1:17 Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.
1:18 Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,
1:19 melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.
1:20 Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir.
1:21 Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah.
Dari perikop ini kita dapat mengambil satu tema yaitu antara panggilan dan konsekuensinya. Mengapa ? Sebab setiap kali kita menyebut atau memanggil seseorang maka sebetulnya dalam panggilan itu memiliki konsekuensi yang cukup besar. Dalam suatu panggilan itu mengandung suatu konsekuensi.
Dalam bagian yang ditulis oleh Petrus ini, “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa….” Tidak sembarang orang dapat memanggil bapa kecuali seorang anak yang dapat memanggilnya demikian. Bila kita memperhatikan konteksnya, sebetulnya perikop ini berada dalam konteks makna panggilan. Dari ayat 3-12, Petrus memberikan penjelasan bahwa keselamatan hanya ada di dalam Kristus, oleh karena itu di ayat 13-16 itu Petrus kemudian berbicara tentang hidup kudus. Hidup yang sudah diselamatkan oleh Allah yang kudus dan hidup yang sedang dikuduskan oleh Allah yang kudus, maka ketika sudah menjadi anak-anak Allah, hendaklah hidupnya kudus. Baru setelah itu sampai kepada perikop ayat 17-21 yang berbicara tentang hidup yang takut kepada Allah. Ketiga hal itulah yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya; Allah sudah selamatkan kita, kita dipanggil untuk hidup kudus, dan kita dipanggil untuk hidup takut kepada Allah.
Ayat 17 “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.” Hal ini menarik karena Alkitab memberikan relasi yang luar biasa dalam hubungan antara Allah dan manusia itu bagaikan bapa dan anak. Tidak ada hubungan yang paling dekat dalam relasi di dunia ini selain relasi bapa dengan anak. Suatu hubungan yang dekat, akrab, dan terbuka. Suatu hubungan yang lebih bersifat informal, bukan hubungan yang bersifat formal. Juga suatu hubungan yang tidak dapat dipisahkan selain hubungan yang dekat dan terbuka. Kedekatan seperti itulah yang dinyatakan oleh Alkitab. Allah mau menjadi manusia, Allah datang untuk menyelamatkan oleh karena Allah mengasihi anak-anakNya. Maka jelas bagaimana relasi bapa dengan anak. Hubungan bapa dan anak yang dikatakan Petrus dalam perikop ini adalah hubungan yang betul-betul penuh kasih dan keadilan. Bapa yang mengerti kapan dia harus menghajar dan kapan harus mengampuni anaknya. Bapa yang mengerti keadaan dan pergumulan hidup anak-anaknya. Bapa yang demikian itulah bapa yang betul-betul memberikan kasih dan keadilannya yang penuh.
Petrus mengatakan hendaknya kita hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini. Arti takut disini bukanlah perasaan takut seperti seorang pencuri yang dikejar oleh polisi, bukan juga karena adanya ‘guilty feeling’. Ketakutan disini mempunyai arti takut mengecewakan dan takut soal apakah yang dikerjakan/dilakukan itu tidak dikehendaki oleh Tuhan. Berbicara tentang apakah kehidupan yang kita jalani ini betul-betul diperkenan oleh Tuhan, betul-betul menyenangkan hati Tuhan, lalu apakah pekerjaan yang dilakukan setiap hari itu betul-betul sudah berkenan di hadapan Tuhan. Atau mungkin kita tidak pernah bertanya seperti demikian. Itulah maksud dari menjalani hidup ini dalam ketakutan seperti yang ditulis dalam surat 1 Petrus ini.
Apa artinya ketika Petrus mengatakan “hendaklah kamu hidup dalam ‘ketakutan’ pada Allah ? Artinya adalah sebagai berikut
Karena kita sudah ditebus (ayat 18). Hidup kita sudah ditebus dari cara hidup yang sia-sia, dari kehidupan yang tanpa arah dan tak mengerti mau berjalan ke mana.
Karena darah Anak Domba Allah, yaitu Kristus yang telah menebus kita dan ditebus dengan harga tebusan yang tak terbayarkan oleh siapapun (ayat 19-20). Darah Anak Domba Allah yang tidak bercacat, tidak bercela, itulah darah yang menetes di kayu salib. Darah yang telah menebus hidup kita, yang mengampuni dosa kita, yang mengubah kematian menjadi kehidupan, dan mengubah kebinasaan menjadi kehidupan kekal bersama Allah melalui darah Anak Domba Allah yaitu darah Tuhan Yesus Kristus. Kalimat ‘bukan dengan barang yang fana, bukan dengan emas atau perak, melainkan dengan darah yang mahal yaitu darah Kristus “ dimaksudkan bahwa Allah telah memberikan diriNya, kita ditebus oleh darahNya/nyawaNya yang merupakan pemberian yang paling tinggi melebihi nilai barang yang paling tinggi di dunia dan pemberian ini adalah pemberian yang terbaik, maka berhati-hatilah jikalau kita mempertanyakan kasih dan perhatianNya di kala kita mengalami kesulitan hidup sebab yang terbaik sudah diberikanNya pada kita.
Karena Dia, kita menjadi percaya (ayat 21). Mengapa kita harus hidup takut kepada Allah ? karena Dia yang telah membuat kita percaya, Dia yang membereskan otak/ratio kita, Dia yang membereskan hati kita, untuk bisa mengenal Tuhan dengan baik. Dia yang menuntun langkah kita sehingga kita benar-benar dapat percaya dan benar-benar 100% menyerahkan seluruh totalitas hidup kita kepada Tuhan. Semua itu karena Dia.
Selanjutnya pada ayat 21, Petrus mengatakan “ engkau diberikan iman dan pengharapan yang tertuju kepada Allah yang benar”. Iman dan pengharapan itu adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan bagaikan satu keping uang logam.
Di dalam diri orang percaya terdapat pengharapan yang luar biasa untuk apa yang ia imani/percaya. Ketika Petrus mengatakan bahwa hendaknya hidup dengan takut di hadapan Tuhan, maksud takut disini ialah ketaatan kita di dalam mengerjakan firman Tuhan, ketaatan kita di dalam mengerjakan kebenaran, ketaatan kita di dalam mengaplikasikan kasih dengan sungguh-sungguh nyata.
Oleh karena itu, seseorang yang memiliki iman dan percaya maka ia harus memiliki apa yang namanya kesadaran dan percakapan yang baik di dalam realita hidupnya. Seseorang yang percaya itu memiliki a good conscience dan juga memiliki a good conversation. Harus seimbang antara good conscience dan good conversation. Apa yang dimaksud dengan a good conscience ? Good conscience itu kesadaran seseorang mengenai hal-hal yang baik dan benar tentang firman Tuhan dan yang ia lakukan. Kita diberikan kesadaran yang luar biasa oleh Allah dimana Allah mengintervensi, membetulkan ratio dan hati kita untuk melihat satu kebenaran yang benar-benar ada dalam diri Allah sehingga kita bisa kenal baik Allah yang benar dan kita percaya bahwa kita sungguh-sungguh telah dibenarkan di dalam Allah. Kemudian setelah itu kita terpanggil untuk memiliki good conversation. Good conversation itu ialah satu percakapan atau ucapan seseorang mengenai hal-hal yang baik dan benar yang ia lakukan. Bila kesadaran itu sudah benar maka yang dikatakan pun harus benar sesuai dengan apa yang ia ketahui. Ini yang disebut takut kepada Allah. Kehidupan yang takut akan Allah membutuhkan a good conscience dan antara a good conscience dengan a good conversation itu tidak dapat dipisahkan.
ITT - 14 Agustus 2009 - PKB SP1 di Bpk.Mandado