Kita semua hidup di alam 3 dimensi; dimensi ruang, gerak dan waktu ... yang membuat kita nyata dan eksis di alam ciptaan Tuhan ini. Sebagaimana dimensi alam, manusia juga punya dimensi berpikir, berujar dan bertindak. Bila satu dimensi berkurang, kita seperti televisi yang hanya punya tampilan gerak dan suara tetapi tidak nyata ..... Mari berusaha mengharmonisasi ketiga dimensi ini supaya kita nyata dan berguna, seperti kehendak-Nya menciptakan kita.

Blogspot Kumpulan Artikel dan Pengajaran Kristen dalam Lingkungan GPIB

Saturday, February 27, 2010

Khotbah Yang Efektif

Khotbah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan jemaat. Sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu warga gereja mendengarkan khotbah atau renungan yang disampaikan di dalam kebaktian minggu atau kebaktian lain diluar hari minggu. Warga gereja sangat memperhatikannya dan menghargainya, terbukti dari berbagai komentar yang sering dilontarkan tentang khotbah. Bila khotbah tidak menyentuh warga akan mengatakan khotbah itu monoton. Tetapi bila khotbah itu menarik, mereka tak segan-segan mendiskusikannya setelah kebaktian usai, bahkan memberitakannya (dengan versinya sendiri) kepada orang lain.

Boleh dikatakan khotbah adalah unsur utama yang membentuk teologi warga jemaat! Khotbah yang disampaikan menarik, akan tertanam dalam hati warga dan dijadikan sikap/referensi bersikap dan bertindak.

Pelayan yang mampu berkhotbah secara menarik, dalam arti mahir dalam mengaplikasikan Ayat-Ayat Alkitab ke dalam kehidupan sehari-hari, akan mudah mendapat simpati dan warga jemaat akan senang hati mengikutinya sebagai gembala.

Sebelum kita bicara tentang khotbah yang efektif ada baiknya kita menyoroti beberapa kelemahan yang dapat dicatat berdasarkan pengalaman yang masih singkat.

a. Terlalu eksegetik/eksplanasi interprestasi
Pengkotbah yang terlalu menekankan eksegese/interprestasi biasanya yang baru tamat dari perguruan teologi. Kalau sementara waktu saja masih dapat dimaklumi. tetapi seorang pengkhotbah yang terus menerus terlalu menekankan eksegese, itu berarti tidak berkembang dalam pelayanannya. Khotbah mereka sering seperti terbagi dua antara eksegese (yang sering hampir lebih separuh bagian) dan kemudian sedikit aplikasi. Tak jarang aplikasinya bersifat moralitas dan legalistis. Tidak ada dialog dengan situasi jemaat/gereja.

b. Khotbah yang Moralis dan Legalitas
Ayat Alkitab diberlakukan sebagai sumber moral dan hukum saja. Warga dianggap (disamaratakan) sebagai orang yang hidupnya jauh dan tuntunan moral. Biasanya pengkhotbah yang demikian adalah orang yang pengetahuan umum (sosial, psikologi, dsb) dan pengetahuan teologi mereka belum mendalam. Akibatnya mereka cepat kehabisan bahan dan jatuh ke dalam sikap moralistis atau legalistis. Tak jarang pula pengkhotbah menggunakan Ayat Alkitab untuk membenarkan falsafah hidup suku tertentu, atau bahkan falsafah hidup pribadi. Khotbah yang demikian membuat warga bosan dan jenuh, membuat mereka merasa dihimpit beban dan melihat hidup ini penuh dengan kemuraman. Pengkhotbah yang demikian mirip dengan kaum Farisi dalam Perjanjian Baru yang membuat agama sebagai masalah hukum moral saja.

c. Cerita Alkitab
Sering juga terjadi khotbah berisi cerita Alkitab, terutama bila Ayat dari Penjanjian Lama. Misalnya, kalau Ayat dan kitab Keluaran tak jarang pengkhotbah bercerita tentang Musa (lahir, panggilan, keluarga, mertuanya). Alhasil khotbah tidak berbeda dengan cerita tentang Musa! Berbicara terlalu banyak tentang masa lalu merupakan obat tidur paling mujarab bagi warga gereja. Khotbah ini tinggal di masa lalu dan tidak pernah beranjak ke masa kini. Khotbah merupakan pengulangan saja dari apa yang didengar sebelumnya dan menjadi sekumpulan data tentang waktu, tempat, orang dan peristiwa.

d. Khotbah Pengalaman
Pengalaman diri atau orang lain sering menjadi sumber dan ukuran. Ayat Alkitab hanya untuk membenarkan pengalaman pribadi. Yang berbahaya bila pendengar digiring kepada kesimpulan pribadi. Ayat Alkitab hanya hiasan saja. Dan juga, bukankah tidak semua pengalaman pribadi pengkhotbah dapat dipakaikan ke jemaat/orang lain?

Sudah tentu sinyalemen diatas tidak muncul begitu saja; ada beberapa faktor yang menyebabkan warga gereja makin merasa tidak puas terhadap khotbah para pelayan. Rutinitas pelayanan dapat menimbulkan kejenuhan sehingga pengkhotbah tidak peka lagi dengan kebutuhan dan tidak terdorong untuk meningkatkan kemampuan. Di samping itu ada anggapan bahwa warga gereja wajib mendengar khotbah dan kalau mereka tidak serius mendengar maka dianggap warga gereja itu bukan warga yang baik. Yang paling naif kalau ada anggapan bahwa Pemberitaan Firman Allah tidak memerlukan keterampilan; seolah-olah Roh Kudus dengan sendirinya yang akan menyempurnakan khotbah,

Khotbah Efektif

Berbicara tentang khotbah yang efektif sebenarnya haruslah menempatkan Firman Allah di dalam Alkitab sebagai sesuatu yang kontekstual dan efektif sifatnya. Allah berbicara kepada orang dan masyarakat bukan hanya dalam waktu tertentu saja, tetapi juga pada kurun waktu sekarang ini dan masa datang. Banyak tokoh-tokoh Alkitab yang merupakan pengkhotbah ulung, seperti Musa, Yeremia, Petrus, Paulus, dan bahkan Tuhan Yesus sendiri, yang khotbahNya langsung menyentuh konteks permasalahan jemaat.

Jadi kalau kita berkhotbah, kita meneruskan pola yang ada di dalam Alkitab.

Bagaimana khotbah yang efektif itu ?

Meningkatkan kualitas khotbah, itulah sebenarnya yang dituntut oleh dari pelayan Tuhan. Gereja kita dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi berbagai perkembangan zaman harus meningkatkan kualitas ibadah dan khotbah. Salah satu penyebab banyak warga gereja meninggalkan ibadah gereja kita adalah karena khotbah dinilai tidak menyentuh kebutuhan dan kering makna. Alhasil, warga gereja kita di kota-kota besar banyak yang mengikuti ibadah di luar jemaatnya, di mana dianggap pengkhotbahnya mampu mengisi kebutuhan. Hal ini bukan karena kebutuhan warga sudah jauh berbeda dan sebelumnya. Warga yang pergi bukan karena tidak butuh, melainkan karena kebutuhannya tidak terjawab, sehingga mencari yang lain yang dianggap menjawab kebutuhan mereka. Bahkan dapat dikatakan pada zaman sekarang orang lebih membutuhkan khothah disebabkan beratnya tantangan hidup, kebingungan karena terjadinya perubahan nilai yang cepat, tuntutan yang makin banyak beragam, sehingga orang membutuhkan khotbah yang mampu memberi kesegaran dan pedoman hidup.

Di samping itu, disebabkan sikap rasionalistis yang makin tinggi, orang makin kritis menilai khotbah, dalam arti orang tidak mau diberi “yang asal jadi dan asal ada” saja, tetapi harus yang baik dan bermutu tinggi. Karena pilihan makin banyak bukan?

Untuk mampu mengusahakan khotbah yang efektif, mari kita pahami beberapa langkah yang patut dan wajar.

a. Mengenal jemaat/masyarakat secara mendalam
Sering pengkhotbah secara tidak sadar menyamaratakan saja jemaat yang dilayaninya. Walaupun seorang pengkhotbah sudah pindah dari desa ke kota atau sebaliknya, gaya dan isi khotbah tetap sama. Tak jarang terjadi, ia berkhotbah di kota tetapi contoh yang diambil dari kehidupan di desa atau sebaliknya pindah ke pedesaan tetapi contohnya dari kehidupan kota. Untuk mengenal jemaat sebenarnya tidak sukar. Lihat stastistik, berapa persen petani, pedagang, pegawai, pemuda, mahasiswa, dan sebagainya. Perhatikan pula dimana lingkungan jemaat, apakah ia di daerah agraris, masyarakat nelayan, semi kota atau sepenuhnya modern. Dengan demikian contoh atau ilustrasi serta bahasa khotbah dapat disesuaikan. Mengabaikan situasi dan kondisi jemaat berarti kita menelantarkan jemaat melalui khotbah kita. Padahal bukankah kita pelayan mereka ?

b. Memelihara Kepekaan
Kepekaan dapat dipupuk bila kita bergaul dengan jemaat secara teratur dan terarah. Teratur berarti pergaulan kita memang disengaja dan bertanggung jawab karena merupakan tugas kita untuk memahami kebutuhan mereka. Terarah berarti kita bergaul mempunyai arah dan sasaran: memahami pergumulan dan membantu mengatasi dan mendapat masukan yang berguna untuk mengembangkan khotbah. Lebih baik lagi kalau kita mempunyai catatan pribadi pelayanan dan catatan tentang khotbah kita, sehingga menghindari pengulangan. Satu kunci yang mengasah kepekaan, adalah perkunjungan warga jemaat, yang akan dibahas dalam topik tersendiri.

c. Terus Mencari Informasi Pengetahuan.
Pengkhotbah harus bisa menguasai informasi. Tuhan Yesus sendiri sangat menguasai informasi sehingga ia mampu berbicara kepada berbagai kalangan (petani, pedagang, rohaniwan, dll). Salah satu cara adalah membaca buku-buku, surat kabar, majalah, mengikuti siaran radio dan TV dan sebagainya.

d. Analisa Ayat
Kata-kata kunci dan suatu perikop dianalisa dengan ayat lain lebih dahulu (dan buku yang sama) dan lihat perkembangannya. Berita Alkitab sebenarnya singkat, jelas dan sederhana, oleh sebab itu setiap kata mempunyai arti mendalam dan memang sungguh perlu sehingga dimuat. Kemudian kita selalu menanyakan bagaimana keadaan sekarang, apa persamaan, apa perbedaan, dan bagaimana seharusnya. Perlu ditemukan apa kata kunci dan apa pula yang menjadi isu utama sekarang ini. Dan yang terpenting, penggenapan Janji Tuhan dalam pribadi Yesus Kristus yang harus dikedepankan, serta penyertaan Roh Kudus dalam konteks kehidupan jemaat sekarang.

e. Mempelajari Metode
Di sini saya tidak akan memberikan metode ampuh, tetapi hanya ingin menggugah perhatian bahwa khotbah adalah suatu alat komunikasi yang tidak statis, ia berkembang terus karena masyarakat juga berkembang. Kekurangan kita ialah sering mengabaikan bahwa berkhotbah kepada kaum muda tidak sama kepada kaum tua, berbeda berkhotbah kepada kaum ibu dan remaja, berbeda kepada pekerja dan mahasiswa, di sini pengkhotbah perlu memperhatikan alam psikologis setiap kelompok yang akan disapanya. Bila khotbah tidak didengarkan atau tidak menarik, maka ini menjadi tanggung jawab pengkhotbah. Perlu mempelajari metode yang cocok. Kita akan tertolong bila kita rajin membaca buku-buku yang berkaitan dengan khotbah. Mengenai topik ini juga akan dibahas tersendiri.

f. Memelihara Kehidupan Rohani yang Sehat
Kita mempercayai bahwa Roh Kudus bekerja dalam Pemberitaan Firman dan itulah yang membedakan khotbah dan pidato. Oleb sebab itu seorang pengkhotbah tidak patut mengabaikan kehidupan rohani dan pekerjaan berkhotbah. Berkhotbah dan kehidupan rohani pengkhotbah adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Apa yang disampaikan pada saat berkhotbah, itulah juga yang harus dilakukan dan menjadi sikap hidupnya.

Berkhotbah berarti menyampaikan Kebenaran Firman Allah. Caranya adalah dengan membaca Firman secara teratur - membaca secara kritis - artinya, apa yang kita baca harus selalu dihadapkan dengan keadaan kita, dengan apa yang sedang kita gumuli dalam pelayanan, keadaan umum masyarakat, masalah yang kita temui dalam pelayanan. Dengan kata lain kita membaca secara dialogis. Adalah menarik menyadari bahwa Alkitab kita penuh dengan situasi konkret dan berbicara tentang berbagai situasi dan bidang kehidupan. Itu berarti Firman Allah itu hidup dan menghidupkan orang percaya.

Demikianlah beberapa langkah sederhana untuk mengembangkan khotbah secara efektif. Semoga langkah-langkah ini akan menolong kita menyampaikan Kebenaran Firman Allah.

ITT – 27 Februari 2010.