.

Mengapa Tuhan Menghendaki Kita Untuk Takut PadaNya?

Salomo berkata, takut akan Tuhan dan patuh padaNya adalah kewajiban setiap orang. Ams 1:7 dan Ams 9:10 mengajarkan bahwa takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan dan awal dari hikmat. Saat kita takut akan Tuhan, berserah dan memuliakanNya, kita sebenarnya menunjukkan bahwa kita mengenal Dia. Antara yang diciptakan dengan Sang Pencipta. Takut akan Tuhan menunjukkan bahwa kita menanggapi Tuhan dengan sungguh-sungguh dan kita berkeinginan untuk terus menyenangkanNya dengan segala perbuatan dan perkataan. Bahwa kita mendasarkan semuanya pada Tuhan, setiap waktu, setiap saat. Sehingga dengan demikian kita berkenan di hadapanNya dalam menghadapi tahta pengadilan Kristus.

Takut Akan Tuhan Mempersiapkan Kita

Begitu banyak orang yang tidak mengerti pentingnya hidup dengan rasa takut akan Tuhan yang wajar. Ada orang-orang yang terlihat religius, setidaknya mereka ke gereja setiap minggu. Ada pula yang mengaku percaya akan Tuhan tetapi sehari-harinya memberikan Tuhan waktu yang terlalu sedikit. Walaupun mereka mengaku percaya, tetapi mereka hidup selayaknya orang-orang yang tidak percaya. Itu sebabnya Alkitab penuh dengan peringatan untuk takut akan Tuhan.

Seringkali kita lupa akan Tuhan, mudah bagi kita untuk terfokus pada pemikiran kita sendiri dalam kehidupan dan menjadi lupa akan tujuan utama Tuhan memberikan kita kehidupan. Dia menginginkan kesetiaan kita, kasih kita, kebersekutuan kita dan puji-pujian kita. Sesungguhnya, tujuan kita yang terutama adalah untuk mempererat hubungan kita dengan Tuhan. Dengan rasa takut akan Tuhan dan berpegang pada perintah-perintahNya, kita akan berani dan siap menghadapi hari penghakiman untuk kemudian masuk dalam kehidupan kekal bersamaNya di surga.

d. Kesimpulan
Jika sekarang kita yang tadinya kafir boleh menjadi umat Allah, tentu kita justru harus bersyukur dan bukan takabur. Ingat bahwa kita tadinya tidak ambil bagian dalam perjanjian Israel. Kita tadinya bukan umat, tetapi kini beroleh semua warisan ajaib itu.

Renungkan: Kita adalah tunas liar yang dicangkokkan pada pohon anugerah-Nya. Apa yang kita terima adalah anugerah. Jadi kita harus bersyukur dengan hidup Takut Akan Tuhan.

ITT - 9 Maret 2007

Tuesday, February 27, 2007

6 Suara Paskah

Memasuki masa Perjamuan Kudus dan Paskah, saya menulis, mengutip dan menerjemahkan suatu rangkaian cerita yang didasari cerita mengenai pribadi Yesus Kristus ditilik dari pandangan berbagai orang disekitar kehidupanNya .....

Naskah sebenarnya dibuat dari tahun 2004 untuk Monolog paskah yang sampai sekarang belum dipentaskan :-( .... dan dimuat berseri untuk mailing list GPIB ... Selamat membaca dan menghayati arti pengorbanan Kristus.

Kepustakaan:

LAI – Alkitab Terjemahan Baru, Jakarta 1995
Kahlil Gibran – Jesus, The Son of Man, New York 1928
Naskah Apocrypha - Gospel of the Nativity of Mary (unknown date; late)
Naskah Apocrypha - Arabic Gospel of the Infancy of the Saviour
Kahlil Gibran – Lazarus and His Beloved, transcript organized by Mikhail Naimy, Beirut 1961
YLSA – SABDA v7.03, 1997
The Catholic Encyclopedia - Chronology of the Life of Jesus Christ, Volume VIII Copyright © 1910 by Robert Appleton Company, - Transcribed by Joseph P. Thomas In Memory of Archbishop Mathew Kavukatt.
Stephen Neill – A History of Christian Mission: Second Edition (History of the Church) (v.6) 1991


6 Suara Paskah - Sebuah Monolog Imajinatif


Anna, istri Joachim Ibunda Maria ....


Anakku Maria, seorang gadis yang berparas elok dan menawan. Ia jatuh hati pada seorang tukang kayu bernama Yusuf, dan yang menyedihkan hatiku .... ia ternyata berbadan dua sebelum menikah dengan Yusuf. Banyak hal yang tidak Maria ceritakan kepadaku, ... tetapi yang aku tahu, .... ia tak pernah dihampiri oleh lelaki manapun .... ia seorang wanita yang jujur dan takut berbuat dosa, ... dan Yusuf kekasihnya adalah seorang yang takut akan Tuhan, lurus hati dan pekerja keras.

Aku mengasihi mereka berdua, ... dan ketika mereka menikah, ... hatiku sangat gembira .... bukan hanya gembira ... ada suatu perasaan lain yang tak dapat kulukiskan tentang Calon Cucuku .... apalagi setelah Maria dan Yusuf menceritakan penglihatannya ketika dikunjungi oleh Malaikat Tuhan. Mungkinkah Cucuku ini seorang yang luar biasa? Sehingga kehamilannyapun merupakan misteri .... ah ... Kiranya Bapa melindungi Cucuku ini......

Kemudian Cucuku lahir .... walau ternyata lahir dikandang domba di Betlehem .... Ia dikunjungi oleh tiga orang pengembara yang berkelana mencari kelahiran seorang raja ... mereka mengikuti bintangNya ... yang menunjuk ke kelahiran Cucuku .... Ya Tuhan ... apakah ini pertanda Cucuku akan mejadi seorang Raja....?

Salah seorang dari ketiga pengembara itu berpesan kepada Maria: “Anak ini masih sangat kecil dan belum cukup umurNya ketika kami melihatnya, ... tetapi kami melihat kedamaian dimataNya dan kebahagiaan dibibirNya yang tersenyum .... kedamaian dan kebahagiaan yang hanya Tuhan dapat berikan ....” ... “Jagalah Ia dengan baik ... karena suatu hari nanti ..... Ia akan menjaga kita semua ...”

Ketika Ia mulai tumbuh besar .... nyatalah bahwa Cucuku berbeda dengan anak-anak sebayaNya .... Ia suka menyendiri dan sangat tenang .... terkadang kami sulit mengaturNya, ... karena kami tidak memahami jalan pikiranNya, ... yang ternyata jauh lebih dewasa dari badanNya. Banyak kata-kata yang Ia ucapkan tidak kami mengerti ... tapi sepertinya sangat bijaksana .... Ia sangat penyayang .... Ia akan mengambil makanan dari dapur dan memberinya kepada pengembara yang lewat di dusun kami .... dan membagi kue yang bahkan belum dimakannya kepada teman-temanNya..... Ia sering memanjat pohon di kebun kami .... mengambil buah-buahan .. tetapi tidak dimakanNya sendiri, melainkan dibaginya bersama teman-temanNya...... dan mereka menyebutnya pesulap, ... karena Ia dapat menjadikan hal-hal yang ajaib dengan tanganNya.

Aku bahagia ... karena Cucuku sangat disayangi semua penduduk Nazareth .... suatu kebahagiaan yang luar biasa yang belum pernah kurasakan sebelumnya ....

...... Lalu Ia dewasa dan meninggalkan Nazareth ..... Ia yang berjalan diikuti oleh banyak orang .... Yang mengajarkan hal baru tentang Kasih terhadap musuh .... Yang bernubuat seperti nabi dan melakukan banyak mujizat .....

Kemudian kabar buruk itu tiba .... Cucuku telah tiada ... Ia mati bagai seorang penjahat hina .... Ya Tuhan .... begini pendek-kah hidupNya? ... Ia masih sangat muda .... mana keajaiban Tuhan yang menyertainya ... mana mujizat-mujizat yang selalu Ia lakukan untuk menyembuhkan orang dan membangkitkan yang mati ... ? Adilkah Tangan Kematian Tuhan atasNya ... ? Bukankah kelahirannya bertanda kelahiran seorang Raja? ... Lalu mengapa Ia harus pergi begitu cepat ...? ah Tuhan ... beribu tanya dan duka ada di hatiku .....

Tetapi ketika aku menatap anakku Maria, .... aku heran .... mengapa ia begitu tabah dan teduh? .... airmatanya seperti tersenyum .... mungkinkah ia mengetahui sesuatu yang tidak aku tahu....? rasanya perasaan ini sama ketika aku mengetahui kehamilannya dan kelahiran Cucuku .... pasti ada sesuatu dalam kedukaan ini .... ada sesuatu yang besar ... lebih besar ..... bahkan sangat besar dibandingkan saat kelahiran Cucuku ...


Ahas, pemilik penginapan

Aku teringat terakhir kali aku melihat Yesus orang Nazareth.

Ketika itu beberapa muridNya datang mencariku ... waktu itu hari kamis tengah hari ... Yudas, salah seorang muridNya memberikan kepadaku 2 keping perak untuk menyiapkan makan malam bagi rombongan mereka ......

Istriku terkejut mengetahui hal itu dan berkata: “... ini benar-benar suatu kehormatan bagi kita” ... “Yesus adalah seorang Nabi ... Ia mengadakan banyak mujizat dan keajaiban” ... “mari, kita siapkan makan malam terbaik bagi mereka ...”

Mereka tiba sesaat sebelum matahari terbenam ... mereka masuk dan memberiku salam ... kami memberi mereka tempat di ruangan atas yang bagus ....

Ada yang aneh dengan kedatangan mereka kali ini ... tampaknya mereka begitu berbeda ... kalau sebelumnya .. sekitar setahun lalu mereka datang .. mereka kelihatan begitu bersemangat dan gembira, ... kelihatannya kali ini mereka begitu lesu dan tertekan ... Hanya Yesus yang tidak berubah .. tetap tenang, lembut dan berwibawa .. tatapan mataNya penuh kasih dan kedamaian .... alangkah damainya kurasa bertatapan dengan Yesus.

Menjelang tengah malam mereka turun .... dan ketika aku, istriku dan anak gadis kami satu-satunya terbangun ..... ia menyapa kami dengan suara yang luar biasa lembut dan damainya ....... Sambil meletakkan tangan di atas kepala anak gadis kami Ia berucap; “Damai Sejahtera Bagimu...Suatu saat, kami semua akan kembali ke sini dan tinggal sampai fajar menyingsing ....” ...”kalian telah melayani kami dengan baik ... dan Aku akan mengingat kalian di kerajaanKu”

Aku menjawab ... “Tuan ... Guru ... suatu kehormatan bagi kami melayaniMu” ... “penginapan lain sering iri melihatMu memilih kami, .. bahkan jujur saja aku sering menyombongkan hal itu di pasar bila bertemu mereka....”

Ia menjawab: “Setiap pemilik penginapan haruslah bangga untuk melayani tamunya. Karena barangsiapa memberi roti dan anggur ... adalah saudara dari mereka yang menuai di ladang gandum dan pekerja di ladang anggur.” .... “Aku mengenal kalian, sebagai orang yang melayani dengan baik setiap tamu yang datang dengan lapar dan dahaga kesini .... setiap tamu, bahkan dalam ketidak punyaan mereka...”

Ia menoleh ke Yudas dan berkata “Berikan kepadaKu dua syikal” ... Sambil memberikan permintaan Gurunya Yudas berbisik; “Guru, ... kas kita kosong sekarang ...” .... Yesus berkata; “Segera ... tidak lama lagi Yudas ... kantongmu akan penuh dengan uang perak ... tidak lama lagi...”

Ia meletakkan dua syikal itu ke dalam tanganku dan berkata; “belilah baju yang baru untuk anak gadismu dan pakaikanlah pada makan paskah untuk mengenangku” .. Lalu Ia membungkuk dan mencium kening anakku ..... menatap kami bertiga ... dan sekali lagi berkata “Damai Sejahtera Bagimu” ... dan merekapun berlalu ....

Kini setelah beberapa tahun berlalu .... aku tak pernah melihatNya lagi .... aku mendengar mujizat besar telah terjadi ... dan pengikutNya bertambah-tambah banyak .... , ... aku juga diberitahu bahwa kejadian malam itu di penginapan kami dicatat oleh para muridNya dan ucapanNya dapat terbaca dalam catatan mereka ... ah ... tak akan pernah aku lupa dan masih terngiang jelas ditelingaku suara lembutNya ... “Damai Sejahtera Bagimu....”

Sungguh istriku benar .... Sungguh anakku beruntung ... Sungguh kami semua diberkati .... Sungguh  Ia seorang yang Besar ......


Seorang Yahudi di Luar Yerusalem - Mengenai Yudas Iskariot

Yudas datang kerumahku di malam sebelum paskah. Ketika itu hampir tengah malam ... ia mengetuk pintu dengan keras .... seisi rumah terbangun olehnya.

Waktu ia masuk, ia kelihatan begitu kusut .. pakaiannya basah kuyup oleh hujan keras dan badai di luar .... tangannya gemetar dan bibirnya membiru kedinginan ....

Dengan suara parau dan bergetar ia berkata; “aku telah menyerahkan Yesus .... aku menyerahkan Ia ke musuhNya ... ke musuhku ....”

“Ia mengajarkan kami bahwa Ia akan mengalahkan semua musuhNya dan musuh bangsa kami ... Aku percaya dan mengikutiNya ...”

“Waktu pertama memanggil kami, Ia menjanjikan kerajaan yang baru dan besar .... tapi apa yang terjadi ... ? .... KerajaanNya hanya ada di hati .. kerajaanNya tidak nyata ...”

“Aku berharap dapat masuk ke kerajaan baru itu dengan kemenangan atas penjajah Roma, ... atas penindasan bangsa kami ... atas segala kejatuhan bangsa kami .... dengan hukum baru yang adil dan sejahtera ...... tapi apa yang terjadi ...? ... HukumNya hanya ajaran Kasih, ... Kemurahan Hati, .... dan Mengampuni .....”

“Aku putus asa .... harapanku musnah sudah .... dan Ia yang memusnahkan harapan dan impianku harus musnah juga ...., karena harapan dan impianku lebih berharga dari nyawa seseorang ...”

“Hari ini Ia mati di kayu salib .... aku melihatNya .. Ia mati seperti seorang raja ... tapi mengapa ia tidak hidup seperti seorang raja?!!!!”

“Ia bahkan mengasihi aku dan orang-orang yang menyalibkanNya... mengapa? ... mengapa? ..... Ya Tuhan .....” Yudas mulai terisak dan menangis ....

Dengan menggelengkan kepala ..... aku berkata; “Yudas, ......... kau telah melakukan kesalahan besar ...”

Yudas hanya diam terisak .....

Lagi aku berkata; “Yudas, .... kau telah melakukan kejahatan besar .....”

Yudas terduduk ... isak tangisnya semakin besar .....

Lalu dengan tegas aku berkata; “Yudas, ... kau telah melakukan dosa besar .... !!!!!”

Yudas berpaling dan berjalan menuju pintu ..... sebelum berlalu ia berkata; “Maafkan aku telah mengganggumu malam-malam begini .... Ia mati sebagai Raja dan aku akan mengikutinya sebagai penjahat dan pendosa besar ... Tapi aku juga tahu ... bahwa Ia akan mengampuniku ...”

“Sebentar lagi jiwaku akan terbebas ..... terbebas dari harapan dan impianku .... bebas dari tubuhku yang berdosa ini ....”

“Ceritakan pada anak-anak dan keturunanmu ... Yudas Iskariotlah yang menyerahkan Yesus dari Nazareth kepada kematian ...Yudas Iskariotlah yang membunuh Yesus dari Nazareth”

Lalu Yudas berjalan keluar ..... segera tubuhnya terbungkus hujan dan angin badai ..... sayup terdengar ia menjerit; “Ya Tuhan ... mengapa Engkau membakarku dengan api yang tak bercahaya ini .... ???”

Tiga hari kemudian, ketika aku ke Yerusalem ... aku mendengar semua cerita itu .... Juga cerita bahwa salah seorang muridnya bernama Yudas Iskariot telah mati menyusulNya.

Ah ... aku mengerti Yudas .... harapan dan impiannya atas kebebasan telah menyalibkan dan membunuh Yesus dari Nazareth ...... dan akhirnya membunuh dirinya sendiri.


Claudius, Kapten Romawi pada Benteng Anthonia, markas Pontius Pilatus

Setelah Ia ditangkap, mereka menyerahkanNya kepadaku dan Pontius Pilatus memerintahkan aku untuk menahannya dalam pengawasanku.

Tengah malam, aku mengadakan patroli. Adalah kebiasaanku sebagai komandan batalion garnisun markas pada benteng Anthonia, markas Gubernur Pontius Pilatus, untuk mengadakan patroli setiap saat yang kurasa perlu untuk menjaga ketertiban pasukanku.

Ketika tiba di tempat Ia ditahan .... aku melihat beberapa pasukanku dan beberapa orang Yahudi sedang mengolok-olok dan mempermainkanNya. Mereka merobek pakaianNya dan memakaikanNya mahkota dari duri dikepalaNya dan mengejekNya sebagai raja.

Begitu aku masuk .... mereka semua berhenti dan salah seorang dari pasukanku melapor; “kapten, inilah Raja orang Yahudi ...”

Aku berjalan mendekati dan memandangNya ..... ketika Ia mengangkat muka menatapku .. aku merasa malu dan takut ... ya malu .... takut ..... entah kenapa, perasaan itu langsung menyergapku ....

Aku telah menjadi prajurit selama hampir 10 tahun ... aku telah bertempur di Gallia dan Spanyol ... menghadapi maut berulang kali ... tapi tak pernah aku merasa seperti ini ... malu dan takut ..... bibirku terkunci di depan Orang Galilea ini ... aku tak dapat berkata apa-apa!!!!

Segera aku meninggalkan Orang ini ....

Ini terjadi hampir 30 tahun lalu, ... sekarang aku telah tua dan lemah ... anak-anakku telah dewasa dan putra-putraku telah menjadi prajurit Roma yang hebat. Tetapi sering dalam menasihati mereka aku menceritakan tentang Ia ... tentang bagaimana Seorang Manusia yang menghadapi maut dengan gagah berani ... dan bahkan mengasihani musuhnya yang menghukumnya ...... dan disaat kematianNyapun dewa-dewa berpihak kepadaNya dengan menurunkan kegelapan yag pekat.

Ya, bahkan dalam hati kecilku aku mengakui .... Pompei dan Caesar pun bukan tandingan bagi Orang dari Galilea ini ......

(Ada beberapa hal aneh yang terjadi dan tak pernah aku bicarakan dan tetap kurahasiakan ...... prajurit yang kuperintahkan untuk menjaga makam Orang Galilea ini ..... pada hari Minggu Dinihari tertidur, ... dan mereka kehilangan jazadNya. Dari beberapa pemeriksaan yang kulakukan terhadap para prajurit itu dan pada tempat kejadian .... Adalah tidak mungkin memindahkan batu penutup gua kubur Orang Galilea ini tanpa membangunkan para prajurit yang menjaganya. Paling tidak membutuhkan beberapa orang yang sangat kuat untuk memindahkan batu itu.)


Simon dari Kirene, Pembawa Salib Yesus

Aku lagi menonton keramaian itu, .... beberapa penjahat yang disalib .... mereka memikul salibnya sendiri ke Golgota ... bukit tempat penyaliban para penjahat. Ada yang menarik di sini, ... yang berjalan terdepan sebagai penjahat yang dihukum adalah Orang Galilea yang diceritakan banyak membuat mujizat ... bahkan membangkitkan orang mati ..... Mengapa Ia disalib ...?

Rasa ingin tahuku membuatku berjalan berdesakan mengiringiNya ..... berkali-kali Ia hampir terjatuh .... kelihatannya Ia sangat capek membawa salibNya .... dan mendekati gerbang kota ... Ia terjatuh dan aku terpana melihat derita Orang ini .....

Seorang prajurit memaksaNya berdiri dan menderaNya .... dan ketika Ia tak mampu lagi, prajurit itu mendorong tubuhku dan berteriak; “Bantu Ia memikul salibNya!!!!” .... terlalu takut untuk menolak dan didorong oleh rasa kasihan aku membantuNya berdiri dan mulai memikul salibnya ..... “Ahhhh ... Luar biasa beratnya salib ini ... sanggupkah aku ...?”.

Dengan perlahan aku mulai memikul .... Orang Galilea itu berjalan perlahan dibelakangku .... Kayu yang tebal dan basah ini menyulitkan aku melangkah ..... tetapi ketika Ia mulai memikul dan meletakkan tangannya di bahu kiriku .... seketika beban salib itu seperti terangkat dariku ..... dengan takjub aku terus melangkah, ... sungguh Orang Ini bukan manusia biasa ...... bahkan menuju ke-kematianNya-pun masih terjadi mujizat ......

Tiba di bukit ... mereka memaku kaki dan tangannya ke salib itu ... tiada keluhan dari mulutnya dan getaran pada tubuhnya ... seakan Ia menelan seluruh kesakitannya kedalam dasar hatinya ... dan matanya yang ajaib, tetap teduh damai ...... Hatiku terlalu takjub untuk mengasihani nasib orang ini ... siapakah sebenarnya yang perlu dikasihani ...? musuhNya ataukah Orang Galilea ini .... ?

Kejadian itu telah lama berlalu, ... dan terkadang dalam pikiranku terlintas .... Sekiranya dapat terulang, maka akan kubawa salib Orang Ini sampai ke akhir hidupku, tetapi dengan berjalan sertaNya dan tanganNya pada bahuku.

(Kyrene yang sekarang adalah Tripoli, Libya, adalah tempat berasalnya ratusan missionaris-missionaris pada abad pertama setelah Kristus, yang memberitakan injil sampai ke Eropa dan Asia.)


Lazarus, Sahabat Yesus yang Dibangkitkan dari Kematian

Pagi ini Hari Raya Paskah ..... Domba Paskah akan disembelih ....

Sudah dua hari ini mataku tak mau terpejam ..... batinku gelisah dan hatiku sedih ..... Yesus kekasih jiwaku telah pergi ... Ia telah tiada .....

Ia yang dalam kebesaranNya memberikan kembali aku hidup melalui Bapa di Surga, telah kehilangan nyawaNya sendiri ..... dan betapa kenyataan itu menekan jiwaku ....

Jiwaku berontak .... jiwaku tersalib bersamaNya ..... apalagi gunanya hidup dalam jasmani ini ... sedang Sahabatku terbaring kaku di kuburanNya yang dingin ...????

Mengapa Tuhanku mengasingkan aku dalam jasmani fana ini? Sementara jiwaku terpaku pada kayu salib itu ....? Ia yang memanggilku dari gelapnya kematian, telah menyerahkan dirinya kepada kegelapan yang melebihi kematian ......

Apa yang telah Ia lakukan hingga Tuhanku berpaling dariNya .... ? Bukankah kami ini yang ditinggalkanNya yang harus kehilangan Wajah Tuhan dan bukan Ia ...?

Berdiri di jendela menatap pekatnya malam menjelang dinihari .......

Di dalam kepedihan hatiku .... sebersit terang perlahan terbit ..... seluruh ucapanNya mulai terngiang dan membentuk pengertianku .... Domba Paskah telah terganti oleh tubuhNya .... Persembahan yang hidup telah disembelih .... Murka Tuhan telah direnggut oleh matiNya ....... Manusia bebas oleh perbudakan dosa oleh kematianNya !!!

Seperti Tuhan menjalani Mesir untuk menulahinya .... dan anak sulung Israel terhindar dari maut oleh darah pada ambang tiang pintunya ..... sekarangpun Tuhan telah menjalani negeri ini, .... dan manusia terhindar dari sengatan murka dosa oleh darah Yesus pada kayu salibNya.

Ternyata benar kata orang bijak; .... kegelapan terpekat adalah menjelang terbitnya matahari .....

Kupejamkan mata dan menikmati kepedihan ini perlahan mengalirkan semangat ke jiwaku yang beku oleh kematianNya ...... sungguh Sahabatku ini kisahNya belum berakhir .... aku akan ke Yerusalem dan merayakan Paskah ini .... Paskah baru ....

“Lazarus .... Lazarus ......” terdengar teriakan memanggilku .......

“Lazarus ...... Ia telah bangkit !!!!! ..... Guru telah bangkit ...... kuburNya kosong”

“Tuhan telah membangkitkanNya .......”

Terkejut mendengar teriakan itu ... aku terjatuh dan berlutut ...... hanya satu kalimat untuk Allahku dalam doa ini; “..... KEMULIAAN BAGI ALLAH DI TEMPAT YANG MAHA TINGGI ......”


ITT - 27-02-2004


~Selesai~

Friday, May 12, 2006

Mazmur 116:12-19


116:12 Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?
116:13 Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama TUHAN,
116:14 akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh umat-Nya.
116:15 Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.
116:16 Ya TUHAN, aku hamba-Mu! Aku hamba-Mu, anak dari hamba-Mu perempuan! Engkau telah membuka ikatan-ikatanku!
116:17 Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu, dan akan menyerukan nama TUHAN,
116:18 akan membayar nazarku kepada TUHAN di depan seluruh umat-Nya,
116:19 di pelataran rumah TUHAN, di tengah-tengahmu, ya Yerusalem! Haleluya!

“Bersyukur”

Allah pasti mempertahankan milik-Nya. Mazmur ini dibuka dengan ungkapan pemazmur, “Aku mengasihi Tuhan”. Kasih pemazmur ini merupakan respons terhadap kasih Allah yang telah menyendengkan telinga-Nya kepadanya (ayat 2). Ungkapan ini didasari pada pengalamannya dibebaskan dari bahaya maut. Memang tidak disebutkan oleh apa bahaya maut itu disebabkan, tetapi ia merasa sudah tertangkap oleh sang maut (ayat 3). Pemazmur menuturkan bagaimana ia mengalami krisis iman ketika tenggelam dalam penderitaannya. Tidak ada seorang pun yang menolong. Sendiri dalam penderitaan melahirkan kekecewaan yang dalam (ayat 11). Namun, keadaan itu tidak menggoyahkan kepercayaannya kepada Tuhan (ayat 10). Wajar bila pemazmur rindu untuk membalas segala kebaikan Allah. Ia akan mengangkat piala keselamatan, menyerukan nama-Nya (ayat 13), membayar nazarnya di depan umat Allah (ayat 14,18); mempersembahkan kurban syukur kepada Allah. Arti nya, ia ingin hidupnya selalu memuliakan Allah.

Dari pengalaman iman pemazmur bersama Allah ini, kita belajar tiga hal.

Pertama, hakikat hidup kita adalah karunia Tuhan semata-mata, dan bernilai kekal.
Kedua, hidup kita berharga di mata-Nya. Hal ini makin membuat kita menghayati kehadiran dan keberadaan Allah yang mempedulikan keberadaan umat-Nya. Bahkan tidak akan dibiarkan-Nya kematian menjemput mereka sebelum waktunya (ayat 15).
Ketiga, kebaikan Allah yang juga bernilai kekal itu diresponi dengan sikap paling mulia, yaitu mengabdi sebagai hamba-Nya, makin mengasihi-Nya untuk selama-selamanya.

Mari kita Renungkan: Allah mengizinkan kita mengalami “krisis iman” agar kita menyadari dan makin menghayati kasih setia Allah dalam hidup kita.

Tiga dimensi waktu.

Orang Kristen hidup dalam tiga dimensi waktu yaitu masa kini, masa lalu, dan masa depan, sesuai dengan ungkapan pemazmur di pasal ini. Pada masa kini ia mengasihi Allah (1), pada masa lalu: "Ia mendengarkan suaraku" (2), dan di masa depan "seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya" (3).

Pemazmur sendiri hidup dalam tiga dimensi: setelah doanya terjawab (masa lalu), dia mengasihi Allah (masa kini), dan dengan permohonan doa-doanya, ia melanjutkan hidup masa depannya.

Dalam Mazmur ini, dimensi yang ke tiga merupakan tindakan konkrit, karena kasih karunia Allah sudah dilimpahkan kepada manusia (ay. 2, 13, 17). Bahkan di ayat 13, bila dilihat berdasarkan perspektif Perjanjian Baru tentang cawan Yesus, ini bermakna bagi setiap Kristen yang sudah menerima kasih karunia bahwa "mengangkat cawan keselamatan" berarti
(a) bukti ia berserah dan percaya sepenuhnya kepada-Nya;
(b) taat kepada-Nya dalam segala situasi;
(c) memelihara persekutuan dengan-Nya; dan
(d) tetap berpengharapan akan bersekutu dengan-Nya.

Empat hal itu adalah ungkapan "aku mengasihi Tuhan" (ay. 1). Bila Mazmur ini ditempatkan dalam kehidupan Kristen, maka tiga dimensi waktu yang berkesinambungan itu hanya akan berakhir ketika Bapa memanggil kita pulang.

Illustrasi Garam & Telaga.

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.
Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar Pak tua itu.

"Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.

Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. "Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?". "Segar.", sahut tamunya. "Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi. "Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. "Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.
"Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. "Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."

Membuat Telaga itu hanya satu cara: Bersyukur !!!

Kesimpulan dari Mazmur ini hanya satu, yaitu; Hakikat hidup orang percaya adalah "Bersyukur".

Klimaks.

Hidup kita merupakan pemberian Allah bagi kita, Apa yang kita lakukan dalam hidup adalah pemberian kita bagi Allah (ULANGI)

ITT - 12 mei 2006