Perikop: Kerajaan Israel & Yehuda dipersatukan kembali
37:15 Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku:
37:16 "Hai engkau anak manusia, ambillah sepotong papan dan tulis di atasnya: Untuk Yehuda dan orang-orang Israel yang bersekutu dengan dia. Kemudian ambillah papan yang lain dan tulis di atasnya: Untuk Yusuf -- papan Efraim -- dan seluruh kaum Israel yang bersekutu dengan dia.
37:17 Gabungkanlah keduanya menjadi satu papan, sehingga keduanya menjadi satu dalam tanganmu.
37:18 Maka kalau teman-teman sebangsamu bertanya kepadamu: Tidakkah engkau bersedia memberitahukan kepada kami, apa artinya ini --
37:19 katakanlah kepada mereka: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Aku mengambil papan Yusuf -- yang dalam tangan Efraim -- beserta suku-suku Israel yang bersekutu dengan dia dan menggabungkannya dengan papan Yehuda dan Aku akan menjadikan mereka satu papan, sehingga mereka menjadi satu dalam tangan-Ku
Pengantar KITAB YEHEZKIEL
Kitab Yehezkiel merupakan salah satu kitab yang luar biasa dan unik dalam Perjanjian Lama. Selain tata bahasa yang digunakannya sangat baik, dimana para ahli menyebutnya "indah", "tinggi", "ringkas & tepat" , kitab ini juga banyak menggunakan gambaran dan bahasa yang bersifat eskatologis (bersifat nubuat untuk hal-hal yang akan datang). Kitab ini cukup banyak dikutip, baik langsung maupun tidak langsung, dalam Perjanjian Baru (65 kali), yang terbanyak adalah dalam Kitab Wahyu (48 kali).
Arti nama "Yehezkiel" adalah "Allah itu Kuat" atau " Allah menguatkan" atau "dikuatkan oleh Allah". Arti tersebut sangat cocok dengan kehidupan nabi Yehezkiel sendiri, yang selalu merasakan bagaimana Allah senantiasa menguatkan dia di tengah pelayanannya yang berat dan penuh tantangan.
Pengarang kitab Yehezkiel adalah nabi Yehezkiel sendiri. Yehezkiel lahir dalam keluarga imam, dari suku Lewi, ayahnya bernama Busi (1:3, bd 1 Taw 24:16). Ia dibawa ke Babel pada pembuangan ke 2 (+ 597 SM) bersama raja Yoyakhin (2 Raj 24:8-17, Yer 22:24-30, 2 Taw 36). Latar belakangnya yang seorang imam sangat menunjang pelayanannya kemudian, dimana Yehezkiel bisa lebih meyakini kebenaran berita yang harus ia sampaikan karena sejak kecil ia sudah terbiasa melihat kehidupan di Bait Allah dan sikap-sikap orang, termasuk para pemimpin di Bait Allah.
Yehezkiel baru memulai pelayanannya sebagai nabi pada umur 30 tahun, yang merupakan tahun kelima di pembuangan (1:2, + 593 SM). Catatan waktu yang terakhir dicatat adalah 22 tahun kemudian (29:17, + 571 SM), dimana Yehezkiel masih melayani Tuhan. Kitab Yehezkiel sendiri kemungkinan ditulis pada masa tuanya, dimana isinya seperti catatan harian Yehezkiel sendiri, yang disusun secara kronologis.
GARIS BESAR KITAB YEHEZKIEL :
I. PASAL 1 - 24 : DOSA ISRAEL & PENGHUKUMAN ALLAH
II. PASAL 25 - 32 : NUBUAT PENGHUKUMAN TERHADAP BANGSA -BANGSA KAFIR
III. PASAL 33 - 48 : PEMBAHARUAN BAIT ALLAH & BANGSA ISRAEL
Menjadi Satu karena Karya Allah
Kehadiran dosa di tengah-tengah bangsa Israel telah merusak hubungan mereka dengan Tuhan dan menceraikan kerajaan mereka menjadi kerajaan Israel Utara (Efraim=Samaria) & Selatan (Yehuda=Yerusalem)
2 janji pemulihan yaitu:
1). Janji bahwa Tuhan akan memulihkan hubungan atara diriNya & Israel yg diikat oleh perjanjian kekal Allah yg akan terus berlangsung selama-lamanya (21, 23-28) dan;
2) Janji bahwa Israel akan kembali menjadi satu bangsa yg akan digembalakan oleh satu Raja, sbg satu umat di tangan Tuhan (17, 19, 22, 24). Di dalam kedua janji ini terkandung suatu penegasan, bahwa kekuatan kuasa dosa yang menceraikan akan dikalahkan oleh kuasa Tuhan yang mempersatukan.
Penggenapan janji pemulihan dalam nubuat nabi Yehezkiel ini belum seutuhnya dialami Israel. Hingga pada tahun-tahun penulisan PB, orang2 Yahudi tetap tdk bergaul dengan org Samaria yg merupakan keturunan campuran dari Utara. Para penulis PB menegaskan dan mengaitkan penggenapan janji ini dengan misi kedatangan Kristus ke dalam dunia, yang mempersatukan umat manusia di dalam dirinya (Ef2:14-18). Kita yg cerai berai telah dihimpun menjadi satu sebagai kawanan domba dengan satu gembala (Yoh10:16 Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.)
Sekarang kita akan melihat bahwa ketika kita mau berproses, bertumbuh dan menjadi seorang Kristen yang baik, kita harus bersatu, menggalang kesatuan di dalam Roh. Di sini suasana paradoks muncul (bahkan mungkin lebih mendekati kontradiksi daripada sekedar paradoks). Kita ingin untuk bersatu, tetapi betulkah kita ingin bersatu? Jika kita mau jujur, siap hatikah kita untuk bersatu? Mungkin jawabannya adalah tidak. Apa sebab? Karena ada ambivalensi yang terjadi di tengah-tengah kehidupan manusia. Jika hal ini terjadi di luar Kekristenan itu adalah wajar, tetapi sayangnya inipun sudah meracuni Kekristenan juga. Persatuan versi dunia hanyalah suatu slogan, sekedar ucapan bibir yang tidak ada isinya. Maka sangatlah naif jika hanya mau mengerti persatuan ini secara dangkal dan dipermukaannya saja.
Ketika kita mau masuk ke dalam persatuan ini, kita harus menyadari kendala-kendala yang ada. Bagaimana Kekristenan bisa menjadi contoh di tengah-tengah dunia berkenaan dengan persatuan yang sejati ini? Apakah Kekristenan menggarap persekutuan dengan baik? Ini sungguh-sungguh perlu dijawab! Keesaan seringkali hanya merupakan format federasi (yang mendasarkan diri pada azas manfaat dalam berelasi) yang sama sekali tidak menggarap persatuan yang sebenarnya. Maka, sekarang kita harus melihat dua aspek yang sangat penting yakni: 1) kesatuan itu sendiri, dan 2) Bagaimana kendala bagi kesatuan ini.
1. Kesatuan
Dalam Efesus 4, Paulus menempatkan kesatuan di tempat pertama. Tuntutan ini sedemikian serius oleh karena kesatuan di dalam Kekristenan merupakan dasar dimana Kekristenan bisa hidup. Pada hakekatnya, Kekristenan disebut sebagai "One Body - Satu Tubuh". Konsep kesatuan ini sulit diterima oleh manusia yang telah ‘dicekoki’ oleh konsep dunia.
Alkitab jelas menyatakan bahwa semua orang Kristen adalah satu tubuh dimana Kristus adalah Kepalanya. Satu tubuh mempunyai keterkaitan, dan tidak bisa dilepas-lepaskan. Satu tubuh berbeda dengan satu struktur organisasi. Inilah kesatuan yang unik.
Kekristenan di semua tempat selalu menjadi ancaman atau menjadi "musuh" (seharusnya dalam aspek positif) bagi banyak pikiran dunia. Disaat Kekristenan mau menyatakan terang dan dunia berjalan dalam gelap, saat itulah terjadi konflik. Kesulitan inilah yang selalu muncul dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Bahkan 2 Timotius 3:12 menyatakan, "Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya." Ini akibat dari cara kerja dunia dan Kekristenan yang saling bertabrakan.
Sehingga, ketika kita mau menyatakan kebenaran, di situ kita akan berkonfrontasi dengan dunia. Jika jemaat terpecah-pecah, Gereja akan sulit bertahan di tengah-tengah dunia ini. Ini mengungkapkan secara serius tentang pentingnya kesatuan. Inilah hal penting yg pertama yang harus kita pikirkan.
Kedua, kita yang hidup di tengah-tengah dunia di panggil oleh Tuhan untuk menjadi garam dan terang dunia, menjadi saksi. Kita memang bisa menjalankan fungsi ini secara pribadi. Tetapi fungsi kesaksian itu menjadi lebih terang dan lebih nyata pada saat kita bersatu. Dengan kata lain, satu terang yang kecil, jika disatukan dengan terang-terang kecil lainnya akan menjadi terang yang besar. Demikian pula dengan garam.
Kita ada bukanlah untuk diri kita sendiri. Kita ada untuk orang lain, menjadi berkat bagi dunia ini dan menjadi saksi di tengah-tengah dunia ini untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Karena itu, kesatuan bukan sekedar boleh atau tidak boleh dijalankan. Kesatuan adalah sesuatu yang perlu dan mutlak untuk dijalankan.
Ketiga, dalam satu tubuh yang berfungsi, kesatuan merupakan hakekat yang paling mendasar. Berbeda dengan organisasi. Dalam organisasi, jika salah satu bagian macet, bagian itu akan dipotong dan dibuang, dan urusanpun selesai, bagian lain tidak mau tahu dan tidak terkena dampak apa-apa. Ini pulalah yang terjadi di dalam gereja, satu bagian tidak mau tahu dengan bagian-bagian yang lain, dan inilah yang banyak terjadi dalam organisasi di dalam gereja.
Kekristenan mempunyai kesatuan yang unik yang tidak mungkin dijalankan di dalam dunia. Kita mempunyai Kesatuan Organisme yakni satu kesatuan oleh karena kita satu tubuh, yang tidak berelasi secara mati dalam garis otoritas melainkan suatu relasi yang hidup. Jika salah satu bagian tidak beres, seluruh bagian tubuh yang lain akan merasakan secara bersama-sama. Jadi, satu bagian saling terkait dan saling menunjang dengan bagian yang lain. Maka, gereja yang sakit, persekutuan yang sakit dan anak-anak Tuhan yang sakit adalah akibat gagal mengerti konsep kesatuan ini.
Kesatuan tubuh semacam ini tidak mungkin digalang di luar Kekristenan. Apa sebab? Karena ada satu dasar yang mengikat kesatuan yakni sifat kasih yang dari Tuhan. Kasihlah yang memungkinkan keterkaitan ini.
2. Kendala bagi pentingnya kesatuan.
Menggalang kesatuan tidaklah sederhana oleh karena:
1) Manusia diterpa oleh filsafat pragmatisme. Mereka tidak mau direpotkan dengan pemikiran yang ruwet, melainkan hanya mau memikirkan yang praktis-praktis saja. Jika sifat pragmatis ini mempengaruhi pola pelayanan seseorang di dalam gereja, maka betapa celakanya hal itu bagi Kekristenan.
Penggenapan janji pemulihan dalam nubuat nabi Yehezkiel ini belum seutuhnya dialami Israel. Hingga pada tahun-tahun penulisan PB, orang2 Yahudi tetap tdk bergaul dengan org Samaria yg merupakan keturunan campuran dari Utara. Para penulis PB menegaskan dan mengaitkan penggenapan janji ini dengan misi kedatangan Kristus ke dalam dunia, yang mempersatukan umat manusia di dalam dirinya (Ef2:14-18). Kita yg cerai berai telah dihimpun menjadi satu sebagai kawanan domba dengan satu gembala (Yoh10:16 Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.)
Sekarang kita akan melihat bahwa ketika kita mau berproses, bertumbuh dan menjadi seorang Kristen yang baik, kita harus bersatu, menggalang kesatuan di dalam Roh. Di sini suasana paradoks muncul (bahkan mungkin lebih mendekati kontradiksi daripada sekedar paradoks). Kita ingin untuk bersatu, tetapi betulkah kita ingin bersatu? Jika kita mau jujur, siap hatikah kita untuk bersatu? Mungkin jawabannya adalah tidak. Apa sebab? Karena ada ambivalensi yang terjadi di tengah-tengah kehidupan manusia. Jika hal ini terjadi di luar Kekristenan itu adalah wajar, tetapi sayangnya inipun sudah meracuni Kekristenan juga. Persatuan versi dunia hanyalah suatu slogan, sekedar ucapan bibir yang tidak ada isinya. Maka sangatlah naif jika hanya mau mengerti persatuan ini secara dangkal dan dipermukaannya saja.
Ketika kita mau masuk ke dalam persatuan ini, kita harus menyadari kendala-kendala yang ada. Bagaimana Kekristenan bisa menjadi contoh di tengah-tengah dunia berkenaan dengan persatuan yang sejati ini? Apakah Kekristenan menggarap persekutuan dengan baik? Ini sungguh-sungguh perlu dijawab! Keesaan seringkali hanya merupakan format federasi (yang mendasarkan diri pada azas manfaat dalam berelasi) yang sama sekali tidak menggarap persatuan yang sebenarnya. Maka, sekarang kita harus melihat dua aspek yang sangat penting yakni: 1) kesatuan itu sendiri, dan 2) Bagaimana kendala bagi kesatuan ini.
1. Kesatuan
Dalam Efesus 4, Paulus menempatkan kesatuan di tempat pertama. Tuntutan ini sedemikian serius oleh karena kesatuan di dalam Kekristenan merupakan dasar dimana Kekristenan bisa hidup. Pada hakekatnya, Kekristenan disebut sebagai "One Body - Satu Tubuh". Konsep kesatuan ini sulit diterima oleh manusia yang telah ‘dicekoki’ oleh konsep dunia.
Alkitab jelas menyatakan bahwa semua orang Kristen adalah satu tubuh dimana Kristus adalah Kepalanya. Satu tubuh mempunyai keterkaitan, dan tidak bisa dilepas-lepaskan. Satu tubuh berbeda dengan satu struktur organisasi. Inilah kesatuan yang unik.
Kekristenan di semua tempat selalu menjadi ancaman atau menjadi "musuh" (seharusnya dalam aspek positif) bagi banyak pikiran dunia. Disaat Kekristenan mau menyatakan terang dan dunia berjalan dalam gelap, saat itulah terjadi konflik. Kesulitan inilah yang selalu muncul dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Bahkan 2 Timotius 3:12 menyatakan, "Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya." Ini akibat dari cara kerja dunia dan Kekristenan yang saling bertabrakan.
Sehingga, ketika kita mau menyatakan kebenaran, di situ kita akan berkonfrontasi dengan dunia. Jika jemaat terpecah-pecah, Gereja akan sulit bertahan di tengah-tengah dunia ini. Ini mengungkapkan secara serius tentang pentingnya kesatuan. Inilah hal penting yg pertama yang harus kita pikirkan.
Kedua, kita yang hidup di tengah-tengah dunia di panggil oleh Tuhan untuk menjadi garam dan terang dunia, menjadi saksi. Kita memang bisa menjalankan fungsi ini secara pribadi. Tetapi fungsi kesaksian itu menjadi lebih terang dan lebih nyata pada saat kita bersatu. Dengan kata lain, satu terang yang kecil, jika disatukan dengan terang-terang kecil lainnya akan menjadi terang yang besar. Demikian pula dengan garam.
Kita ada bukanlah untuk diri kita sendiri. Kita ada untuk orang lain, menjadi berkat bagi dunia ini dan menjadi saksi di tengah-tengah dunia ini untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Karena itu, kesatuan bukan sekedar boleh atau tidak boleh dijalankan. Kesatuan adalah sesuatu yang perlu dan mutlak untuk dijalankan.
Ketiga, dalam satu tubuh yang berfungsi, kesatuan merupakan hakekat yang paling mendasar. Berbeda dengan organisasi. Dalam organisasi, jika salah satu bagian macet, bagian itu akan dipotong dan dibuang, dan urusanpun selesai, bagian lain tidak mau tahu dan tidak terkena dampak apa-apa. Ini pulalah yang terjadi di dalam gereja, satu bagian tidak mau tahu dengan bagian-bagian yang lain, dan inilah yang banyak terjadi dalam organisasi di dalam gereja.
Kekristenan mempunyai kesatuan yang unik yang tidak mungkin dijalankan di dalam dunia. Kita mempunyai Kesatuan Organisme yakni satu kesatuan oleh karena kita satu tubuh, yang tidak berelasi secara mati dalam garis otoritas melainkan suatu relasi yang hidup. Jika salah satu bagian tidak beres, seluruh bagian tubuh yang lain akan merasakan secara bersama-sama. Jadi, satu bagian saling terkait dan saling menunjang dengan bagian yang lain. Maka, gereja yang sakit, persekutuan yang sakit dan anak-anak Tuhan yang sakit adalah akibat gagal mengerti konsep kesatuan ini.
Kesatuan tubuh semacam ini tidak mungkin digalang di luar Kekristenan. Apa sebab? Karena ada satu dasar yang mengikat kesatuan yakni sifat kasih yang dari Tuhan. Kasihlah yang memungkinkan keterkaitan ini.
2. Kendala bagi pentingnya kesatuan.
Menggalang kesatuan tidaklah sederhana oleh karena:
1) Manusia diterpa oleh filsafat pragmatisme. Mereka tidak mau direpotkan dengan pemikiran yang ruwet, melainkan hanya mau memikirkan yang praktis-praktis saja. Jika sifat pragmatis ini mempengaruhi pola pelayanan seseorang di dalam gereja, maka betapa celakanya hal itu bagi Kekristenan.
2) Ancaman pragmatis akan disertai dengan jiwa individualistik. Globalisme tidak menjadikan dunia semakin bersatu tetapi justru membuat manusia semakin memikirkan dirinya sendiri dan tidak mau tahu orang lain. Kehidupan di desa seringkali kontras dengan keadaan ini oleh karena kehidupan mereka kebanyakan bisa berelasi dengan begitu dekat dan saling bantu dalam berbagai permasalahan yang ada. Sementara kehidupan di kota kondisinya terbalik.
Jika jiwa individualistik ini meracuni kita, bagaimana kita bisa mengerti dan mempunyai kepekaan untuk memperhatikan orang lain? Bagaimana kelemahlembutan, kerendahan hati dan kesabaran kita bisa muncul? Semangat individualistik ini menyebabkan kita tidak mau tahu urusan orang lain. Kita hanya mau tahu jika itu berkenaan atau berkaitan dengan keuntungan diri sendiri.
3) Semangat perseteruan. Setan selalu berusaha agar jiwa pertikaian ini ada di dalam diri setiap manusia. Sementara dunia yang semakin beragam tanpa adanya kontrol yang mempersatukan, mengakibatkan banyak orang ingin secara individualis menjadi raja kecil, maka semangat pertikaian akan berkobar.
Di dalam diri orang yang berdosa selalu terdapat jiwa yang ingin menghancurkan dan tidak suka melihat orang lain menjadi yang terbaik. Orang lain pun akan dianggap sebagai musuh. Maka, tidaklah heran jika kesatuan itu tidak bisa terwujud. Sangatlah menyedihkan jika inipun berada di kalangan orang-orang Kristen. Karena orang Kristen tidak kebal terhadap serangan ini. Oleh karena itu, kita harus menggarap kesatuan kasih, yang berdasarkan kasih Tuhan.
4) Benturan antar karakter pribadi. Seseorang sulit bersatu dengan orang lain karena karakter orang tersebut bertentangan dengan karakternya sendiri. Mereka tidak mau saling mengalah dan tidak mau berubah. Akibatnya benturan pun terjadi.
Pertikaian yang terjadi oleh karena sesuatu yang sangat prinsip masih bisa diterima tetapi jika hanya karena sesuatu yang sangat sepele seperti tidak menyukai karakter atau kebiasaan seseorang mengakibatkan pertikaian itu terjadi, maka ini sangat disayangkan. Seringkali ini muncul karena kita sendiri menganggap diri kita "memang sudah begitu", dan tidak mau berubah. Padahal kita seharusnya senantiasa hidup berproses dan mengalami perubahan demi perubahan. Inilah poin terakhir dari kendala bagi pentingnya kesatuan.
Akhirnya, kita bersatu bukanlah sekedar bersatu.
1. Kita bersatu oleh karena ada tuntutan dari Tuhan. Ingat doa Yesus Yoh17:20-23
2. Kesatuan di dalam Roh, kesatuan tubuh, dimana Kristus menjadi kepalanya.
3. Dunia yang sebagian besar abnormal menganggap diri normal, sedangkan yang normal justru dianggap abnormal. Untuk itu kita seharusnya mengerti mana yang pada hakekatnya normal dan abnormal.
4. Normalitas Kekristenan adalah jika kita bertumbuh terus. Jika kita berhenti bertumbuh dan bahkan berproses mundur, maka kita sudah menjadi abnormal. Maukah kita menjadi orang Kristen yang normal, yang mau berproses untuk bertumbuh dalam kasih dan dibentuk di tangan Tuhan?
Himbauan & Ajakan: 2 Timotius 3:16 Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. 3:17 Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.
Amin
Jika jiwa individualistik ini meracuni kita, bagaimana kita bisa mengerti dan mempunyai kepekaan untuk memperhatikan orang lain? Bagaimana kelemahlembutan, kerendahan hati dan kesabaran kita bisa muncul? Semangat individualistik ini menyebabkan kita tidak mau tahu urusan orang lain. Kita hanya mau tahu jika itu berkenaan atau berkaitan dengan keuntungan diri sendiri.
3) Semangat perseteruan. Setan selalu berusaha agar jiwa pertikaian ini ada di dalam diri setiap manusia. Sementara dunia yang semakin beragam tanpa adanya kontrol yang mempersatukan, mengakibatkan banyak orang ingin secara individualis menjadi raja kecil, maka semangat pertikaian akan berkobar.
Di dalam diri orang yang berdosa selalu terdapat jiwa yang ingin menghancurkan dan tidak suka melihat orang lain menjadi yang terbaik. Orang lain pun akan dianggap sebagai musuh. Maka, tidaklah heran jika kesatuan itu tidak bisa terwujud. Sangatlah menyedihkan jika inipun berada di kalangan orang-orang Kristen. Karena orang Kristen tidak kebal terhadap serangan ini. Oleh karena itu, kita harus menggarap kesatuan kasih, yang berdasarkan kasih Tuhan.
4) Benturan antar karakter pribadi. Seseorang sulit bersatu dengan orang lain karena karakter orang tersebut bertentangan dengan karakternya sendiri. Mereka tidak mau saling mengalah dan tidak mau berubah. Akibatnya benturan pun terjadi.
Pertikaian yang terjadi oleh karena sesuatu yang sangat prinsip masih bisa diterima tetapi jika hanya karena sesuatu yang sangat sepele seperti tidak menyukai karakter atau kebiasaan seseorang mengakibatkan pertikaian itu terjadi, maka ini sangat disayangkan. Seringkali ini muncul karena kita sendiri menganggap diri kita "memang sudah begitu", dan tidak mau berubah. Padahal kita seharusnya senantiasa hidup berproses dan mengalami perubahan demi perubahan. Inilah poin terakhir dari kendala bagi pentingnya kesatuan.
Akhirnya, kita bersatu bukanlah sekedar bersatu.
1. Kita bersatu oleh karena ada tuntutan dari Tuhan. Ingat doa Yesus Yoh17:20-23
2. Kesatuan di dalam Roh, kesatuan tubuh, dimana Kristus menjadi kepalanya.
3. Dunia yang sebagian besar abnormal menganggap diri normal, sedangkan yang normal justru dianggap abnormal. Untuk itu kita seharusnya mengerti mana yang pada hakekatnya normal dan abnormal.
4. Normalitas Kekristenan adalah jika kita bertumbuh terus. Jika kita berhenti bertumbuh dan bahkan berproses mundur, maka kita sudah menjadi abnormal. Maukah kita menjadi orang Kristen yang normal, yang mau berproses untuk bertumbuh dalam kasih dan dibentuk di tangan Tuhan?
Himbauan & Ajakan: 2 Timotius 3:16 Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. 3:17 Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.
Amin
ITT - 22 Maret 2008