Kita semua hidup di alam 3 dimensi; dimensi ruang, gerak dan waktu ... yang membuat kita nyata dan eksis di alam ciptaan Tuhan ini. Sebagaimana dimensi alam, manusia juga punya dimensi berpikir, berujar dan bertindak. Bila satu dimensi berkurang, kita seperti televisi yang hanya punya tampilan gerak dan suara tetapi tidak nyata ..... Mari berusaha mengharmonisasi ketiga dimensi ini supaya kita nyata dan berguna, seperti kehendak-Nya menciptakan kita.

Blogspot Kumpulan Artikel dan Pengajaran Kristen dalam Lingkungan GPIB

Wednesday, May 5, 2010

Roma 2:17-24


2:17 Tetapi, jika kamu menyebut dirimu orang Yahudi dan bersandar kepada hukum Taurat, bermegah dalam Allah,
2:18 dan tahu akan kehendak-Nya, dan oleh karena diajar dalam hukum Taurat, dapat tahu mana yang baik dan mana yang tidak,
2:19 dan yakin, bahwa engkau adalah penuntun orang buta dan terang bagi mereka yang di dalam kegelapan,
2:20 pendidik orang bodoh, dan pengajar orang yang belum dewasa, karena dalam hukum Taurat engkau memiliki kegenapan segala kepandaian dan kebenaran.
2:21 Jadi, bagaimanakah engkau yang mengajar orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri? Engkau yang mengajar: "Jangan mencuri," mengapa engkau sendiri mencuri?
2:22 Engkau yang berkata: "Jangan berzinah," mengapa engkau sendiri berzinah? Engkau yang jijik akan segala berhala, mengapa engkau sendiri merampok rumah berhala?
2:23 Engkau bermegah atas hukum Taurat, mengapa engkau sendiri menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat itu?
2:24 Seperti ada tertulis: "Sebab oleh karena kamulah nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain.

Perikop ini menarik perhatian karena gambaran yang tajam terhadap kesombongan agama dalam ayat 17-20.
Namun, saya dapat membayangkan suatu tafsiran demikian:
1) Paulus mengecam kesombongan agama;
2) cara untuk tidak sombong adalah mengakui keabsahan agama lain;
maka 3) semua agama sama martabatnya.

Padahal, pada ayat sebelumnya Paulus sudah menempatkan hari kiamat dalam rangka Injil dan Yesus Kristus, dan dalam pasal 1 sudah mengecam kebanyakan manusia yang menyembah berhala. Maka, apa maksud Paulus yang sebenarnya?

Tujuan dari Paulus dalam bagian surat ini adalah menempatkan semua manusia di bawah kuasa dosa (3:20). Hal itu tidak sulit bagi bangsa-bangsa yang hidup dalam keberhalaan sehingga mengalami segala bentuk kekacauan hidup (Rom 1:18-31). Tetapi bagaimana dengan orang Yahudi? Pada awal pasal 2, Paulus membuktikan bahwa mengecam dosa (2:1) tidak meluputkan manusia dari hukuman Allah jika tetap melakukan dosa (2:2-16). Allah tidak memandang bulu (2:11).

Jadi, pada ayat 17-23 Paulus menerapkan 2:1 kepada orang Yahudi. ayat 17-20 adalah cara orang Yahudi menghakimi orang lain, sedangkan ayat 21-23 menyebutkan apa yang mereka lakukan yang sama. Cara orang Yahudi menghakimi itu halus. ayat 17-18 menyampaikan hal-hal yang justru baik. Paulus sendiri mengajar kita untuk bermegah dalam Allah (5:11) dan tahu akan kehendak-Nya (12:2). Memang dia bersandar kepada Kristus, bukan Taurat, tetapi dia mengakui Taurat sebagai firman Allah (7:12). Jadi, tidak ada keraguan Paulus terhadap penyataan Allah. Inti masalah muncul dalam ayat 19-20. Mereka bukan hanya yakin akan Allah, tetapi juga akan diri sendiri. Firman Allah dianggap miliknya sendiri, dan mereka seakan-akan berbagi dalam keunggulan Firman itu.

Dalam ayat 21-23 sikap sombong itu disertai kemunafikan. Walau tidak semua orang Yahudi melakukan semua dosa ini, Paulus tahu bahwa kehidupan mereka juga tidak beres. Pada ayat 24 dia mengutip bagian PL yang ditulis untuk Israel yang dihukum oleh pembuangan ke Babel (Yes 52:5 - Tetapi sekarang, apakah lagi urusan-Ku di sini? demikianlah firman TUHAN. Umat-Ku sudah dirampas begitu saja. Mereka yang berkuasa atas dia memegahkan diri, demikianlah firman TUHAN, dan nama-Ku terus dihujat sepanjang hari, bnd. Yeh 36:20 = Di mana saja mereka datang di tengah bangsa-bangsa, mereka menajiskan nama-Ku yang kudus, dalam hal orang menyindir mereka: Katanya mereka umat TUHAN, tetapi mereka harus keluar dari tanah-Nya.) untuk menunjukkan bahwa sejak lama Israel tidak sanggup melakukan Taurat. Orang Yahudi tidak berbeda dari Israel yang dibuang karena dosanya.

Jadi, Paulus bermaksud untuk membuktikan bahwa orang Yahudi termasuk manusia berdosa. Apakah dengan demikian tidak ada relevansi bagi kita? Tentu ada, tetapi kita sebagai jemaat Kristus semestinya terdapat bukan dalam perikop ini tetapi dalam ayat-ayat berikut, yaitu kelompok yang melakukan hukum Taurat walaupun tidak disunat (2:27-29). Kelompok itu yang menggenapi janji Allah dalam PL bahwa Dia akan memperbaharui hati umat-Nya oleh Roh Kudus (misalnya Yer 31:33 dan Ul 30:6). Kelompok itu tidak lain dari jemaat Kristus, yang hatinya diperbaharui (pasal 6) sehingga oleh kuasa Roh (pasal 8) dapat melakukan Taurat, yakni hidup dalam kasih (13:8).

Jadi, ketika jemaat menyombongkan diri seakan-akan berbagi dalam keunggulan Kristus, dia sebenarnya menempatkan diri dengan Israel dalam pembuangan, dengan Israel yang hatinya belum diubah oleh Roh Kudus. Sama halnya ketika jemaat menghakimi orang lain, sedangkan hidupnya sendiri tidak beres. Akibatnya sekarang mungkin juga sama dengan apa kata Paulus pada ayat 24, yakni nama Allah dihujat oleh karena kesombongan dan kemunafikan itu.

Hanya, jalan keluarnya bukan keraguan terhadap kebenaran iman kristen, melainkan pembaharuan hati dengan menyerap sikap Injil sendiri. Ketika Paulus berbicara tentang bermegah dalam Allah, hal itu disertai dua kemegahan yang lain, yaitu bermegah dalam pengharapan (5:2) dan bermegah dalam kesengsaraan (5:3). Dalam kata lain, kemegahan yang dimaksud Paulus adalah siap menderita bersama-sama dengan Kristus, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia (8:17 = Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.). Hati yang demikian sudah bosan dengan kesombongan, dan sudah jijik terhadap kemunafikan.

Sudut Pandang Lain Roma 2:17-24 - HIDUPLAH SEBAGAI TELADAN BAGI ORANG LAIN

Ketika kita membaca Roma 2:17-24, maka kita akan menemukan kritik Rasul Paulus kepada orang-orang Yahudi yang salah memanfaatkan keselamatan yang dianugerahkan Allah kepada mereka. Dari sisi historis/sejarah orang-orang Yahudi dikenal sebagai orang-orang terkemuka yang dipilih Allah sebagai contoh/teladan bagi dunia kepada orang-orang yang bukan Yahudi. Namun menyedihkan, karena mereka gagal menjadi contoh/teladan bagi dunia orang Yahudi.

Indikator kegagalan itu ditegaskan dalam ayat 21-23. ”Jadi bagaimana engkau yang mengajar orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri? Engkau yang mengajar ”jangan mencuri” mengapa engkau sendiri mencuri. Engkau yang berkata ”jangan berzinah” mengapa engkau sendiri berzinah? Engkau yang jijik segala berhala, mengapa engkau sendiri merampok rumah berhala? Engkau bermegah atas Hukum Taurat, mengapa engkau menghina Allah dengan melanggar Hukum Taurat itu? Malah dalam ayat 24 ditegaskan bahwa karena kamulah (orang Yahudi) maka nama Allah dihujat diantara bangsa-bangsa.

Sebenarnya kritik yang dihadapkan Rasul Paulus, terkait dengan lingkungan hidup ke-Yahudian, justru menjadi bahan pembelajaran bagi kita, untuk tidak mencontohi gaya hidup yang duniawi. Dan sebetulnya kenyataan yang dibeberkan oleh Rasul Paulus, memberi indikasi terjadinya kesenjangan antara ibadah ritual dengan ibadah sosial, dalam artian bahwa orang memahami ibadah ritual di gereja, ibadah sektor dan wadah-wadah kategorial yang justru dipahami terkait dengan urusan sorgawi yang tidak punya keterkaitan dengan ibadah sosial yaitu kehidupan sehari-hari ditengah keluarga, gereja dan masyarakat.

Karena itu sebagai persekutuan hidup yang terkecil yakni Keluarga, kita diingatkan untuk membangun hidup yang saling peduli, saling memperhatikan, antar suami-istri, orang tua dan anak agar kata dan perbuatan hidup kita dalam keseharian mencerminkan sikap hidup yang takut akan Tuhan, yang berjalan menurut firmanNya. Dengan maksud bahwa ibadah ritual yang khusyuk di tempat ibadah, menjadi nyata dalam perilaku hidup kita sesehari. Hidup Kristiani yang selalu berupaya jauh dari penyimpangan terhadap kebenaran firmanNya yang menuntun kita kepada kebenaran.

ITT - 5 Mei 2010