Kita semua hidup di alam 3 dimensi; dimensi ruang, gerak dan waktu ... yang membuat kita nyata dan eksis di alam ciptaan Tuhan ini. Sebagaimana dimensi alam, manusia juga punya dimensi berpikir, berujar dan bertindak. Bila satu dimensi berkurang, kita seperti televisi yang hanya punya tampilan gerak dan suara tetapi tidak nyata ..... Mari berusaha mengharmonisasi ketiga dimensi ini supaya kita nyata dan berguna, seperti kehendak-Nya menciptakan kita.

Blogspot Kumpulan Artikel dan Pengajaran Kristen dalam Lingkungan GPIB

Thursday, September 30, 2010

Pola Doa Sesuai Ajaran Tuhan Yesus


Matius 6:9-13

6:9 Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu,
6:10 datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
6:11 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya
6:12 dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;
6:13 dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.]

+++++++++++++++

Waktu berdoa kita dapat membuat pola yang mengacu pada Doa yang diajarkan Tuhan Yesus. Pola itu sendiri bisa seperti hal-hal berikut ini:

• Pujian: "Bapa kami yang di surga, dikuduskanlah nama-Mu."
Pada langkah pertama, kita memuji Allah atas siapa Dia dan apa yang telah dilakukan-Nya, dan kita mengagungkan nama-Nya yang ajaib.

• Penyerahan Diri: "Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di surga."
Kita menyerahkan diri kita untuk melayani Kerajaan-Nya dan berdoa, agar kehendak-Nya terjadi dalam kehidupan keluarga kita, jemaat kita, dan bangsa kita, serta di dalam kehidupan kita sendiri.

• Permohonan: "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya."
Setiap hari kita dapat meminta Allah untuk memenuhi kebutuhan kita secara spesifik.

• Pengampunan: "Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami."
Kita berdoa meminta pengampunan bagi diri kita sendiri dan meminta Allah mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Kita benar-benar dapat berdoa untuk hidup dalam roh pengampunan sepanjang hari.

• Perlindungan: "Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat."
Sangat penting bagi kita untuk setiap hari berdoa, agar dilepaskan dari muslihat dan siasat Iblis. Kita dapat memperoleh perlindungan melalui doa kita. Mazmur 91 dapat dipakai sebagai pedoman dalam minta perlindungan.

• Kembali pada Pujian: "Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya."
Doa kita seharusnya dibuka dan ditutup dengan pujian. Kita mengagungkan Tuhan dan memuji Dia karena kuat kuasa-Nya. Kita menyadari, bahwa segala sesuatu yang kita doakan adalah untuk membangun Kerajaan-Nya, dengan kuasa-Nya, dan untuk kemuliaan-Nya.

ITT - 01 Oktober 2010

Wednesday, September 29, 2010

2 Samuel 15:1-12

15:1 Sesudah itu Absalom menyediakan baginya sebuah kereta serta kuda dan lima puluh orang yang berlari di depannya.
15:2 Maka setiap pagi berdirilah Absalom di tepi jalan yang menuju pintu gerbang. Setiap orang yang mempunyai perkara dan yang mau masuk menghadap raja untuk diadili perkaranya, orang itu dipanggil Absalom dan ditanyai: "Dari kota manakah engkau?" Apabila ia menjawab: "Hambamu ini datang dari suku Israel anu,"
15:3 maka berkatalah Absalom kepadanya: "Lihat, perkaramu itu baik dan benar, tetapi dari pihak raja tidak ada seorang pun yang mau mendengarkan engkau."
15:4 Lagi kata Absalom: "Sekiranya aku diangkat menjadi hakim di negeri ini! Maka setiap orang yang mempunyai perkara atau pertikaian hukum boleh datang kepadaku, dan aku akan menyelesaikan perkaranya dengan adil."
15:5 Apabila seseorang datang mendekat untuk sujud menyembah kepadanya, maka diulurkannyalah tangannya, dipegangnya orang itu dan diciumnya.
15:6 Cara yang demikianlah diperbuat Absalom kepada semua orang Israel yang mau masuk menghadap untuk diadili perkaranya oleh raja, dan demikianlah Absalom mencuri hati orang-orang Israel.
15:7 Sesudah lewat empat tahun bertanyalah Absalom kepada raja: "Izinkanlah aku pergi, supaya di Hebron aku bayar nazarku, yang telah kuikrarkan kepada TUHAN.
15:8 Sebab hambamu ini, ketika masih tinggal di Gesur, di Aram, telah bernazar, demikian: Jika TUHAN sungguh-sungguh memulangkan aku ke Yerusalem, maka aku akan beribadah kepada TUHAN."
15:9 Lalu berkatalah raja kepadanya: "Pergilah dengan selamat." Maka berkemaslah Absalom dan pergi ke Hebron.
15:10 Dalam pada itu Absalom telah mengirim utusan-utusan rahasia kepada segenap suku Israel dengan pesan: "Segera sesudah kamu mendengar bunyi sangkakala, berserulah: Absalom sudah menjadi raja di Hebron!"
15:11 Beserta Absalom turut pergi dua ratus orang dari Yerusalem, orang-orang undangan yang turut pergi tanpa curiga dan tanpa mengetahui apa pun tentang perkara itu.
15:12 Ketika Absalom hendak mempersembahkan korban, disuruhnya datang Ahitofel, orang Gilo itu, penasihat Daud, dari Gilo, kotanya. Demikianlah persepakatan gelap itu menjadi kuat, dan makin banyaklah rakyat yang memihak Absalom.

Latar Belakang

Awalnya, kitab 1 dan 2 Samuel diletakkan bersama-sama sebagai satu buku di dalam Kitab Ibrani. Kedua kitab ini menceritakan sejarah kerajaan Israel di awal Kerajaan. Terutama, kitab 1 Samuel ini menceritakan tentang Raja Saul, dan kitab 2 Samuel menceritakan tentang Raja Daud.
Meskipun aslinya satu kitab, 1 dan 2 Samuel dibagi menjadi dua kitab oleh para penerjemah Septuaginta (terjemahan Perjanjian Baru dalam bahasa Ibrani). Pembagian ini kemudian diikuti oleh Jerome dengan Latin Vulgate (terjemahan Injil ke dalam bahasa Latin) dan oleh versi-versi moderen.

Tahun Penulisan: 1010 S.M. (dan seterusnya)

Temanya, seperti yang dituliskan di dalam 2 Samuel mengenai pemerintahan Daud, dapat diringkas dengan “bagaimana dosa mengubah kemenangan menjadi kesukaran”.
Sementara kerajaan dibentuk di bawah pemerintahan Saul, kemudian diperluas oleh Daud. Kerajaan Saul menciptakan stabilitas bagi Israel sejak zaman hakim-hakim, namun pemerintahan Daud berkembang atau meluas. Dengan gaya yang khas, Alkitab yang secara terbuka menceritakan kisah para pemimpinnya, kitab 2 Samuel menggambarkan baik hal yang baik dan yang buruk mengenai kehidupan Raja Daud.

Tokoh Penting: Daud, Batsyeba, Natan, Absalom, Yoab, Amnon, dan Ahitopel

Tiga Nubuat Nabi Natan.

Ketika Raja Daud mengambil Batsyeba istri Uria dan menidurinya dalam 2 Samuel 11, maka Tuhan mengutus Nabi Natan untuk menyatakan kesalahan Daud dalam 2 Samuel 12.

3 (tiga) nubuat Nabi Natan itu adalah:

1. 2 sam 12:10 = Oleh sebab itu, pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya, karena engkau telah menghina Aku dan mengambil isteri Uria, orang Het itu, untuk menjadi isterimu.
2. 2 sam 12:11a = Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri.
3. 2 sam 12:11b-12 = Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan.

- Bagian pertama telah terjadi ketika Absalom menyuruh pelayannya membunuh saudaranya Amnon, karena Amnon telah memperkosa Tamar, adik mereka.
- Bagian kedua baru akan terjadi dalam bacaan ini, ketika Absalom yang kembali dari pembuangannya di Gesur, mulai merancang untuk menggulingkan ayahnya, Raja Daud. (2 Sam 15)
- Bagian ketiga terpenuhi, ketika Absalom atas nasihat Ahitofel mengambil dan meniduri gundik-gundik Daud di depan mata seluruh Israel dalam 2 Sam 16:20-23

Sekilas mengenai Absalom

Absalom. adalah Putra ketiga Daud. Ibunya seorang wanita asing, Maakha, putri Talmai, raja Gesur (2 Samuel 3:3).

Absalom termashur ketampanannya (2 Samuel 14:25, Di seluruh Israel tidak ada yang begitu banyak dipuji kecantikannya seperti Absalom. Dari telapak kakinya sampai ujung kepalanya tidak ada cacat padanya). Kepribadiannya yang menawan itu juga dimiliki Tamar, adiknya perempuan; sayang justru menyebabkan Tamar diperkosa oleh Amnon, putra sulung Daud dari istrinya yang lain (2 Samuel 13:1-18).

- Ayah : Daud - 2 Samuel 3:3
- Ibu : Maakha - (2 Samuel 3:3; 1 Tawarikh 3:2)
- Anak laki-laki : Tiga, tidak disebut namanya 2 Samuel 14:27
- Anak perempuan : Tamar - 2 Samuel 14:27
- Saudara laki-laki : Disebut ada 18 saudara tiri 1 Tawarikh 3:1-8
- Tiga orang yang terpenting adalah Amnon, Adonia, dan Salomo - 2 Samuel 3 2-4; 12:24
- Saudara perempuan : Tamar - 2 Samuel 13:1
- Tempat kelahiran : Hebron - 2 Samuel 3:2-3
- Tempat kematian : Di hutan di Efrayim - 2 Samuel 18:6, 14
- Keadaan kematian : tergantung di antara langit dan bumi - Dilempar dengan lembing oleh Yoab - 2 Samuel 18:14

Fakta penting :
- Membunuh Amnon karena memperkosa saudara perempuannya Tamar; melarikan diri (dalam 2 Samuel 13:1-39).
- Kembali ke Yerusalem; diterima oleh Daud (dalam 2 Samuel 14:1-33).
- Memberontak terhadap Daud; merebut kerajaan (dalam 2 Samuel 15:1-17:29).

Ambisi Absalom

Ambisi menurut pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keinginan (hasrat, nafsu) yang besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu (seperti pangkat, kedudukan), dan pengertian dari berambisi adalah berkeinginan keras mencapai sesuatu (cita-cita, harapan, dsb.). Ambisi tidak selalu bermakna negatif, tetapi lebih banyak dimaknai secara negatif, ketika seseorang berkeinginan keras memperoleh sesuatu, maka ia dapat mempergunakan cara apa saja untuk mewujudkan keinginannya itu, bahkan dengan cara-cara yang jahat sekalipun.

Absalom mempunyai ambisi untuk menggantikan kedudukan ayahnya, Daud, sebagai raja Israel. Sesuai waktunya, jika raja sudah tidak sanggup lagi melaksanakan tugasnya maka keturunannyalah yang akan menggantikannya. Tetapi Absalom tidak sabar untuk menantikan waktunya dan dengan segala cara ia berupaya memenuhi ambisinya untuk menjadi raja Israel bahkan dengan menjatuhkan ayahnya sekalipun.

Absalom mengambil kesempatan mencuri hati Israel dengan menjatuhkan Daud di hadapan Israel. Ketika Daud, ternyata telah banyak mengecewakan Israel dalam pemerintahannya dan Absalom tahu cara ayahnya mengadili orang tidak selalu memuaskan. Ia mengalihkan perhatian Israel dari Daud kepadanya. Ia mencoba menarik simpati Israel. Ia memberi kesan seolah-olah ia lebih baik dari Daud (ayat 2-6).

Absalom memperjuangkan ambisi pribadinya agar terwujud dengan menjatuhkan ayahnya. Ia sanggup melakukan apapun agar mendapat simpati dari rakyat. Dan dalam pemikiran Absalom jika saat pemberontakan tiba maka ia telah merebut hati orang Israel dan mereka akan berpihak kepadanya. Empat tahun lamanya Absalom telah mempersiapkan segala sesuatu untuk mengadakan pemberontakan terhadap ayahnya (ayat 4). Setelah mencuri hati Israel, dalam strategi pemberontakannya Absalom akan mudah melawan ayahnya.
Tempat yang dipilih Absalom untuk pemberontakannya adalah Hebron. Penduduk Hebron tidak lagi bersimpati kepada Daud karena Daud tidak menjadikan kota itu ibu kota sehingga mereka inipun berpihak kepada Absalom. Untuk melancarkan niatnya maka Absalom mengelabui ayahnya bahwa ia mau pergi ke Hebron untuk membayar nazarnya (ayat 7) dan Daud mengizinkannya (ayat 9). Daud tidak membayangkan bahwa anaknya akan melakukan perlawanan terhadapnya untuk merebut kedudukannya.

Potensi Absalom

1. Penampilan yang tidak bercacat cela
Bayangkan di seluruh Israel tidak ada seorangpun di antara orang-orang muda yang bisa menandingi ketampanan dan penampilan Absalom yang diberi predikat “tanpa cacat celah”. Dengan “modal” seperti rasanya tidak ada alasan apapun bagi Absalom untuk tidak menjadi “apa-apa” dalam sejarah hidupnya.

2. Pandai mengambil simpati
2 Samuel 15:6, Cara yang demikianlah diperbuat Absalom kepada semua orang Israel yang mau masuk menghadap untuk diadili perkaranya oleh raja, dan demikianlah Absalom mencuri hati orang-orang Israel.
Absalom adalah seorang figur yang mengerti benar segala seluk beluk yang berhubungan dengan PR (Public Relation). Itu sebabnya tidak heran bila ia sangat cakap dalam “mengambil hati orang”.

3. Biasa membuat perencanaan matang
Misalnya, dalam perencanaan membunuh Amnon yang menodai Tamar, adiknya.
Perencanaan yang matang dan penuh dengan kehati-hatianpun ia lakukan di saat melakukan “coup detat” menumbangkan pemerintahan Daud, ayahnya:
2 Samuel 15:13, Lalu datanglah seseorang mengabarkan kepada Daud, katanya: “Hati orang Israel telah condong kepada Absalom.”

Dari ketiga potensi itu, dapat disimpulkan bahwa Absalom adalah seorang yang memiliki “asset” yang luar biasa untuk menjadi orang yang “besar”. Tetapi pada kenyataannya ia tidak lebih menjadi seorang yang “Tergantung di antara langit dan bumi” di akhir hidupnya. Absalom mati dalam segala kesia-siaan tanpa meninggalkan nama harum dalam sejarah hidupnya. Apa yang dialami oleh Absalom harus dijadikan sebagai pelajaran yang berharga bagi gereja Tuhan. Tuhan
memanggil dan melengkapi Gereja-Nya dengan hal-hal yang dasyat untuk melakukan hal-hal besar.
1 Petrus 2:9, Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:

Tentunya ada hal-hal yang “lain dari pada yang lain”, ketika kita dipanggil sebagai “orang pilihan”!. Allah merancang setiap orang percaya lebih dari Absalom.

Yohanes 14:12 Kristus Yesus berfirman:, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu.

Belajar dari Sikap Absalom

Dari kejatuhan dan kematian Absalom yang sia-sia dan tidak menghasilkan buah yang baik, kita diajar Tuhan untuk beberapa hal utama:

1. Problem emosi (Takut, Amarah, Stress, Depressi, Cemburu, Iri, Tamak, Malas, Kebencian dan Kepahitan, Konflik, dan lain sebagainya.)
Absalom membiarkan dirinya terlibat persoalan emosi yang terpendam dan tidak disalurkan dengan tepat. Emosi itu disalurkan dengan jalan yang salah. Emosi kepada Amnon yang memperkosa Tamar dipendam dan setelah 2 tahun, dibiarkan mengakar dan berbuah kejahatan, yaitu pembunuhan terhadap Amnon.
Ambisi dan ketamakan ingin menjadi Raja, membuat ia menjelekkan ayahnya sendiri dan akhirnya memicu peperangan & pemberontakan yang mengorbankan dan membunuh puluhan ribu orang.
Mau terbebas dari problem emosional? Miliki pola berpikir dan perasaan seperti yang dimiliki oleh Tuhan Yesus Fil. 2:5 (Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus)

2. Tidak Melibatkan Allah
Dalam segala rencana dan pekerjaan yang Absalom lakukan, tidak pernah tercatat ia melibatkan Tuhan didalamnya. Ini bisa dimengerti karena ibunya adalah orang asing yang tidak dibesarkan dengan pola ibadah yang dimiliki oleh Israel. Sedangkan Daud, ayahnya kurang peduli dalam pendidikan anak-anaknya 1 Raja 1:6.
Tidak heran bila Absalom tidak memiliki banyak informasi tentang Allah Israel. Itu sebabnya amatlah sulit bagi Absalom untuk melibatkan Tuhan dalam setiap perencanaan dan aktifitas yang ia lakukan sehari-hari. Perilaku seperti inilah yang menyebabkan Absalom tidak menggantungkan dirinya kepada Allah.
Roma 8:28, Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Dan perhatikan apa yang dikatakan Tuhan Yesus:

Yohanes 5:30, Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.

Melibatkan Tuhan dalam segala perkara adalah kunci kedua untuk menghindari hidup yang seperti Absalom. Artinya, ketika Tuhan diijinkan turut bekerja bersama, maka hidup kita akan berarti di dunia dan di sorga.

3. Salah Memilih Teman
Salah satu penghancur kehidupan Absalom adalah kesalahannya dalam memilih teman. Alkitab mencatat bahwa Absalom berteman dengan Ahitofel, seorang yang tidak setia kepada Daud, ayahnya 2 Sam. 15:31/16:15,21-23.
Mutu kehidupan kita amat dipengaruhi dengan siapa kita bergaul 1 Kor. 15:33. ( Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.)
Teman dapat membawa pengaruh yang baik bagi kita. Tetapi teman juga dapat menyebabkan kehidupan kita seperti Absalom. Perhatikan dengan siapa kita bergaul!.

4. Tidak Fokus pada BidangNya
Absalom terlibat dalam peperangan yang sebenarnya bukan bidangnya. Alkitab mencatat bahwa Absalom berperang dengan menunggangi bagal (semacam keledai, biasanya dipakai untuk mengangkut barang). Aneh bukan?. Setiap orang percaya perlu menekuni apa yang menjadi potensinya bukan apa yang tidak ada, untuk meraih sesuatu keberhasilan.

Kesimpulan

Ketika seseorang tidak mendapat apa yang diinginkannya dan kemudian ada orang yang dapat memberikan apa yang diinginkan maka tidaklah mengherankan kalau Absalom berhasil menarik mereka menjadi pengikutnya melalui karisma dan perbuatan nyata yang terlihat “BAIK”. Terlihat baik karena Absalom melakukannya dengan tidak tulus, ia menarik banyak orang untuk diri sendiri.

Kisah Para Rasul 5 : 34 – 39 Nasehat Gamaliel kepada seluruh sidang, biarkanlah mereka sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia tentu akan lenyap.

Setiap usaha untuk menarik orang kepada diri sendiri pada akhirnya akan lenyap kecuali kita melakukan dengan tujuan menarik orang datang kepada Tuhan.

Demi ambisi pribadi banyak orang yang menjatuhkan orang lain. Berbuat apa saja agar yang menjadi ambisinya itu dapat tercapai. Tindakan yang demikian tidak hanya terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat tetapi juga terjadi di lingkungan keluarga dan Gereja. Sikap mengasihi tidak dilakukan dengan tulus sebagai orang Kristen tetapi lebih sebagai alat untuk mencapai tujuan di dalam dirinya, padahal Gereja adalah keluarga besar, selayaknya bahwa suatu keluarga harus saling menopang dan membangun, bukan sebaliknya dalam keluarga itu terjadi intrik untuk saling menjatuhkan.

Marilah kita semua kembali kepada Alkitab, kepada perbuatan nyata dengan kasih yang tulus di tengah–tengah kenyataan kekristenan yang sudah kehilangan kasih agar orang-orang berdosa boleh datang dan percaya kepada Tuhan.

Jemaat, ..... Perhatikanlah 2 hal ini:
1. Kita semua, jemaat, pemimpin jemaat & Gereja hadir bukan untuk memenuhi keinginan diri tetapi untuk menghadirkan syalom Tuhan.
2. Kita semua, jemaat, pemimpin jemaat & Gereja hadir bukan untuk mencuri kemuliaan Tuhan tetapi tetap untuk memuliakan Tuhan.

ITT - 29 September 2010 - KRT SP 1 di Kel.A.Samahati

Friday, September 17, 2010

1 Samuel 3:1-10

3:1 Samuel yang muda itu menjadi pelayan TUHAN di bawah pengawasan Eli. Pada masa itu firman TUHAN jarang; penglihatan-penglihatan pun tidak sering.
3:2 Pada suatu hari Eli, yang matanya mulai kabur dan tidak dapat melihat dengan baik, sedang berbaring di tempat tidurnya.
3:3 Lampu rumah Allah belum lagi padam. Samuel telah tidur di dalam bait suci TUHAN, tempat tabut Allah.
3:4 Lalu TUHAN memanggil: "Samuel! Samuel!", dan ia menjawab: "Ya, bapa."
3:5 Lalu berlarilah ia kepada Eli, serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil; tidurlah kembali." Lalu pergilah ia tidur.
3:6 Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi. Samuel pun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta berkata: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Tetapi Eli berkata: "Aku tidak memanggil, anakku; tidurlah kembali."
3:7 Samuel belum mengenal TUHAN; firman TUHAN belum pernah dinyatakan kepadanya.
3:8 Dan TUHAN memanggil Samuel sekali lagi, untuk ketiga kalinya. Ia pun bangunlah, lalu pergi mendapatkan Eli serta katanya: "Ya, bapa, bukankah bapa memanggil aku?" Lalu mengertilah Eli, bahwa TUHANlah yang memanggil anak itu.
3:9 Sebab itu berkatalah Eli kepada Samuel: "Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar." Maka pergilah Samuel dan tidurlah ia di tempat tidurnya.
3:10 Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: "Samuel! Samuel!" Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar."

Pendahuluan

Dari sejarah dan cerita dalam Alkitab, kita sama-sama tahu bagaimana proses kelahiran Samuel dan bagaimana masa kecilnya. Yang pasti dari proses kelahiran Samuel kita dapat belajar satu hal: Samuel adalah harta terbesar dan tidak ternilai dari keluarganya, dari ayah dan ibunya, karena Samuel sesuai dengan namanya adalah anak yang lahir dari pergumulan yang sangat berat dari seorang ibu yang dituduh mandul, anak yang lahir karena permintaan atau jeritan dan tangisan yang dalam dari seorang ibu yang bernama Hana. Tapi, apa yang Alkitab katakan: Harta terbesar dan tidak ternilai ini diserahkan sebagai pemberian terbaik kepada Tuhan. Hana menggenapi janjinya kepada Tuhan dan mempersembahkan Samuel kepada Tuhan. Hana mendapatkan Samuel dari Tuhan dan mengembalikannya kembali kepada Tuhan untuk dipakai oleh Tuhan (Perhatikan 1 Sam 1:1-28).

Sedangkan dalam mempelajari masa kecil Samuel, hal lain dapat kita pelajari ketika membaca dan merenungkan tokoh ini: Samuel sejak kecilnya telah dilatih oleh orang-tuanya dan juga dibentuk oleh lingkungan sekitarnya yang adalah lingkungan Bait Allah: Dilatih untuk menjadi seorang ‘pelayan’ (1 Sam 2:18a: Adapun Samuel menjadi pelayan di hadapan TUHAN; ia masih anak-anak). Jiwa dan mentalnya, karakternya dilatih dan terbentuk menjadi seorang dengan jiwa dan mental pelayan: Melayani Tuhan-Nya, memperhatikan kepentingan orang lain, mengasihi orang lain, tidak bersifat egosentris dan egoistik.

Kita juga dapat belajar paling tidak dua hal berharga dan penting dalam pelayanan Samuel sebagai Hakim atas bangsa Israel :

1. Kehidupan Doa Samuel. Dalam sejarah Israel, Samuel sangat dikenal melalui doa-doanya yang selalu mendatangkan mujizat. Setiap kali Samuel berdoa, bangsa Israel bisa melihat bagaimana Tuhan menjawab. Alkitab mencatat karena doa-doanyalah maka Tangan Tuhan melawan orang Filistin seumur hidup Samuel (1 Sam.7:13= Demikianlah orang Filistin itu ditundukkan dan tidak lagi memasuki daerah Israel. Tangan TUHAN melawan orang Filistin seumur hidup Samuel). Selama dibawah kepemimpinan Samuel, bangsa Israel tidak pernah kalah dari bangsa Filistin yang besar dan kuat. (Juga Samuel dikenal dengan perkataannya: Eben Haezer pada 1 Sam7:12 =Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: "Sampai di sini TUHAN menolong kita.”)

2. Ketegasan & Kemurnian pelayanan Samuel. I Samuel 12:3-5 mencatat kesaksian Samuel sekaligus pembelaan Samuel terhadap pelayanannya : “Di sini aku berdiri. Akulah yang menjadi pemimpinmu dari sejak masa mudaku sampai hari ini. Berikanlah kesaksian menentang aku di hadapan Tuhan dan di hadapan orang yang diurapiNya. Lembu siapakah yang telah kuambil? Keledai siapakah yang telah kuambil? Siapakah yang telah kuperas? Siapakah yang telah kuperlakukan dengan kekerasan? Dari tangan siapakah telah kuterima sogok sehingga aku harus tutup mata? Aku akan mengembalikannya kepadamu. Jawab mereka: Engkau tidak memeras kami dan engkau tidak memberlakukan kami dengan kekerasan dan engkau tidak menerima apa-apa dari tangan siapa pun. Lalu berkatalah Samuel kepada mereka: Tuhan menjadi saksi kepada kamu.” Samuel tegas dalam menyatakan kebenaran, dia tidak takut menyatakan suara Tuhan kepada Imam Eli yang notabene adalah seniornya, setelah mendengar suara Tuhan, tapi Samuel juga murni dalam melayani. Dia tahu benar, bahwa dia melayani dengan murni tidak dengan tuntutan apapun.

BELAJAR MENDENGAR!

Tuhan memberikan kita telinga untuk mendengar. Namun, bila jujur mungkin kita mengaku seringkali tidak menggunakan kedua telinga ini dengan baik atau malah menggunakannya untuk mendengar hal-hal yang tidak penting dan tidak berguna.

Khotbah Minggu ini mengajak kita belajar lagi mendengar seksama. Ya, mendengar dengan sepenuh hati. Para ahli ilmu psikologi dan komunikasi telah mengajarkan kita banyak tentang seni atau ketrampilan mendengar. Dari para ahli inilah kita tahu, bahwa walaupun secara fisik telinga kita sehat namun sebenarnya kita tidak mendengar serta-merta semua suara atau bunyi yang ada dekat kita. Jemaat dan saya cenderung hanya mendengar apa yang Jemaat dan saya ingin kita dengar. Dengan kata lain kemana hati kita tertuju ke sanalah telinga kita mengarah. Hal yang mirip: kemana hati kita terarah kesanalah mata kita tertuju. Itulah sebabnya kita bisa berada dekat televisi yang menyala tetapi tidak mendengar apa-apa sampai sampai ada berita yang menyentak hati dan telinga kita. Bahkan kita bisa saja tidak mendengar omongan istri, suami atau anak, atau teman, atau guru yang jelas-jelas sedang di depan kita, karena hati kita sedang melayang dan ada di tempat lain. Namun sebaliknya: ketika kita sangat sayang dan merindukan seseorang, kita dapat mendengar suaranya dari kejauhan datang. Seorang ibu di dalam ruang masih bisa mengenali apakah yang sedang menangis di luar sana adalah anaknya atau bukan.

Mungkin bukan tanpa maksud Tuhan menganugerahkan kita dua telinga tetapi satu mulut. Yaitu agar kita lebih banyak mendengar daripada bicara. Namun kadang banyak orang justru lebih suka bicara daripada mendengar, bahkan berbicara hal-hal yang tidak penting, tidak benar dan tidak berguna. Saksikanlah pesta-pesta komunitas kita: semua orang seakan berlomba bicara atau memaksakan nyanyian atau pidatonya ke telinga lawannya. Pergilah ke lapangan sepak bola atau ke sebuah kafe dimana sekelompok orang sedang menonton pertandingan liga. Dari sana pergi ke pasar atau mal atau stasiun. Atau bukalah jendela mobil kita saat melintas di jalan. Atau tak usah jauh-jauh, berdiam dirilah di rumah dan coba kenali apa dan siapa saja yang tak henti berbunyi atau bersuara? Sebaliknya: siapa mendengar seksama?

Cerita tentang Samuel kecil di bait Allah ini mengajak kita merenung ulang. Tuhan mengajak kita mendengar seksama. Pertama-tama kita diajak belajar lagi saling mendengar di rumah, di gereja dan juga di sekolah atau kantor. Sudah terlalu banyak masalah karena kita tidak mau mendengar satu sama lain, dan hanya ingin bicara dan bicara saja. Ya, sadar atau tak sadar seringkali kita menganggap berbicara lebih bernilai daripada mendengar. Karena itulah banyak orang melatih dan meningkatkan kemampuan berbicara alih-alih kemampuan mendengar. Bahkan kita sangat bangga dengan otoritas berbicara dan lupa Tuhan juga sebetulnya memberi otoritas atau wibawa untuk mendengar.

Seorang ahli komunikasi mengatakan kemauan berbicara selalu berbanding terbalik dengan kemauan mendengar. Pada saat kita sangat ingin bicara biasanya kita juga sangat tidak ingin dan karena itu tidak sabar mendengar. Itulah yang membuat kita kadang atau selalu menyela pembicaraan teman, pura-pura serius menyimak demi kesantunan dan hormat palsu, atau menjawab yang bukan ditanya, atau membelokkan begitu saja percakapan menurut keinginan kita. Semakin dewasa, merasa tahu dan mampu, menganggap diri terhormat atau berkuasa, maka sering semakin lemah pulalah kemauan kita mendengar. Sebaliknya kian kuat pula keinginan berbicara itu. Baiklah kita sadar hal itu tidak hanya berlaku dalam hubungan kita dengan sesama tetapi juga saat berhubungan dengan Tuhan. Jadi jangan heran jika doa orangtua, pendeta, penatua, atau aktivis gereja, apalagi yang suka dipanggil sebagai “pembicara” seringkali sangat panjang dan bercabang-cabang. Sebelumnya jangan heran jika orangtua lebih suka memberi petuah kepada anaknya ketimbang membiarkan atau mendorong anak-anak mengeluarkan isi hatinya. Kasus yang mirip: para pejabat sibuk sibuk mempersiapkan pidato atau komentar di depan pers daripada mendengarkan aspirasi rakyatnya.

Mendengar suara Tuhan

Kisah Samuel kecil ini mengajak kita belajar kembali mendengar suara Tuhan. Ada kemungkinan kita tidak mendengar dan mengenali suara Tuhan itu di tengah-tengah kenyataan hidup yang sangat berisik dan bising yang kita hadapi saban hari, atau karena sempitnya waktu kita, di saat kita merasa terlalu sibuk dan lelah, atau memiliki banyak sekali keinginan dan ambisi. Jangan salah tafsir: mendengarkan suara Tuhan tidaklah identik dengan seharian menongkrongi televisi agama, atau mengkoleksi CD kotbah plus lagu rohani, atau membaca sebanyak-banyaknya renungan rohani pop di internet (lantas meneruskannya kesana-kemari tanpa pergumulan). Mendengar suara Tuhan juga tidak identik dengan berburu ceramah atau seminar alkitab dan tidak pernah merasa kenyang dengan satu kebaktian minggu. Lantas apa? Mendengar suara Tuhan adalah mendengar dengan sengaja dan seksama, taat, hormat dan tulus pada apa yang disampaikan Tuhan kepada pribadi - juga kepada persekutuan, masyarakat dan seluruh umat manusia.

Acapkali perkataan Tuhan itu tidak banyak sehingga tidak ada alasan mengatakan lupa atau tak ingat. Namun suara Tuhan itu sangat menyentuh, mengena, menggoncangkan dan menantang serta membangkitkan seluruh kehidupan. Karena itu marilah kita di tengah ruang kehidupan nyata kita mengheningkan diri kita sejenak berdoa seperti Samuel: “Berbicaralah ya Tuhan, sebab hambaMU mendengar” Ya marilah kita membuka hati sedalam-dalamnya untuk bertanya: Apakah yang dikatakan Tuhan kepadaku? Sungguh itukah yang dikatakan Tuhan? Apakah aku tidak salah dengar? Ataukah aku justru pura-pura tidak mendengarNya?

Salah satu latihan terbaik mendengar suara Tuhan adalah belajar mendengarkan apa yang tidak Jemaat sukai dan inginkan. Tenteramkanlah hati. Cobalah putar kembali (Tuhan menganugerahkan kita otak yang bisa merekam sangat baik) suara-suara yang tidak Jemaat kehendaki di dunia. Yaitu: suara orang-orang yang karena satu atau lain hal Jemaat benci atau musuhi (apalagi jika dalam hati Jemaat alasan membencinya bukanlah karena dia jahat atau salah, tetapi justru karena dia benar dan baik). Kadang di dalam suara-suara yang tidak kita kehendaki itulah justru ada kebenaran. Itulah sebabnya Yesus mengatakan “kasihilah musuhmu”. Bukan supaya Jemaat bermesraan atau pura-pura mesra dengan orang yang Jemaat tidak sukai, tetapi agar Jemaat memaksa diri mendengarkan seksama apa yang dikatakannya. Sebab kadang (baca: tidak harus) Tuhan mau memakai musuh Jemaat itu sebagai “jurubicara-Nya” mengatakan kebenaran kepada kita.
Selanjutnya, cobalah hadirkan orang-orang yang kita anggap tidak penting, tidak mulia dan tidak ada apa-apanya. Yaitu mereka yang dalam pikiran jemaat terlalu miskin, terlalu bodoh, atau bahkan terlalu lemah. Berjuanglah menggali dan menyimak kembali apa yang pernah mereka katakan kepada jemaat. Baiklah kita sadar: seringkali Tuhan memakai saudara-saudaraNya yang miskin, kecil dan hina ini untuk menyuarakan SabdaNya kepada kita. Pertanyaan: Apakah jemaat dan saya masih mau atau tidak mau mendengar jika Tuhan berbicara lewat perkataan dan kehidupan mereka yang sangat miskin, kecil, dan hina?

Keheningan Jiwa

Namun ada kalanya Tuhan memilih diam membisu. Seperti pada jaman Samuel ada kalanya Tuhan justru menarik diri dan tidak mau berbicara kepada umatNya yang dianggapNya sudah penuh dengan kejahatan dan dosa. Sebagai gantinya muncullah para nabi palsu yang banyak omong dan berbicara seolah-olah disuruh Tuhan. Seandainya hal ini yang terjadi hati-hatilah. Jangan gampang terkecoh. Tidak semua orang yang menyebut nama Tuhan, atau bicara atas nama Tuhan, atau mengklaim diri mendapat wahyu Tuhan, harus dipercaya seketika dan sepenuhnya. Ujilah setiap roh, kata Rasul Yohanes. Ujilah setiap kata-kata termasuk kata-kata yang keluar dari mereka yang mengaku nabi, hamba Tuhan, pelayan Allah atau pekabar Injil. Dari dulu sampai sekarang selalu saja ada penipu yang menjual nama Tuhan. Sekali lagi hati-hatilah. Jangan terlalu mudah percaya apalagi kepada suara manis menghibur dan membenarkan kelakukan jahat jemaat dan saya atas nama Tuhan.

Salah satu bahaya kekristenan masa kini adalah verbalisme. Bahasa sederhananya: terlalu banyak omong. Lebih tepat: omong kosong. Ya banyak orang pada masa kini sangat suka mengumbar kata-kata tidak hanya kepada sesamanya tetapi juga kepada Tuhan. Baiklah kita ingat doa yang terlalu panjang dan bercabang-cabang sering bukan tanda kesalehan tetapi tanda ketidakmauan mendengarkan Tuhan. Ingat hukum komunikasi. Ingat Pengkotbah 5:1 “hematlah kata-kata di hadapan Allah!”. Ingat juga baik-baik pesan Yesus saat berkotbah di Bukit: jangan pernah menganggap karena banyaknya kata-kata doa jemaat dikabulkan. Selanjutnya: tidak ada kata-kata yang bebas dari pertanggungjawaban.

Mengatakan kebenaran

Selanjutnya kisah Samuel tidak hanya memotivasi dan menginspirasi kita belajar mendengar, tetapi juga belajar berbicara. Samuel kecil itu mendengar kebenaran yang pahit dari Tuhan, yaitu hukuman Tuhan kepada imam Eli yang membiarkan anak-anaknya (juga imam) mengkorupsi korban persembahan dan bermain seks di pelataran Bait Allah. Samuel belajar mengatakan kebenaran yang pahit itu kepada Eli, bapa rohani, guru yang sangat dihormatinya. (Mengharukan, seburuk-buruknya Eli, kita membaca bahwa imam tua itu mau mendengarkan kebenaran yang pahit yang disampaikan Samuel).

Hal ini menyadarkan kita bahwa sama seperti Samuel kita disuruh mengatakan yang benar bukan hanya kepada orang asing dan jauh dan karena itu tidak berdampak apa-apa kepada hidup kita, tetapi justru kepada orang yang sangat dekat dengan kita, memiliki pertalian darah dengan kita, kawan akrab kita, guru yang kita hormati, atasan, dan bahkan orangtua, atau kekasih kita sendiri. Samuel beruntung, sebab justru Eli yang mendesaknya mengatakan kebenaran. Namun kondisi kita bisa jadi lain. Orang yang kita hormati atau sayangi itu belum tentu suka atau ingin mendengar kebenaran. Namun Tuhan menyuruh kita tetap mengatakannya. Lantas bagaimana?

Banyak diantara kita sangat kritis kepada orang lain, namun sebenarnya sangat tidak kritis kepada diri sendiri, keluarga atau teman sendiri. Mengkritik orang lain itu baik dan sah, tetapi mampu dan mau mengkritik diri sendiri atau orang yang telah menjadi bagian hidup kita - itu jauh lebih baik dan berguna. Banyak orang berani menasihati orang lain tetapi enggan menasihati diri sendiri.

Penutup

Pertanyaannya adalah: Bagaimana kita dapat mengenali suara Tuhan?

Pertanyaan ini telah ditanyakan oleh tak terhitung banyaknya orang dari berbagai zaman. Samuel mendengar suara Tuhan namun tidak mengenalinya sampai dia dinasehati oleh Eli (1 Samuel 3:1-10). Gideon mendapatkan wahyu secara fisik dari Tuhan dan masih meragukan apa yang didengarnya sehingga dia meminta tanda, bukan sekali, tapi tiga kali (Hakim-Hakim 6, khususnya ayat 17-22, 36-40)!

Ketika kita mendengarkan suara Tuhan, bagaimana kita tahu pasti bahwa Dialah yang berbicara?

Pertama-tama, kita memiliki apa yang tidak dimiliki oleh Gideon dan Samuel, Alkitab yang lengkap, Firman Tuhan yang diinspirasikan, yang dapat kita baca, pelajari dan renungkan. “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:16-17). Apakah kita memiliki pertanyaan mengenai hal-hal atau keputusan dalam hidup kita? Lihat apa yang dikatakan Alkitab mengenai hal itu. Tuhan tidak akan pernah menuntun dan mengarahkan kita dengan cara yang bertentangan dengan apa yang diajarkan atau dijanjikan dalam FirmanNya.

Kedua, untuk mendengar suara Tuhan kita perlu mengenalinya. Apa kata Tuhan Yesus mengenai itu? Yesus mengatakan, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku” (Yohanes 10:27). Untuk mengenali suara Tuhan, kita perlu menggunakan waktu bersama dengan Dia setiap hari.

Pastikan bahwa setiap hari kita menikmati waktu doa yang berkualitas, mempelajari Alkitab dan dengan tenang dan merenungkan FirmanNya. Makin kita menggunakan waktu secara intim dengan Tuhan dan FirmanNya makin mudah kita mengenali suara Tuhan dan pimpinanNya dalam hidup kita. Karyawan bank dilatih untuk mengenali uang palsu dengan mempelajari uang asli dengan cermat sehingga dengan mudah mereka mendeteksi uang palsu. Kita perlu mengenali dengan cermat Firman Tuhan yang telah difirmankan olehNya sehingga ketika Tuhan berbicara kepada kita atau menuntun kita akan jelas bahwa itu adalah Tuhan. Tuhan berbicara kepada kita supaya kita dapat mengerti kebenaran. Tuhan dapat saja berbicara secara lisan kepada orang, namun secara utama Dia berbicara melalui FirmanNya; dan melalui Roh Kudus kepada hati nurani kita, melalui keadaan, dan melalui orang-orang lain. Dengan menerapkan apa yang kita dengar pada kebenaran Firman Tuhan, kita dapat belajar mengenali suaraNya.

Kepekaan rohani membutuhkan latihan. Latihan menghasilkan ketrampilan. Ketrampilan menjadi alat untuk perolehan. Perolehan mendatangkan rasa kepuasan. Kepuasan membuat orang bersyukur. Bersyukur mendekatkan orang kepada Tuhan. Berdekat kepada Tuhan akan mendengar sapaan suara Tuhan .... dan ternyata itulah yang dikehendaki Tuhan. Supaya orang merespon sapaan Tuhan.

Hari ini Tuhan ingin membicarakan hal-hal yang sangat penting dan menentukan hidup-mati jemaat, keluarga dan gereja, dan bangsa kita. Sebab itu dengarkanlah baik-baik suaraNya dan sampaikanlah dengan santun kepada yang memerlukannya. AMIN.

ITT - IHM 19092010 Pkl.17:00 Di RG.Bethania

Wednesday, September 1, 2010

Mazmur 111:7-10



111:1 Haleluya! Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah.
111:2 Besar perbuatan-perbuatan TUHAN, layak diselidiki oleh semua orang yang menyukainya.
111:3 Agung dan bersemarak pekerjaan-Nya, dan keadilan-Nya tetap untuk selamanya.
111:4 Perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib dijadikan-Nya peringatan; TUHAN itu pengasih dan penyayang.
111:5 Diberikan-Nya rezeki kepada orang-orang yang takut akan Dia. Ia ingat untuk selama-lamanya akan perjanjian-Nya.
111:6 Kekuatan perbuatan-Nya diberitakan-Nya kepada umat-Nya, dengan memberikan kepada mereka milik pusaka bangsa-bangsa.
111:7 Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-Nya teguh,
111:8 kokoh untuk seterusnya dan selamanya, dilakukan dalam kebenaran dan kejujuran.
111:9 Dikirim-Nya kebebasan kepada umat-Nya, diperintahkan-Nya supaya perjanjian-Nya itu untuk selama-lamanya; nama-Nya kudus dan dahsyat.
111:10 Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya.

Mazmur 111 digubah secara akrostik, di mana setiap barisnya dimulai dengan huruf-huruf yang disusun menurut abjad. Tema yang diangkat dalam mazmur ini sebetulnya termasuk tema-tema yang umum, yaitu pembebasan umat Israel dari tanah Mesir dan penyertaan Tuhan ketika mereka masuk ke tanah perjanjian. Karena itu ada penafsir yang berpendapat bahwa mazmur ini digubah oleh seorang pemimpin umat yang sedang merenungkan kitab Ulangan. Dalam perbuatan di masa lalu itu ia menemukan kebesaran kuasa Tuhan dan membagikannya kepada seluruh umat melalui mazmur ini

1. Ay. 1-2. Bagaimana cara pemazmur mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan? (ay.1) Apa yang membuat seseorang dapat bersyukur sedemikian rupa? (ay.2)
2. Ay. 5, 6, dan 9. Hal apa saja yang dilakukan Tuhan bagi umat-Nya? Hal apa saja yang Tuhan berikan di dalam hidup Anda? Bagaimana cara Anda bersyukur atas semua itu?
3. Ay.3, 4, 7, dan 8. Sifat-sifat apa saja yang terungkap dari perbuatan-perbuatan Tuhan kepada umat-Nya? Menurut Anda, mengapa kita perlu mengenal sifat-sifat Tuhan?
4. Ay. 10. Merenungkan perbuatan-perbuatan besar dari Tuhan ternyata memberikan pengaruh bagi cara pemazmur menjalani kehidupannya sehari-hari. Pengaruh seperti apa yang disebutkan di sini?
5. Setelah Anda merenungkan dan mengalami kebesaran kuasa Tuhan dalam hidup Anda, apa dampaknya bagi kehidupan Anda sehari-hari?

Renungan:

Di awal mazmur ini pemazmur mengungkapkan kesungguhan hatinya untuk bersyukur kepada Tuhan. Pemazmur juga ingin mengajak orang-orang di sekitarnya ikut bersyukur bersamanya. Dengan demikian kita bisa melihat betapa besarnya rasa syukur yang ada di dalam hati pemazmur. Dari manakah rasa syukur ini? Pemazmur menyelidiki perbuatan-perbuatan Tuhan dalam kehidupan umat-Nya. Jika kita suka menyelidiki (atau, merenungkan) perbuatan-perbuatan Tuhan dalam kehidupan kita, maka rasa syukur pun akan melimpah dari dalam hati kita. Rasa syukur itu mengalir spontan sebagai respon atas kebesaran kuasa Tuhan yang bekerja di antara umat-Nya.

Pemazmur menyebutkan beberapa hal yang Tuhan lakukan bagi umat-Nya. Kepada umat-Nya Tuhan memberikan rezeki (untuk kehidupan setiap hari), tanah pusaka sebagai tempat tinggal dan wujud keberadaan mereka sebagai sebuah bangsa yang berdaulat, dan kebebasan dari musuh yang menjajah mereka. Apa tujuan Tuhan melakukan semua itu kepada mereka? Semua dilakukan-Nya agar mereka semakin mengenal Dia. Melalui perbuatan-perbuatan-Nya itu umat Tuhan dapat mengenal Dia sebagai Allah yang adil dan benar, sekaligus juga pengasih dan penyayang.

Jika kita merenungkan karya Tuhan dengan cara yang benar, maka dampaknya akan terlihat dalam kehidupan kita. Orang-orang yang mengerti kebesaran kuasa-Nya akan menghormati Dia dan dengan demikian memperoleh hikmat untuk menjalani kehidupannya. Orang-orang yang mengerti kebesaran kuasa-Nya akan mengisi hidupnya dengan puji-pujian kepada-Nya. Apakah dua hal tersebut terdapat dalam kehidupan Anda setiap hari?

Ada dua tanda yang menyertai setiap orang yang memahami pekerjaan Tuhan di dalam hidupnya, yaitu hati yang penuh hikmat dan mulut yang penuh puji-pujian.

Ayat 10

“Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya.” Mazmur 111:10

Ketika memerintah sebagai raja atas Israel menggantikan ayahnya (Daud), Salomo berdoa kepada Tuhan agar diberikan hikmat supaya ia dapat memimpin rakyatnya dengan baik, serta faham menimbang perkara. Salomo tidak meminta umur panjang atau kekayaan, melainkan pengertian untuk membuat keputusan. Tuhan pun mengabulkan. “…sesungguhnya Aku memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian, sehingga sebelum engkau tidak ada seorangpun seperti engkau, dan sesudah engkau takkan bangkit seorangpun seperti engkau.” (1 Raja-Raja 3:12b).
Karena hikmatnya Salomo menjadi raja yang terkenal dan disegani bangsa-bangsa lain. Begitu pentingkah hikmat itu? Arti kata hikmat menurut kamus bahasa Indonesia adalah kebijaksanaan atau kepandaian dan bisa disimpulkan bahwa hikmat adalah kemampuan menimbang segala sesuatu dengan benar dan berakal budi. Daud berkata “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN” (Mazmur 111:10a). “Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi.” (Ayub 28:28b). Salomo pun menegaskan demikian (Amsal 9:10=Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian).
Kita berpikir semua bentuk pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal (bangku sekolah) atau membaca buku sebanyak mungkin. Memang itu sangat berguna, namun pengetahuan yang kita dapatkan tersebut hanya mampu meningkatkan kecerdasan intelektual kita saja. Hakikat sesungguhnya dari pengetahuan adalah takut akan Tuhan dan menjauhi segala jenis kejahatan, di mana kedua hal tersebut saling terkait (tidak dapat dipisahkan). Seseorang yang takut akan Tuhan akan menjauhi segala jenis kejahatan. Takut yang dimaksud bukanlah seperti saat kita melihat hantu atau binatang buas, namun penghormatan dan penghargaan terhadap Pribadi Tuhan karena Dia adalah Allah yang kudus, yang di dalamnya terkandung unsur ketaatan dan keengganan kita melakukan dosa. Oleh sebab itu Musa berpesan “Lakukanlah itu dengan setia, sebab itulah yang akan menjadi kebijaksanaanmu dan akal budimu…” (Ulangan 4:6).

Jadilah seorang Kristen yang penuh dengan hikmat supaya kehidupan kita semakin dikenan oleh Tuhan!

Penutup

Baik di dalam umat Yahudi maupun di dalam umat Kristen, inti ibadahnya adalah perbuatan-perbuatan Tuhan. Umat Israel mengingat pembebasan dari Mesir, pengang- katan mereka menjadi umat Allah dan penyerahan tanah bangsa-bangsa menjadi milik pusaka mereka; umat Kristen mengingat kehadiran Allah dalam diri Yesus Kristus, pertolongan dan tantangan yang diberikan-Nya, kasih yang nyata dalam penderitaan, kematian dan kebangkitanNya serta pemberian Roh Kudus yang membina kita sampai sekarang. Perbuatan-perbuatan Allah itu dibaca, direnungkan, dirayakan, menjadi pola hidup dan pokok-pokok pujian dari angkatan ke angkatan.
Peringatan ini bisa menjadi terlalu biasa dan tidak lagi berbicara ke hati orang yang menghadirinya. Mazmur ini menolong kita untuk tetap mengingat “perbuatan besar Tuhan” --- sesuai tradisi gereja dalam ibadahnya --- dan selalu mencari bentuk yang memungkinkan orang untuk mengikutinya dengan segenap hati, umpamanya dengan memakai unsur budaya asli, cara yang sesuai dengan kebutuhan angkatan muda.

ITT - Rabu, 01 September 2010 - Ibadah K3C di Kel.L.Sahilatua