9:20 Lalu mereka membawanya kepada-Nya. Waktu roh itu melihat Yesus, anak itu segera digoncang-goncangnya, dan anak itu terpelanting ke tanah dan terguling-guling, sedang mulutnya berbusa.
9:21 Lalu Yesus bertanya kepada ayah anak itu: "Sudah berapa lama ia mengalami ini?" Jawabnya: "Sejak masa kecilnya.
9:22 Dan seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya. Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami."
9:23 Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"
9:24 Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!
Mengamati gerakan ombak dan arus yang mirip seperti hari sebelumnya, sang perenang kembali terjun untuk berenang. Akan tetapi makin lama berenang dia malah makin terseret oleh kekuatan arus – susah sekali mengendalikan dirinya. Teriakan minta tolongnya terdengar oleh lifeguard, sehingga ia dapat diselamatkan.
Sang lifeguard kemudian menjelaskan bahwa walaupun kelihatan sama di permukaan, tetapi sebetulnya pergerakan arus di bawahnya tidak selalu sama. Satu hari rus bisa tenang, hari selanjutnya bisa sangat membahayakan. Si perenang telah menganggap remeh kekuatan arus yang dia pikir dapat dengan mudah dapat dia atasi seperti kemarin.
Hal yang serupa dialami oleh murid-murid Yesus di perikop ini. Mungkin para murid pun bingung saat tidak bisa menyembuhkan anak yang sakit ayan tersebut.
Padahal mereka pernah diutus berdua-dua untuk menjalankan misi yang lebih sulit; pergi mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, bahkan membangkitkan orang mati. Karena itu mereka bingung dan bertanya-tanya ketika mereka tidak bisa mengusir setan dari anak ini.
Di dalam setiap Injil sinoptik kita mendapatkan urutan kejadian yang sama, yaitu bahwa kemuliaan Yesus ditunjukkan di atas gunung, lalu mereka turun dan menemukan ayah dan anak yang sakit ayan tersebut. Bagian ini mirip dengan peristiwa di Perjanjian Lama saat Musa turun dari gunung Sinai, di mana ia mendapatkan bangsa Israel menyembah patung lembu emas. Dari kemuliaan yang besar saat Musa berhadapan dengan Tuhan sampai menerima dua loh batu yang dituliskan oleh jari Allah sendiri, ia turun ke lembah dan menyaksikan kebobrokan bangsa Israel yang sedang berpestapora menyembah berhala. Dalam bagian ini
Yesus pun menegur kecilnya iman para murid, orang Farisi dan ayah dari anak ini. Ia menghadapi helpless boy dari seorang helpless father, di jaman yang helpless, dengan murid-murid yang helpless. Kristus menghadapi seorang anak yang tidak berdaya karena roh jahat, seorang ayah yang tidak berdaya karena anaknya sakit dan tidak tersembuhkan, murid-murid yang tidak berdaya mengusir roh jahat yg menyebabkan anak itu sakit, dan dunia orang banyak dan ahli Taurat yang tidak berdaya mengatasi roh ketidakpercayaan mereka terhadap Kuasa Allah.
Kontras yang besar ditunjukkan di sini, antara sukacita berada dalam hadirat Tuhan dengan pergumulan hidup dalam dunia yang berdosa. Hidup Kristen memang seharusnya bersifat paradoks; ada pergumulan dan sukacita bersamaan. Apabila kita melihat anak kecil, mereka bermain dengan sangat bersukacita, tertawa sangat keras dan bermain begitu seru. Namun tidak lama kemudian mereka menjadi letih, mereka bisa menangis dengan sama kerasnya. Mereka merengek bukan karena kesakitan, tapi karena terlalu lelah tertawa. Terkadang kita pun juga berlaku seperti itu. Sering kita lupa dalam kesenangan kita bahwa masih banyak dosa yang perlu kita lawan, masih banyak hal yang perlu kita gumulkan. C.S. Lewis seorang Sastrawan Inggris yang akhirnya bertobat pernah mengatakan: “Pain is God's megaphone to a morally deaf world.” Kesakitan adalah megaphone Tuhan untuk berbicara kepada dunia yang tuli secara moral. Seringkali dalam kesakitanlah kita merasa lebih dekat kepada Tuhan dan maka lebih bersukacita lagi.
Seorang ayah menghadiri kebaktian dalam gereja yang sangat megah. Ia sangat kagum akan kebaktian itu, terasa seperti diberikan preview akan surga. Namun di tengah kebaktian itu, ia dipanggil karena ada telepon. Istrinya menelepon dan dengan sedih memberitahukan bahwa anaknya yang berumur sembilan bulan baru saja meninggal karena SIDS (Sudden Infant Death Syndrome). Ayah ini kaget. Ia merasa seperti jatuh begitu jauh, dari mengikuti kebaktian yang indah dan tiba-tiba mendengar kabar yang menyakitkan. Sepanjang perjalanan kereta itu hatinya gundah, ia bertanya-tanya kepada Tuhan mengapa hal itu terjadi. Dalam gerbong yang sama, dua pemuda dan seorang bapak sedang berdebat. Kedua pemuda mengejek, mengatakan bahwa tidak mungkin ada Tuhan yang baik dengan banyaknya kesusahan di dunia ini. Ayah ini terdorong untuk mendukung kedua pemuda ini; bagaimana mungkin Tuhan yang baik membiarkan anaknya mati? Meminta ijin untuk berbicara, ayah ini sangat kaget saat kata-kata yang keluar dari mulutnya sangat berbeda dengan apa yang ia pikirkan. Ia berkata bahwa Allah itu ada, Dia mengutus Anak-Nya untuk mati menebus dosa kita. Kedua pemuda itu marah, sangat mudah baginya untuk berkata demikian di luar konteks realita hidup yang banyak kesedihan. Ayah ini lantas menjawab, “Justru saya tahu. Sesungguhnya saya berada dalam perjalanan pulang karena anak saya yang berumur sembilan baru saja meninggal. Tetapi baru sekaranglah saya sadar apa artinya Allah yang mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk mati bagi kita.” Justru dalam pergumulan dan kesedihan yang sangat besar, ayah ini imannya dikuatkan dan ia pun dapat lebih lagi bersukacita akan anugerah keselamatan yang diberikan kepadanya.
Kita pun juga dapat belajar tentang natur iman Kristen, khususnya dari ayat 23-24. Kita dapat melihat bahwa ayah dari anak tersebut juga ternyata kurang percaya. Ia berkata, “Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami.” Ia tidak percaya bahwa Yesus bisa melakukannya, dan setelah Yesus menantangnya, dengan segera ayah itu berteriak: “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!”. Perhatikan jawab Yesus dalam ayat 23:
Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!
Dalam hidup sebagai Kristen pun kita sering terombang-ambing antara percaya dan tidak percaya. Pengertian kita akan natur iman Kristen ini juga mempunyai dampak dalam aspek lain kehidupan kita.
Kita mengingat bagian di mana orang banyak meninggalkan Yesus oleh karena perkataan-Nya yang keras, sehingga yang tertinggal hanya duabelas murid-Nya. Bukannya memohon agar para murid tetap mengikuti-Nya, Yesus malah menantang mereka dengan berkata: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Di sini kita dapat belajar banyak dari jawaban Petrus, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi?” (Yoh 6:68) Pada saat kita bingung dan gundah, saat kita merasa bahwa Tuhan tidak menjawab doa-doa kita, apabila kita pergi meninggalkan Dia, kemanakah kita akan pergi? Kepada siapakah? Petrus sadar akan hal ini dan berkata, “Lord, to whom shall we go?”
Saat kita mengalami kesusahan lalu akhirnya keluar dari masalah tersebut, seringkali kita berkata pada orang lain bahwa karena berkat Tuhanlah kita dapat keluar dari kesusahan. Namun, pernahkah kita bertanya pada diri sendiri apakah kita sungguh percaya bahwa hanya pertolongan Tuhan sajalah yang membantu kita?
Atau kita sebenarnya masih percaya bahwa kita berhasil oleh karena usaha dan kemampuan kita sendiri? Benarkah kita percaya bahwa memang Tuhanlah yang menolong?
Dua Hal yang menjadi perhatian dalam pemberitaan firman ini:
1. Dosa tidak percaya ( ayat 19 ) " ….hai kamu angkatan yang tidak percaya…! Tidak percaya adalah dosa. Seperti dikatakan dalam Roma 14 : 23b : " segala sesuatu tanpa iman adalah dosa ." Dosa membuat mereka ragu akan kuasa Allah. Mengapa hal tsb bisa terjadi? sedangkan mereka setiap hari bersama-sama dengan Tuhan Yesus ?. perhatikan juga di dalam Markus 9: 14 " ketika Yesus ,Petrus, Yakobus dan Yohanes kembali…. " kembali dari berdoa di bukit , apa yang dilakukan oleh murid-murid yg lain, waktu Tuhan Yesus berdoa dengan ke 3 murid-NYA di bukit..? di Alkitab tidak ditulis apa yg mereka lakukan, tapi saya percaya bahwa pada waktu itu mereka tidak berdoa, buktinya saudara lihat dalam ayat 9:29 Jawab-Nya kepada mereka: "Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa." dengan kata lain mereka jarang berdoa atau tidak berdoa. Seharusnya mereka mendukung doa pada waktu Yesus lagi berdoa dengan ke 3 muridnya di bukit, tapi sebaliknya apa yg mereka lakukan!, mereka mungkin tidur karena terlalu lama menunggu kedatangan Tuhan Yesus turun dari bukit dimana mereka berdoa atau mereka ngobrol atau melakukan hal-hal lain. Mengapa Tuhan Yesus menghabiskan banyak waktunya untuk berdoa? Bukan karena Tuhan Yesus kurang kuasa atau karna Tuhan Yesus banyak waktu ,bukan… tapi ..Tuhan Yesus banyak berdoa untuk berkomunikasi dengan Allah dan melatih iman. jadi dalam ayat ini mengajar kita untuk terus berdoa dan berjaga-jaga seperti yang dikatakan dalam 1 Petrus 5 : 8 " sadarlah dan berjaga-jagalah ! lawanmu si iblis berjalan keliling seperti singa….." kita harus terus berdoa untuk melatih iman kita kepada Tuhan Yesus. Seperti seorang pemenang dalam olahraga apapun, mereka kuat bukan hanya karena sehat atau karena banyak makanan yang bergizi tapi karena melatih diri mereka dengan disiplin ( training setiap hari seperti waktu-waktu yang dijadwalkan ) demikian pula dengan doa, kita harus melatih iman kita dengan berdoa seperti yang sudah dijadwalkan atau bahkan lebih banyak lagi berdoa, karna semakin kita banyak berdoa semakin iman kita menjadi kuat.
Ke 9 Murid-murid Tuhan yesus waktu itu tidak berdoa sehingga iblis mudah sekali menggoda mereka dengan dosa irihati ( mereka iri kepada ke 3 murid Tuhan Yesus yang lain yakni Petrus, Yakobus dan Yohanes , kenapa? Karna hanya 3 murid itu yang diajak Yesus berdoa di bukit / taman Getsemani ).
2. Iman mereka gagal karna mereka melihat keadaan / kebawah bukan ke atas. .9:18b Aku sudah meminta kepada murid-murid-Mu, supaya mereka mengusir roh itu, tetapi mereka tidak dapat." Mereka dikuasai keadaan (seharusnya mereka yg menguasai keadaan) . Iman kita harus dibuat bekerja. Jangan sampai kita dikuasai oleh situasi. Murid-murid ditekan oleh orang banyak, dan oleh kondisi yang berat dari anak yang dirasuk setan. Mereka menjadi panik ketika setannya tidak keluar, bahkan semakin bertambah busa yang keluar dari mulutnya dan setan membanting anak itu kian kemari. Apalagi, orang banyak mungkin mulai mengejek mereka. Mereka dikuasai oleh situasi. Seharusnya mereka menerapkan iman mereka dan mengatasinya dengan mengatakan:' kami tidak akan panik. Tetapi mereka tidak melakukan itu. Mereka membiarkan diri mereka dikuasai oleh situasi.
Murid-murid dalam bagian ini bukannya tidak memiliki iman yang menyelamatkan mereka; permasalahannya adalah mereka kurang percaya dan kurang bergantung pada kedaulatan dan pemeliharaan Tuhan. Iman ini adalah iman yang praktikal dalam hidup kita sehari-hari.
Perbedaannya terletak di antara kita yang berusaha dengan kekuatan kita sendiri, dibandingkan dengan kita yang sungguh bergantung kepada Tuhan untuk memimpin dan memelihara kita setiap hari.
Iman yang dimaksud oleh Yesus di sini tentulah bukan iman yang besar kepada kekuatan diri sendiri, tetapi iman yang sebesar biji sesawi kepada Tuhan yang besar. Salah satu ekspresi dari iman ini adalah dalam doa. Saat kita berdoa, marilah kita belajar untuk sungguh tunduk pada kedaulatan Tuhan. Kita bisa belajar banyak dari satu kalimat doa Yesus dalam taman Getsemani: “Ya Bapaku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Mat 26:42).
ITT - 16 Februari 2010 - Ibadah Presbiter