Kita semua hidup di alam 3 dimensi; dimensi ruang, gerak dan waktu ... yang membuat kita nyata dan eksis di alam ciptaan Tuhan ini. Sebagaimana dimensi alam, manusia juga punya dimensi berpikir, berujar dan bertindak. Bila satu dimensi berkurang, kita seperti televisi yang hanya punya tampilan gerak dan suara tetapi tidak nyata ..... Mari berusaha mengharmonisasi ketiga dimensi ini supaya kita nyata dan berguna, seperti kehendak-Nya menciptakan kita.

Blogspot Kumpulan Artikel dan Pengajaran Kristen dalam Lingkungan GPIB

Monday, February 4, 2008

Matius 5:21-26

5:21 Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum.
5:22 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.
5:23 Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau,
5:24 tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.
5:25 Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara.
5:26 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas

KEMARAHAN

Yesus berkata, "Aku datang bukan untuk meniadakan hukum-hukum Allah melainkan untuk menggenapinya." Apa maksudnya?

Tuhan Yesus hendak memberikan pemahaman yang benar mengenai hukum taurat yang selama ini sudah dikontaminasi oleh tafsiran-tafsiran orang Farisi dan ahli Taurat. Dalam ayat 21- 48 kita dapat melihat dengan jelas kontras pandangan di antara Tuhan Yesus dan ahli Taurat. Ada 6 hal yang merupakan pola Matius 5 ini, seperti ayat 21, "Kamu telah mendengar yang difirmankan oleh nenek moyangmu," lalu di ayat 22, kita membaca, "Tetapi Aku berkata kepadamu." Ayat 27, "Kamu telah mendengar firman," lalu di ayat 28, "Tetapi Aku berkata kepadamu," demikian seterusnya. Ini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus memiliki otoritas untuk menyampaikan Kebenaran. Tuhan Yesus berotoritas lebih tinggi dibandingkan dengan orang Farisi dan ahli Taurat.

Tafsiran Farisi dan Ahli Taurat

Dalam ayat 21 dikatakan kamu telah mendengar yang telah difirmankan kepada nenek moyang kita. Perhatikan, Tuhan Yesus tidak mengatakan kamu telah membaca. Ini berarti bahwa bukan Firman Allah yang disampaikan kepada mereka, melainkan suatu tafsiran ahli-ahli Taurat sejak zaman dahulu yang kemudian telah menjadi semacam tradisi dalam masyarakat. Sebagai ilustrasi: Di masa sebelum Reformasi Protestan, Alkitab ditulis dalam bahasa Latin. Bahasa yang dapat dimengerti hanya oleh para Imam Katolik. Jemaat tidak mempunyai pilihan lain, jika ingin mengerti kehendak Allah, mereka harus belajar dari tafsiran-tafsiran para imam. Tidak heran, apabila gereja Katolik mengajarkan keselamatan melalui sakramen, uang pengampunan dosa, dan lain-lain, jemaat terima saja. Semua disampaikan dari mimbar. Padahal mungkin saja di antara jemaat ada yang memiliki Alkitab berbahasa Latin, tapi mereka tidak bisa membacanya. Atau bisa tetapi tidak mengerti. Kemudian masuklah Reformasi Protestan yang mendobrak sistem tersebut. Mereka menerjemahkan Alkitab dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh jemaat. Hal ini serupa dengan pengalaman bangsa Israel di Babylonia. Dalam pembuangan, mereka di-"cuci otak" sehingga tidak bisa lagi berbahasa Ibrani, kecuali bahasa Aram. Oleh karena itu, untuk mengerti Firman Allah, mereka menjadi sangat tergantung pada tafsiran orang Farisi dan ahli Taurat.

Pertanyaannya, sejauh mana penyimpangan yang telah dilakukan oleh orang Farisi dan ahli Taurat itu? Keluaran 20 mengatakan "Jangan membunuh," tetapi orang Farisi menambahkan, barangsiapa membunuh akan dihukum. Dari mana kesimpulan itu ditarik? Kemungkinan besar mereka mengutip dan menggabungkan Bilangan 35:30-31 dengan hukum ke-6 ini.

Orang Farisi membuat hukum-hukum Allah menjadi lebih mudah untuk diterapkan, tetapi apakah dengan meletakkan ayat itu bersama sepuluh perintah Allah sudah tepat? Memang kelihatan lebih jelas dan lebih mudah dimengerti, tetapi justru di sinilah terjadi pengeringan atau penyempitan arti. Karena, pada akhirnya yang dihukum hanyalah yang membunuh saja. Jika seseorang tidak membunuh, tidak melakukan tindak kriminal, tidak melakukan aborsi, tidak melempar bom, tidak melakukan euthanasia, tidak ada lagi hukuman atas dirinya. Ia bebas.

Selain itu, hukuman yang dimaksud oleh para Farisi adalah hukuman lokal atau pengadilan manusia. Manusia tidak perlu takut pada pengadilan Allah yang menyelidiki hati. Tak pelak lagi, ahli Taurat dan orang Farisi telah melakukan sesuatu yang fatal karena melihat hukum Allah hanya dari sisi negatifnya saja. Sebab itu, Tuhan Yesus perlu mendobrak dan membongkar apa yang sudah dilakukan mereka.

Perhatikan Kalau Yesus mengutip Perjanjian Lama, maka istilah yang biasa digunakan adalah:

- ‘Ada tertulis’ (It is written / It has been written), seperti dalam Mat 4:4,7,10.
- ‘Tidakkah kamu baca’, seperti dalam Mat 12:3,5 Mat 19:4 Mat 22:31.

Tafsiran Tuhan Yesus

Dalam ayat 22, Tuhan Yesus berkata "Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum." Tuhan Yesus masuk ke dalam jantung atau akar dari permasalahan manusia. Marah merupakan akar dari pembunuhan. Contohnya adalah pembunuhan Kain atas Habel. Saya percaya Allah sungguh sedih ketika pembunuhan pertama kali itu terjadi di antara saudara sekandung. Apa sebab pembunuhan itu? Kemarahan Kain, sang kakak, dengki oleh karena persembahannya ditolak oleh Tuhan. Sebenarnya, Allah sangat menghargai kehidupan.

Dalam penciptaan kita melihat Allah hanya sekali menyebut kematian, itu pun sebagai akibat dari melanggar perintah-Nya: memakan buah pengetahuan baik dan jahat. Jadi, dalam kondisi normal, tidak akan ada kematian. Tetapi oleh karena dosa masuk dalam hidup manusia, kondisi yang abnormal itu berlangsung. Kain mematikan Habel.

Maka Allah menghukum Kain. Tetapi tidak dengan mematikan Kain. Di sinilah kita melihat betapa Allah konsisten dengan prinsipnya, menghormati kehidupan. Ia melindungi Kain dari pembunuhan berikutnya sampai anak dan cucunya. Contohnya, Lamekh (Baca Kejadian 4). Masuk ke zaman Nuh, Allah kita baca hendak mengakhiri kehidupan, tetapi itu pun tidak dihabisinya semua. Nuh dipilih untuk memulihkan kehidupan yang telah rusak oleh dosa. Keluarganya dipilih supaya ada kehidupan yang lebih baik nantinya.

Tapi sekarang … Lihat orang lebih banyak mati bukan oleh karena penyakit, Flu Burung misalnya, tetapi oleh karena orang lain. Flu Burung membutuhkan waktu beberapa hari untuk mematikan puluhan orang, tetapi manusia membunuh ratusan bahkan ribuan orang hanya dalam waktu sehari. Semua ini disebabkan oleh kemarahan yang disertai kebencian. Maka Tuhan Yesus berkata, jika kamu marah, kamu akan mendapatkan hukuman yang setimpal dengan membunuh.

Tidak setiap kemarahan dosa. Marah menjadi positif bila:

- Kemarahan ditujukan pada orang yang tepat. Contoh: Kemarahan di kantor jangan dibawa pulang ke rumah sehingga istri dan anak menjadi sasaran.
- Kemarahan dengan kadar yang sesuai/proporsional. Ukurlah kesalahan orang lain proporsional tidak dengan kemarahan kita?
- Kemarahan pada waktu yang tepat.
- Kemarahan demi tujuan yang benar, yaitu supaya orang itu bertobat.
- Kemarahan dengan cara yang baik, yaitu jelas dan komunikatif.

"Kafir" berasal dari kata "RACA" yang berarti bodoh atau "otak udang." Sedangkan "Jahil" berasal dari kata "MORE" yang berarti karakter yang sangat buruk. Walaupun dengan kata-kata saja, seseorang bisa melukai perasaan orang lain. Pembunuhan tidak selalu dilakukan secara fisik, seperti menusuk, membunuh dan menembak, ia bisa juga berupa pembunuhan karakter melalui kata-kata. Pembunuhan jenis ini boleh jadi mengakibatkan penderitaan yang lebih lama. Maka dari itu, ingatlah jika kita marah, janganlah sampai mengeluarkan kata-kata yang kasar kepada orang lain.

Karena kata-kata yang kasar akan terekam di dalam otak orang bersangkutan dan sulit sekali dihapus. Reputasi orang bisa rusak selamanya oleh karena kata-kata yang keluar pada saat marah. Karena apabila kata-kata yang kasar, yang melukai perasaan, dan yang menjelek-jelekkan seseorang sudah keluar, ia akan beterbangan ke mana-mana, kita tidak dapat lagi memungutnya kembali.

Penyelesaian Kemarahan

Ada 4 jalan penyelesaian kemarahan yang bisa dilakukan:

- Represi - dengan cara menekan kemarahan itu.
- Supresi - kemarahan yang tidak ditunjukkan, selalu berusaha tampil manis di depan orang.
- Ekspresi - mengutarakan kemarahan itu. Akan baik, jika komunikatif sifatnya. Tetapi buruk, kalau impulsif.
- Mengakui kemarahan kita dan menyelesaikannya. Bagi saya, ini yang terbaik.

Tuhan Yesus sendiri menawarkan jalan ke-4.

Yesus berkata "Jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada di dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu itu dan pergilah berdamai dahulu dengannya." Ini berarti jika ada seseorang yang terluka oleh karena tingkah laku atau perkataan kita, sepatutnya kita datangi dahulu orang itu dan membereskan masalah dengannya. Jangan menutup-tutupi persoalan kita dengan aktivitas pelayanan, dengan ibadah, dan lain-lain. Karena bagi Tuhan Yesus, ibadah itu berpusat di hati. Tidak boleh kita mengenakan topeng sepertinya tidak terjadi apa-apa.

Jangan menunda tetapi selesaikanlah dengan segera. Tuhan Yesus mau berkata selesaikanlah persoalanmu itu secara personal. Lakukanlah segera, jangan tunda kemarahanmu hingga matahari terbenam, karena hari esok mungkin saja jauh lebih sulit. Amin.

ITT - 4 Februari 2008 - Khotbah pada Ibadah BPK-GP SP 3 GPIB Bethania Makassar di rumah Sdri.Imelda.P