Kita semua hidup di alam 3 dimensi; dimensi ruang, gerak dan waktu ... yang membuat kita nyata dan eksis di alam ciptaan Tuhan ini. Sebagaimana dimensi alam, manusia juga punya dimensi berpikir, berujar dan bertindak. Bila satu dimensi berkurang, kita seperti televisi yang hanya punya tampilan gerak dan suara tetapi tidak nyata ..... Mari berusaha mengharmonisasi ketiga dimensi ini supaya kita nyata dan berguna, seperti kehendak-Nya menciptakan kita.

Blogspot Kumpulan Artikel dan Pengajaran Kristen dalam Lingkungan GPIB

Thursday, July 31, 2003

Domba yang Nakal


Ada seorang hamba Tuhan yang selain melayani sebagai pendeta dan memimpin sebuah gereja kecil di perbukitan di suatu daerah, ia juga adalah seorang gembala domba yang memiliki banyak domba peliharaan.

Dalam keseharian dia menggembalakan domba, sebagai pekerjaannya. Ia memberi mereka makan, membawa mereka ke padang rumput, dan memelihara mereka dengan penuh kasih sayang sama seperti ia memimpin gerejanya yang kecil.

Telah beberapa waktu, ia memperhatikan, bahwa dari antara kawanan dombanya yang cukup banyak itu, terdapat 3 ekor domba yang lain daripada yang lain. Ketiga ekor dombanya itu lebih lincah dan liar. Ketiga domba ini selalu memisahkan diri dari teman-temannya. Ketika domba-domba yang lain makan rumput secara berkelompok, dia akan keluar dari kelompoknya dan pergi ke tempat yang dia suka, atau ketika gembalanya sedang menggiring domba-dombanya ke padang rumput, si domba nakal akan lari sendirian ke arah yang berlawanan, jauh dari kelompoknya.

Reaksi si gembala adalah selalu mengejar domba nakal ini dan menempatkannya kembali ke kelompoknya. Dan hal ini selalu dia lakukan berulang kali dan membuat lelah si gembala. Tetapi ia dengan sabar menghadapi ketiga dombanya, hanya saja ia mulai kuatir, karena lama kelamaan, kawanan dombanya yang banyak itu mulai terpengaruh dan sering mengikuti domba-domba nakal itu. Ia semakin kesulitan menggembalakan domba-dombanya, pekerjaan ini membuat ia sangat kelelahan .....

Ketika sedang duduk memperhatikan domba-dombanya itu, iapun bertekad untuk berdoa dan meminta jalan keluar dari Tuhan, bukankah ia seorang Hamba Tuhan juga?
Malam harinya, sebelum tidur iapun berdoa;
"Tuhan,...Engkau adalah seorang Gembala yang baik,..dalam Mazmur, Daud pun mengilustrasikan Engkau sebagai Gembala yang membawa domba-domba-Mu ke padang rumput yang hijau. Daud, pada masa mudanyapun adalah seorang gembala domba dan apa yang dia ungkapkan tentang Engkau sebagai seorang Gembala, ...... aku percaya bahwa Daud pun menemukan hal-hal ini ketika dia sedang menggembalakan dombanya, lalu .... apa yang harus aku lakukan menghadapi domba yang nakal ini?"

Dengan keyakinan penuh, bahwa Tuhan akan menjawab doanya iapun pergi tidur. Setelah beberapa hari lamanya, suatu malam ia bermimpi Tuhan berbisik kepadanya ...... dan berkata; "Patahkan kakinya..."

Ia segera terbangun dan duduk termenung ...... "patahkan kakinya..?" Sungguh alangkah kejamnya ia kalau sampai melakukan ini. tetapi, ................ bukankah ia meminta jawaban dari Tuhan?, alangkah lebih kejam lagi kalau ia tidak mengindahkan jawaban Tuhan yang dimintanya. Ia resah ....... ! Hatinya berkecamuk .... antara rasa bersalah bila menyakiti domba-dombanya atau mematuhi perintah Tuhan. Lalu iapun memutuskan untuk berdoa lebih tekun supaya ia lebih peka lagi atas jawaban dan kehendak Tuhan.

Kembali ia terjaga pada suatu malam dengan mimpi yang sama. “Patahkan kakinya” dan kali ini suara itu lebih jelas lagi. Ah ... suara Tuhankah ini? Kegelisahan memenuhi hatinya, bila lelah sehabis mengusir domba-domba nakal itu, ingin sekali ia melaksanakan bisikan dalam mimpinya itu, tetapi begitu mendekati ketiga domba itu, hatinya tak tega ..... dan iapun bertekad untuk lebih sekali lagi bertekun dalam doa .....

Malam hari sehabis berdoa dan baru beberapa saat terlelap, terdengar suara yang berkata dengan tegas dan lantang ..... “Patahkan kakinya !!!”. Segera ia bangun dan bersujud minta ampun ... “Ya Bapa, ampuni aku meragukanMu .... aku akan melaksanakan hal itu, kuatkan hatiku, karena aku sayang, teramat sayang kepada domba-dombaku itu, tetapi aku percaya bahwa Tuhan maha mengetahui segala sesuatu.”

Keesokan harinya, sebelum membuka kandang dan mengeluarkan kawanan domba lainnya, ia mengambil ketiga ekor domba nakal itu. Dengan perasaan tidak tega dan kasihan, tetapi takut akan Tuhan, iapun mengangkat mereka satu-persatu dan mematahkan satu kaki mereka. Domba-domba itu menjerit keras, dan ditimpali oleh suara kawanan domba yang lain, mengiris hati si gembala. Para kawanan domba berdesakan di depan kandang mereka, dan memandang si gembala dengan heran, ... seakan mereka hendak berkata; “alangkah keji dan kejamnya gembala ini, mengapa ia mematahkan kaki teman-teman kami?”

Setelah ia mematahkan kaki ketiga domba nakal itu, iapun membalut dan merawatnya dengan obat-obatan yang dibuatnya. Setiap hari digendongnya ketiga domba nakal itu karena mereka tidak dapat berjalan. Dibuatnya gendongan dibelakangnya, sehingga ia dapat membawa mereka bertiga sekaligus, ... satu di belakang ... dan dua di kedua belah tangannya ....... Sungguh suatu pekerjaan yang berat bagi si gembala yang sudah tidak  muda lagi, ... terkadang ia hendak mengeluh atas beban barunya itu, tetapi karena kasih sayang dan kepatuhannya kepada Tuhan, ia tetap merawat mereka dengan tekun.

Ia akan meletakkan mereka dekat kakinya, dan bahkan mengambilkan rumput dan air untuk mereka ..... setiap kali domba nakal ini haus, dia akan menjilat keringat si gembala yang menggendongnya, kepalanya selalu bersandar pada dada si gembala dan menggosokkan kepalanya di bahu gembala bila sedang berjalan-jalan di padang rumput.

Setelah beberapa waktu lamanya, kakinya merekapun sembuh. Si gembala membuka balutan dan melepaskan mereka untuk bergabung dengan kawanan domba yang lain. 

Namun, hal inilah yang terjadi, ............
Kemanapun gembala itu berjalan, ketiga ekor domba itu selalu berada di dekatnya. Bahkan mereka akan merapatkan diri kepada si gembala, dan menjilat-jilat keringatnya ... ketika saat ia beristirahat. Mereka tidak lagi nakal dan liar, sikap mereka itu diikuti oleh kawanan yang lain, dan si gembala tidak lagi kelelahan setiap kali memburu dan mengumpulkan dombanya.

Pada saat teduh dan berdoa, ia berterimakasih atas petunjuk Tuhan dan seakan terdengar suara Tuhan berkata;
"Itulah yang tidak dimengerti oleh umat-Ku,...ketika Aku membiarkan mereka berbeban berat atau terluka atau Aku ijinkan sesuatu menimpa mereka,...itu adalah untuk membawa mereka mendekat kepada-Ku. 
Aku melakukan itu untuk membuat mereka mengerti betapa  berharganya mereka di hati-Ku,... betapa Aku ingin mereka hidup bergantung hanya pada-Ku, dekat dan intim dengan-Ku. Tetapi, seringkali  mereka semakin menjauh ketika hal-hal itu terjadi...."

Gembala itu akhirnya mengerti, mengapa Tuhan menyuruh dia mematahkan kaki domba nakal itu, yaitu untuk menyatakan isi hati-Nya, betapa manusia berharga di hati-Nya dan mengajar dia tentang kerinduan Allah untuk hidup intim dengan umat-Nya, namun banyak orang yang tidak menyadari hal itu.

“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. 
Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan memulihkan keadaanmu dan akan mengumpulkan kamu dari antara segala bangsa dan dari segala tempat ke mana kamu telah Kuceraiberaikan, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan mengembalikan kamu ke tempat yang dari mana Aku telah membuang kamu.” ................. (Yeremia 29:11-14)

ITT - Juli 2003