5:1 Kemudian Musa dan Harun pergi menghadap Firaun, lalu berkata kepadanya: "Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Biarkanlah umat-Ku pergi untuk mengadakan perayaan bagi-Ku di padang gurun."
5:2 Tetapi Firaun berkata: "Siapakah TUHAN itu yang harus kudengarkan firman-Nya untuk membiarkan orang Israel pergi? Tidak kenal aku TUHAN itu dan tidak juga aku akan membiarkan orang Israel pergi."
5:3 Lalu kata mereka: "Allah orang Ibrani telah menemui kami; izinkanlah kiranya kami pergi ke padang gurun tiga hari perjalanan jauhnya, untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allah kami, supaya jangan nanti mendatangkan kepada kami penyakit sampar atau pedang."
5:4 Tetapi raja Mesir berkata kepada mereka: "Musa dan Harun, mengapakah kamu bawa-bawa bangsa ini melalaikan pekerjaannya? Pergilah melakukan pekerjaanmu!"
5:5 Lagi kata Firaun: "Lihat, sekarang telah terlalu banyak bangsamu di negeri ini, masakan kamu hendak menghentikan mereka dari kerja paksanya!"
5:6 Pada hari itu juga Firaun memerintahkan kepada pengerah-pengerah bangsa itu dan kepada mandur-mandur mereka sendiri:
5:7 "Tidak boleh lagi kamu memberikan jerami kepada bangsa itu untuk membuat batu bata, seperti sampai sekarang; biarlah mereka sendiri yang pergi mengumpulkan jerami,
5:8 tetapi jumlah batu bata, yang harus dibuat mereka sampai sekarang, bebankanlah itu juga kepada mereka dan jangan menguranginya, karena mereka pemalas. Itulah sebabnya mereka berteriak-teriak: Izinkanlah kami pergi mempersembahkan korban kepada Allah kami.
FUNGSI HUKUM DALAM PENATAAN MASYARAKAT
PENDAHULUAN
NILAI ( VALUE ) Setiap masyarakat memiliki warna kehidupan sendiri. Yang saya maksudkan dengan warna kehidupan masyarakat itu : fungsi-sistem budaya, fungsi-sistem agama suku, fungsi-sistem pemerin-tahan, dan sebagainya. Fungsi-sistem itu berintikan nilai-nilai, seperti : kebaikan, damai-sejahtera dan sukacita, pemeliharaan dan ketertiban, kuasa dan kasih, anugerah dan keselamatan, kebenaran dan keadilan, dan lain-lain. Nilai-nilai itu dipegang dan diwariskan turun-temurun.
KEBUTUHAN (NEEDS). Manusia memiliki kebutuhan (need) hidup. Hal ini dapat dibuktikan oleh tujuan kerjanya. Siapapun yang bekerja so pasti punya tujuan atau cita-cita yang ingin dicapainya. Ada kebutuhan (need) individu dan juga kelompok (termasuk keluarga dan masyarakat serta organisasi). Jika di dalam kehidupan bersama dengan orang lain, seseorang mengejar kebutuhannya sendiri, tanpa menghiraukan kepentingan sesama kelompok dan organisasinya, maka akan muncul konflik internal (yang saya maksudkan : peselisihan antar individu di dalam kelompok). Oleh karena itu, setiap individu wajib mempertimbangkan dan memperhatikan kebutuhan / kepentingan sesama di dalam kelompok. Inilah salah satu kekhasan sifat manusia sebagai makhluk sosial (homo-socius).
PENGALAMAN BERAGAMA. Awalnya manusia tidak mengenal. Bayangkanlah seorang bayi manusia yang dilepas dalam alam bebas. Ia akan beradaptasi dengan makhluk di lingkungan hidupnya. Jika ia dipelihara seekor simpanse, maka ia akan meneladani pola perilaku induk semangnya. Berbeda dari pola pikir dan perilaku manusia.
Kemudian ketika ia ditemukan oleh seorang pencari kayu di hutan, lalu dibawa pulang dan di rawat, si bayi manusia akan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggalnya yang baru.
Kiasan singkat itu saya pakai untuk menjelaskan pengalaman manusia dalam perjumpaan dengan lingkungan hidupnya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Pada perjumpaan itu wawasan berpikir dan kehidupan bathiniah berkembang secara perlahan-lahan, bukan eksplosif (revolusi).
1). PENGALAMAN PRIBADI.
Sebutkanlah sebuah contoh : Perjumpaan Musa dengan Allah, yang menyebut Diri-Nya : YIHYEH ASHER YIHYEH (Kel. 3:10–15). Sejak kecil Musa dan bangsanya belum mengenal sebutan / nama itu. Mereka menyebutnya : YANG MAHAKUAT, Allah Abraham, Ishak dan Ya’akob. Israel, pada masa Musa, belum menyapa Allah (Elohim) dengan sebutan/nama YHWH. Musa pun mewarisi pemahaman iman ini dari kedua orang tuanya dan para tetua suku Lewi. Jadi, konsep/gagasan ideal tentang YIHYEH ASHER YIHYEH masih kabur dalam benak Musa. Apalagi jika kita bayangkan, Musa dibesarkan dan dididik di dalam lingkungan istana Pharaoh Mesir. So pasti, ia lebih mengenal gagasan keagamaan Mesir dari pada Agama leluhurnya. Lantas karena Musa membunuh orang Mesir demi membela saudara sebangsanya, ia takut lalu melarikan diri sampai ke Moab. Di Moab ia bekerja sebagai penggembala domba pada seorang Imam di Moab : Jithro.
Saat Musa menggembalakan domba di padang rumput, ia melihat keanehan (supranatural). Belukar terbakar, tetapi rumputnya tidak hangus. Karena rasa ingin tahu Musa mendekati tempat itu. Di sana ia mendengar suara. Suara itu memperkenalkan Diri selaku Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.
Peristiwa supranatural (keanehan, keajaiban, mujizat) itu menstimulir akalbudi dan hati nurani Musa. Ia berpikir. Musa mendesak Pribadi Yang Berfirman (berbicara), agar menyatakan Nama / Sebutan-Nya. Namun Pribadi itu menyebutkan : AKU ADALAH AKU YANG AKU ADA (YIHYEH ASHER YIHYEH) Musa mengulang pertanyaan. Mengapa ? Sebab Nama / Sebutan itu tidak menyebut sebuah nama seperti lazimnya : Yakub, Abraham, Ishak, Harun atau yang lain. Pribadi Yang Berfirman hanya menyebut : AKU ADALAH AKU. Sebutan itu bukan nama. Sebutan itu mengandung makna, bukan nama. Maknanya : HIDUP. YIHYEH ASHER YIHYEH sama artinya dengan AKU ADALAH YANG HIDUP : DAHULU AKU SUDAH ADA, SEKARANG PUN AKU SEDANG ADA, AKU AKAN ADA DI MASA DEPAN. Dengan kata lain, Nama / Sebutan-Nya berarti : AKULAH YANG HIDUP DARI KEKAL, SEBELUM DUNIA DICIPTAKAN, SAMPAI KEKAL, SETELAH LANGIT DAN BUMI DITIADAKAN. AKU TETAP ADA SELAMA-LAMANYA. Dan, pernyataan itu bukan sebuah nama, seperti yang dilakukan seorang ayah, ketika anaknya lahir. Pernyataan itu menegaskan hakekat (subtansi) Allah yang disembah Abraham, Ishak dan Yakub. Dia, Pribadi yang berbicara itu, adalah YANG HIDUP ABADI, bukan yang dapat mati dan tersentuh perubahan. Dia hidup (ada) sebelum segala sesuatu dijadikan dan sesudah segala sesuatu ditiadakan. TUHAN (YHWH) itu adalah Nama / Sebutan yang diberikan Musa kepada Pribadi Yang Berbicara (berfirman), pada masa lalu Israel (sejak Abraham, Ishak dan Yakub) sampai turun temurun. Jadi, menurut saya, Allah tidak pernah menyebut nama-Nya. Akan tetapi Musa dan Israel yang menamai-Nya TUHAN (YHWH) dan setiap kali menyapa-Nya : ADONAY (Tuan yang berkuasa). Keluaran 3 : 10 – 15 merupakan hasil peredaksian dari gagasa Musa mengenai Pribadi Yang Berfirman. Redaksi menyalin ulang gagasan tentang Yang Mahakuasa, yang menampakkan Diri kepada Musa di padang penggembalaan di Moab.
Itulah sebabnya saya memastikan, bahwa pada perjumpaan pribadi dengan objek tertentu akan turut membentuk pandangannya. Pengalaman bathiniah Musa. ketika dijumpai Pribadi yang Berfirman, telah memendorongnya mencetuskan gagasan – gagasan keagamaan yang diwariskan dan dipegang oleh umat Israel.
Perlu diperhatikan, pengalaman pribadi seseorang tidak dapat disamakan bagi orang lain.
2). PENGALAMAN KOMUNITAS
Latar belakang konteks penulisan Keluaran 5 : 1 – 6 terkait pengalaman umat Israel dalam peristiwa Exodus dari Mesir. Peristiwa Eksodus tidak berdiri sendiri. Ia merupakan puncak dari serentetan kejadian dalam sejarah kehidupan Israel. Meskipun exodus dari Mesir adalah peristiwa bersejarah, namun orang Israel membacanya dari sudut pandang iman : Allah bekerja membebaskan umat-Nya dari perbudakan / perhambaan di Mesir. Peristiwa ini bukan saja dialami seorang pribadi, Musa; akan tetapi seluruh umat Israel mengalami dan menikmatinya. Pengalaman spiritual ini juga mengikat tiap anggota umat Israel ke dalam sebuah pemahaman dan pengakuan iman : TUHAN itu Allah kita ! TUHAN itu Esa. Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap hatimu, dan dengan segenap kekuatanmu (Ul. 6 : 4 – 5). Jadi, pengalaman spiritual (iman) bersama, yang menghasilkan pemahaman dan pengakuan iman, menjadi dasar yang mempersa-tukan seluruh suku-suku Israel ke dalam sebuah bangsa merdeka.
Melalui penjelasan itu saya bermaksud mengantar kita masuk ke dalam sebuah realitas sebelum terjadi/ terbentuknya persekutuan keagamaan (komunitas beriman), bahwa terbentuknya komunitas hanya karena adanya kesamaan pengalaman pribadi yang dijumpai oleh Allah. Karena pengalaman spiritual (iman) itu setiap orang (secara sendiri-sendiri) dalam ikatan persekutuan mengucapkan pengakuan : ENGKAULAH TUHAN DAN ALLAHKU (band. Pengakuan Petrus --> Mat. 16 : 16). Berdasarkan pemahaman dan pengakuan itu, tiap anggota komunitas beriman percaya, bahwa TUHAN, Allah yang menjumpai, memerintahi mereka.
EKSEGESE
5 : 1 Musa memanggil seluruh orang Israel berkumpul dan berkata kepada mereka : “Dengarlah, hai orang Israel, ketetapan dan peraturan, yang pada hari ini kuperdengarkan kepadamu, supaya kamu mempelajarinya dan melakukannya.
a). Musa memanggil seluruh orang Israel berkumpul…
* Panggilan untuk menjadi satu persekutuan hidup.
* Panggilan yang menjadikan tiap orang Israel menjadi persekutuan yang kudus (yang khusus) bagi Allah.
* Persekutuan yang berkumpul di sekitar Firman.
{ Bandingkan tulisan I Petrus 2 : 9 di sana Petrus menggunakan istilah : memanggil keluar…(ekklesia = ex + kaleo; Ing. call out)}
b). …ketetapan dan peraturan,
* Ketetapan dan Peraturan sama artinya dengan Pengajaran Allah, Petunjuk-Petun- juk untuk menjalankan kehidupan…
{ bd. Teologi Gereja dalam Pelaksanaan Liturgi --> Rumpun MENGHADAP TUHAN --> Unsur PETUNJUK HIDUP BARU atau AMANAT HIDUP BARU }
* Ketetapan dan Peraturan sama dengan Firman yang diucapkan Allah.
{ Simaklah ucapan Yesus dalam Injil Matius : AKU BERKATA KEPADAMU (Mat. 5:22, 26, 28, 32, 34, 39, 44 dll) dan dalam Injil Yohanes : “Inilah perintah-Ku. .” (Yoh. 15 : 17, dll) }
* Ketetapan dan Peraturan, yang adalah Firman Allah, harus dijadikan landasan bagi pembangunan persekutuan dan penyeleng-garaan ibadah umat Israel.
c). …supaya kamu mempelajarinya dan melakukannya.
* Firman Allah itu bukan dibacakan untuk didengarkan dan direnungkan, melainkan untuk Firman harus dijadikan motivasi yang menggerakkan akalbudi (kognisi) dan penghayatan (afeksi) untuk membangun karakter dan perilaku sosial.
1. Bacalah ucapan Yesus dalam Injil Matius 7 : 24 – 27; dan bandingkan 2 Tim. 3 : 16 – 17; Yak. 1 : 19 – 25
2. Firman itu juga menjadi landasan untuk mengembangkan pengetahuan (bd. Amsal 1 : 7).
5 : 2 TUHAN, Allah kita, telah mengikat perjanjian dengan kita di Horeb.
* Penggunaan kata “telah” menunjuk pada dua peristiwa penting terkait eksistensi keumatan :
1. Perjanjian yang diikatkan-Nya dengan leluhur Israel : Abraham, Ishak dan Yakub;
2.`Kalimat ini menunjuk pada kejadian yang pernah terjadi di awal sejarah Israel, ketika mereka tiba di Horeb. Jadi kalimat yang berwarna merah itu, sesungguhnya, adalah sebuah refleksi penulis Kitab Ulangan untuk mengingatkan Israel tentang TUHAN, Allah yang menciptakan persekutuan umat-Nya.
* … di Horeb…
1. Nama Horeb merupakan sebutan yang dipakai oleh kelompok keagamaan di Israel Utara (Bethel, Silo, Gilgal). Nama ini sering digunakan oleh Sekolah Teologi E (Elohis); sedangkan kelompok Teologi Israel Selatan (aliran Y = Yahwism di Yerusalem) memakai istilah SINAI. Tempat / gunung itu sama. Nama atau sebutannya berbeda.
2. Kata dasar SINAI adalah SIN = bercahaya. Akhiran AI memaknai kata YHWH, sehingga artinya menjadi TUHAN yang bercahaya, kemuliaan / sinar TUHAN; sedangkan HOREB adalah HOR = bernyala-nyala.
Arti nama tempat itu mengingatkan kita akan kejadian, di mana Musa melihat api yang bernyala-nyala di tengah belukar.
5 : 3 Bukan dengan nenek moyang kita TUHAN mengikat perjanjian itu, tetapi dengan kita, kita yang ada pada hari ini, kita semua yang masih hidup.
* Bukan dengan nenek moyang kita… tetapi dengan kita…
1. Dari kalimat itu kita melihat keberanian melakukan pembaharuan atas tradisi Israel yang selalu mengkaitkan pembuatan perjanjian dengan generasi terdahulu.
2. Dalam catatan sejarah Israel, Kitab Ulangan yang diedit oleh Redaksi Deuteronomis (aliran D) muncul Abad V – VI seb. Masehi. Memuncak pada masa reformasi keagamaan masa pemerintahan Raja Yerusalem : Yosia (622/21 sb. M). Pada saat itu, Kerajaan Israel-Utara (Samaria) sudah hancur / runtuh (kira-kira thn 722/21).
Dalam reformasi itu, Yosia memerintahkan para Imam di bawah kepemimpinan Hilkia (2 Rj. 22:4 ; 23:4) dan pemuka Yerusalem membersihkan Bait Allah. Di sanalah mereka menemukan gulungan Kitab Taurat (2 Rj. 22 : 8 – 13). Berdasarkan hasil temuan itu, seluruh rakyat Kerajaan Yehuda diperintahkan Yosia untuk mengadakan PASKAH bagi TUHAN Allah.
Oleh karena itu, menurut saya, dengan mengikuti pendapat pakar-pakar Perjanjian Lama, meskipun di dalam Kitab Ulangan ini terdapat sumber tradisi yang tertua, namun tradisi itu dipakai aliran Deuteronomis untuk melakukan reformasi keagamaan di kerajaan Yehuda pada masa Yosia menjadi raja. Kitab Ulangan sering disebut juga SALINAN KITAB TAURAT. Ia dituliskan dalam tujuan pengajaran (baca Ul. 6 : 6 – 9) dan penggembalaan kepada umat Israel di Kerajaan Selatan. Dengan demikian, saya berkesimpulan, bahwa ULANGAN 5 : 1 – 8 ini juga adalah bahagian yang tidak terpisahkan dari karya aliran teologi Deuteronomi yang diedit sebagai tulisan / kitab dalam tahun-tahun kemudian, jauh lebih muda dari masa Musa. Dimulai dari Yerusalem sampai ke Pembuangan di Babel ( sebelum masa pengkanonan PL dirampungkan pada Abad I ).
3. Jadi pernyataan : “bukan dengan nenek moyang kita…, tetapi dengan kita yang ada pada hari ini, kita semua yang masih hidup” bisa menunjuk pada generasi yang hidup pada masa Yosia, yang melakukan pembaharuan, di mana PASKAH dirayakan untuk pertama kalinya sejak zaman Hakim – Hakim (2 Rj. 23 : 21 – 23).
Tulisan dalam Kitab Ulangan (5:1–8) merupakan refleksi teologis dari sebuah tindakan reformasi yang oleh generasi kemudian dikanonkan sezaman dengan Musa.
TEOLOGI DAN APLIKASI
a). Penyelenggaraan reformasi (revitalisasi dan refungsionalisasi) fungsi-sistem harus didasar-kan atas alasan-alasan yang jelas dan tujuan-tujuan yang benar.
b). Reformasi itu tidak tertuju pada pemahaman dan pengakuan Iman (nilai-nilai keagamaan), melainkan ditujukan kepada fungsi-sistem.
c). Reformasi atas fungsi-sistem itu merupakan jawaban Gereja atas seruan umat dalam konteks kehidupannya.
d). Sebelum menyelenggarakan reformasi, Gereja perlu menjalankan penelitian dan pengkajian, agar dapat diberikan penilaian dan perencana-an (strategi) tentang unsur apa yang perlu diadakan dan unsur manakah yang selanjutnya dikembangkan.
5 : 4 TUHAN telah bicara dengan berhadapan muka dengan kamu di gunung dan di tengah-tengah api ---
5 : 5 aku pada waktu itu berdiri antara TUHAN dan kamu untuk memberitahukan firman TUHAN kepadamu, sebab kamu takut kepada api dan kamu tidak naik ke gunung --- dan Ia berfirman :
a). API adalah bahasa simbol. Entahkah keadaan itu sungguh terjadi ataukah tidak, akan tetapi penggunaan istilah api menunjuk pada kekuatan kuasa Allah yang menyucikan atau menghangus-kan (menghukum). Oleh karena itu, dikatakan : “Kamu takut kepada api” (bandingkan cerita selanjutnya Ul. 5 : 23-30).
b). GUNUNG pun bahasa symbol. Dalam tradisi keagamaan gunung menunjuk pada keting-gian yang tidak dapat dicapai manusia. TUHAN berbicara dari gunung, sama artinya : TUHAN berbicara dari tempat yang tinggi, dari sorga. Juga dikatakan : “Kamu tidak naik ke gunung”
c). Frasa : pada waktu itu…mengandung makna ganda (makna bersayap). Ia bisa menunjuk pada keadaan yang sudah terjadi di masa lampau, sekarang dan akan datang.
Jika frasa pada waktu itu dikaitkan kepada Musa, maka penulis Kitab Ulangan (Sumber D) meng-ulangi ceritanya tentang perjupaan Allah <--> Musa di gunung dan nyala api. Diceritakan : “Tetapi engkau, berdirilah di sini bersama sama dengan Aku, maka aku hendak mengatakan kepa-damu segenap perintah, yakni : ketetapan dan peraturan, yang harus kauajarkan kepada mereka, supaya mereka melakukannya di negeri yang Kuberikan kepada mereka untuk dimiliki.” (Ul. 5 : 31). Karena ketakutannya orang Israel berkata kepada Musa : “Mendekatlah engkau (bd. Kel. 33:11) dan dengarkanlah segala perintah yang difirmankan TUHAN, Allah kita, dan engkau yang mengatakan kepada kami segala yang difirman-kan TUHAN kepadamu oleh TUHAN, Allah, maka kami akan mendengar dan melakukannya” (Ul. 5:27). Kedua cerita itu memperlihatkan fungsi dan status serta peran Musa sebagai PERANTARA Allah dan manusia (Israel). Itulah sebabnya Musa berkata (menurut penulis Deuteronomi) : “aku berdiri antara TUHAN dengan kamu…” (Ul. 5: 5). Cerita ini merupakan pengulangan dari Keluaran 19 : 1 – 25 (bd. Kel. 34). Musa sendirilah yang berbicara dengan Allah berhadapan muka dengan muka (bd. Kel. 33:11).
MAKNA TEOLOGI DAN APLIKASI TENTANG JABATAN
1). PERANTARA BAGI ALLAH DAN MEWAKILI UMAT.
Penjelasan di atas menunjukkan status, fungsi dan peran Musa sebagai PERANTARA Allah dan WAKIL seluruh umat Israel. Musa menerima kehormatan dan kedudukan dari Allah sendiri (Ul. 5 : 31a : engkau, berdirilah di sini bersama sama dengan Aku) dan sekaligus kepercayaan dari umat Israel (Ul. 5 : 27 --> Mendekatlah engkau dan dengarkanlah segala perintah yang difirmankan TUHAN, Allah kita).
2). STATUS, FUNGSI DAN PERAN UNTUK MELAYANI.
Status, fungsi dan peran (jabatan) itu diadakan bagi tujuan-tujuan pelayanan. Inilah ucapan TUHAN : “ketetapan dan peraturan, yang harus kauajarkan kepada mereka, supa-ya mereka melakukannya” (Ul. 5:31b) dan dari pihak Israel : “engkaulah yang mengatakan kepada kami segala yang difirmankan TUHAN kepadamu oleh TUHAN, Allah, maka kami akan mendengar dan melakukannya” (Ul. 5 : 27b).
Musa menerima otoritas Allah dan diakui oleh Israel bukan sebagai PENGUASA STRUKTURAL tetapi selaku PELAYAN ALLAH di tengah-tengah persekutuan umat-Nya. Jadi Musa bukan PELAYAN UMAT (JEMAAH), bukan mengham-bakan diri kepada Jemaat. Dia adalah HAMBA TUHAN (Ebed-YHWH) yang melayankan kehen-dak TUHAN untuk dilakukan oleh umat. Ia tidak diperintah oleh Dewan Tua-Tua Israel, tetapi Musalah yang memimpin seluruh umat Israel, termasuk para Tua-Tua Israel untuk melakukan kehendak Allah. Umat Israel dan Dewan Tua-Tuanya tidak boleh memperlaku-kan Musa sebagai hambanya, sebab dia menjadi berkat TUHAN di dalam persekutuan Israel.
2). APLIKASI KE DALAM PEMAHAMAN TENTANG JABATAN PELAYANAN GEREJAWI.
a). Jabatan: Status, fungsi dan peran diadakan untuk tujuan pelayanan, bukan untuk menerima kekuasaan structural. Secara spiritual (rohaniah) Allah mengaruniakan otoritas (kewibawaan) -Nya, agar pejabat melayankan firman Allah kepada umat Israel. Pejabat bukanlah hamba yang melayani keinginan umat tetapi kehendak Allah; meskipun kehendak Allah itu berten-tangan dengan keinginan umat.
Demikianpun Jabatan Gereja (Pendeta, Penatua dan Diaken) diadakan untuk melayani TUHAN dalam jemaat. Bukan melayani keinginan Jemaat. Keinginan Jemaat bukanlah kehendak TUHAN.
Di antara Tua-Tua Israel (Presbiter Jemaat) Musa ditunjuk oleh Allah dan dipercayakan Jemaat untuk melayani-Nya. Sejajar deng-an itu pula, Presbiter Pendeta diangkat dan ditahbiskan menjadi yang khusus (konsep buah sulung dalam PL), menjadi Hamba TUHAN di tengah Dewan Tua-Tua (Majelis Jemaat) dan Jemaat. Dipercaya-kan untuk memberitakan Firman Allah dan Pelayanan Sakramen (Lihat TATA GEREJA tentang Tugas Khusus Pendeta).
b). Jelaslah Musa berada dalam persekutuan Tua-Tua (Dewan Tua-Tua) Israel; akan tetapi Musa adalah TUA-TUA KHUSUS yang diberikan otoritas oleh Allah untuk menyatakan firman-Nya. Ia dipilih dan diangkat oleh Allah menjadi ‘mulut Allah’ di tengah Jemaat. Ia berbeda dari pada Tua-Tua yang lain, yang dipilih dari antara anggota kaum dan suku-suku Israel (bd. Kel. 18).
c). Kepemimpinan Presbiter merupakan suatu REPRESENTASI KEHADIRAN ALLAH sekaligus ASSEMBLY OF GOD (umat Allah). Jadi jika seorang pemimpin melakukan kekeliruan umat tidak diberikan wewenang oleh Allah untuk menghakiminya. TUHAN, Allah kita, yang memanggil dan mengutus hamba-Nya; oleh karena itu, jemaat menyerahkan- nya kepada Allah, agar Dia menghukum hamba (hamba-hamba) -Nya, sama seperti yang dilakukan Allah atas Musa (Ul. 34:4b) dan Imam Eli di Siloh.
5 : 6 Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, tempat perbudakan.
* Kalimat di atas terdiri dari induk kalimat AKULAH TUHAN, Allahmu … Anak kalimatnya Akulah TUHAN Allah yang membawamu keluar dari tanah Mesir, tempat perbudakan.
Pertama, induk kalimat ini merupakan inti pemahaman dan pengakuan iman Israel (Syema Israel YHWH Eloheynu YHWH --> Ul. 6:4).
Kedua, pemahaman dan pengakuan iman Israel itu didasarkan atas karya Allah yang membebas-kan mereka dari Mesir, tempat perbudakan.
Dengan demikian, Allah Israel dipahami dan diakui sebagau TUHAN Pelaku dan Pencipta sejarah.
INTI PENGAJARAN – Minggu, 14 Maret 2010
1. TUHAN ITU ALLAH YANG HIDUP.
Ungkapan ini termaktub dalam sebutan-Nya YIHYEH ASHER YIHYEH (YHWH). Ia sudah ada sejak sebelum segala sesuatu diciptakan, sekarang pun Dia sedang bekerja (Yoh. 5 : 17) sampai dunia dibinasakan pun Dia tetap ada.
2. ALLAH ITU TUHAN YANG MEMIMPIN DAN MENCIPTA-KAN SEJARAH.
a. Hal itu tampak dalam penciptaan langit dan bumi (Kej. 1:1 – 2:7), termasuk manusia. Dalam peristiwa penciptaan itu, Allah menyatakan kekuatan kuasa-Nya bukan saja selaku Pencipta tetapi juga Pemim-pin dunia dan manusia. Penciptaan langit bumi dan segala isinya membuktikan, bahwa Allah mema-suki ruang waktu dan tempat, serta bekerja di dalamnya.
b. Penciptaan Israel selaku bangsa merdeka pun tidak dapat dilepaskan dari pekerjaan Allah yang membebaskan dan memerdekakan. Allah membukti-kannya melalui eksodus dari Mesir.
c. Tindakan pembebasan dan pemerdekaan orang tertindas (Israel) dilakukan-Nya berdasarkan ikatan perjanjian dan kasih-Nya untuk memulih-kan keadaan tertindas yang dialami siapapun (termasuk Israel). Tindakan itu dilakukan sendiri berdasarkan kedaulatan-Nya yang bebas, tidak tergantung dan tidak terpengaruhi oleh manusia.
d. Untuk tetap memelihara kehidupan manusia, Allah memberikan Peraturan dan Ketetapan, yang bertujuan menata tertibkan kehidupan, supaya manusia menikmati damai-sejahtera dan hidup dalam kemerdekaan.
Kemerdekaan dan kebebasan itu hanya bisa dinikmati, jikalau setiap orang setia mengasihi dan taat melakukan ketetapan dan peraturan yang difirmankan- Nya.
e. Dalam usaha untuk mememelihara dan mengisi kemerdekaan, TUHAN memanggil dan mengu-tus orang-orang khusus, yang berkenan di hati-Nya untuk menjadi PERANTARA yang member-tahukan kehendak (Firman)-Nya. Belajarlah dari sejarah Musa dan Harun.
Jabatan kepemimpinan dalam umat Allah adalah jabatan fungsional. Artinya, jabatan itu diadakan untuk menjalankan misi pelayanan-kesaksian di tengah Gereja/Jemaat dan masya-rakat. Jadi, menjadi PEJABAT NEGARA maupun PEJABAT GEREJA, tidak sama artinya dengan menjadi PENGUASA yang menjalankan peme-rintahannya berdasarkan kekuasaan. Menjadi PEJABAT NEGARA atau PEJABAT GEREJA berar-ti menjadi PELAYAN ALLAH yang selalu bekerja untuk membangun persekutuan serta memulih-kan keadaan, supaya orang tertindas dibebas-kan, lalu mereka menikmati sukacita dan damai sejahtera.
-->
ITT - 14 Maret 2010 - IHM 07:00