Kita semua hidup di alam 3 dimensi; dimensi ruang, gerak dan waktu ... yang membuat kita nyata dan eksis di alam ciptaan Tuhan ini. Sebagaimana dimensi alam, manusia juga punya dimensi berpikir, berujar dan bertindak. Bila satu dimensi berkurang, kita seperti televisi yang hanya punya tampilan gerak dan suara tetapi tidak nyata ..... Mari berusaha mengharmonisasi ketiga dimensi ini supaya kita nyata dan berguna, seperti kehendak-Nya menciptakan kita.

Blogspot Kumpulan Artikel dan Pengajaran Kristen dalam Lingkungan GPIB

Friday, July 15, 2011

Kidung Agung 5:2-8


(Kerinduan Mempelai Perempuan Kid 5:2-8)
5:2 Aku tidur, tetapi hatiku bangun. Dengarlah, kekasihku mengetuk. "Bukalah pintu, dinda, manisku, merpatiku, idam-idamanku, karena kepalaku penuh embun, dan rambutku penuh tetesan embun malam!"
5:3 "Bajuku telah kutanggalkan, apakah aku akan mengenakannya lagi? Kakiku telah kubasuh, apakah aku akan mengotorkannya pula?"
5:4 Kekasihku memasukkan tangannya melalui lobang pintu, berdebar-debarlah hatiku.
5:5 Aku bangun untuk membuka pintu bagi kekasihku, tanganku bertetesan mur; bertetesan cairan mur jari-jariku pada pegangan kancing pintu.
5:6 Kekasihku kubukakan pintu, tetapi kekasihku sudah pergi, lenyap. Seperti pingsan aku ketika ia menghilang. Kucari dia, tetapi tak kutemui, kupanggil, tetapi tak disahutnya.
5:7 Aku ditemui peronda-peronda kota, dipukulinya aku, dilukainya, selendangku dirampas oleh penjaga-penjaga tembok.
5:8 Kusumpahi kamu, puteri-puteri Yerusalem: bila kamu menemukan kekasihku, apakah yang akan kamu katakan kepadanya? Katakanlah, bahwa sakit asmara aku

Kitab Kidung Agung

Kitab Kidung Agung memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan kitab-kitab PL yang lain. Kitab ini berisi ungkapan cinta dalam bahasa dan gambaran yang sangat sensual. Pembacaan sekilas pun sudah cukup untuk menangkap nuansa erotis dalam kitab ini. Ungkapan seperti ini bagi sebagian orang bahkan terkesan sangat vulgar. Keunikan lain berkaitan dengan minimnya atau bahkan tidak adanya nama Allah yang muncul di kitab ini.

Dalam kanon Ibrani kitab ini diberi nama berdasarkan dua kata pertama yang muncul di 1:1, yaitu šîr haššîrîm. Secara hurufiah ungkapan ini berarti “nyanyian dari nyanyian-nyanyian” (Kebiasaan Ibrani Kuno untuk penamaan kitab adalah mengambil kata/kalimat awal pada pembukaan kitab). Berbagai Alkitab bahasa Inggris memilih terjemahan hurufiah sesuai dengan teks Ibrani yang dipakai, yaitu “Song of Songs”. LAI:TB mencoba memperjelas makna yang dikandung dengan memberi judul “Kidung Agung”, walaupun makna yang lebih pas mungkin adalah “Kidung Teragung”. Sebagian orang lebih suka menyebut kitab ini dengan “Canticles” yang diadopsi dari versi Latin Vulgata “Canticum Canticorum”. Judul “Canticles” memiliki arti yang sama persis dengan “Song of Songs”.

Dalam Kanon Kitab Suci Ibrani, Kitab Kidung Agung termasuk pada bagian ketiga yang disebut “Tulisan-tulisan” (Kethubim). Lebih spesifik lagi, kitab ini diletakkan pada posisi pertama dari lima kitab yang biasa disebut Hamesh Megilloth (lihat pembagian Kanon Ibrani di bawah ini) dan yang biasa dibacakan pada perayaan keagamaan Yahudi. Peletakan pada posisi pertama ini sesuai dengan penggunaan Kitab Kidung Agung dalam hari raya keagamaan pertama dalam kalender Yahudi. Dalam kalender Yahudi hari raya pertama adalah Paskah dan dalam tradisi Yahudi pada waktu perayaan ini dibacakan Kitab Kidung Agung, karena kitab ini diyakini sebagai gambaran dari kasih TUHAN kepada umat-Nya.

Pembagian PL Menurut Kanon Ibrani
1. Torah (taurat/Hukum): Kejadian - Keluaran - Imamat - Bilangan - Ulangan
2. Nebiim (Tulisan para Nabi) : Nabi-nabi awal: Yosua, Hakim-hakim, Samuel, Raja-raja + Nabi-nabi yang kemudian: Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, 12 Nabi lain
3. Khetubim (Tulisan lain-lain/sastra & sejarah):
-. Kitab Puisi: Mazmur, Amsal, Ayub
-. Lima Gulungan (Hamesh Megilloth): Kidung Agung, Ruth, Ratapan, Ester, Pengkhotbah
-. Kitab Sejarah: Daniel, Ezra-Nehemia, Tawarikh

Penilis kitab ini kemungkinan besar adalah Salomo, dengan merujuk ke Kid 1:1, dan mengingat Salomo adalah seorang yang ahli menulis lagu (1 Raj 4:32 Ia menggubah tiga ribu amsal, dan nyanyiannya ada seribu lima) dan beberapa kali nama Salomo di sebut dalam kitab ini. Argumen lain berpendapat bahwa ada kemungkinan Salomo hanyalah tokoh utama dalam kitab ini, tetapi bukan sebagai penulis dengan beberapa pandangan bahwa gambaran kasih Salomo di Kidung Agung tidak sejalan dengan kisah hidupnya yang nyata. Kalau dalam kitab ini ia tampak sangat mengagungkan loyalitas cinta sejati pada satu orang, tetapi dalam realita ia memberikan cinta pada banyak wanita (1Raj 11:1 Adapun raja Salomo mencintai banyak perempuan asing. Di samping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het, dan 1 Raj 11:3 Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu menarik hatinya dari pada TUHAN.).
Terkait dengan hal ini, jika kehidupan pribadi Salomo berbeda dengan konsep kasih di Kidung Agung, bagaimana mungkin tulisannya dapat dianggap sebagai kitab suci?

Tanggapan terhadap pendapat ini adalah perbedaan antara ungkapan cinta Salomo di Kidung Agung dan kehidupan pribadinya tidak seharusnya dilebih-lebihkan. Tuhan memang tidak memakai manusia sempurna sebagai alatnya (bahkan tidak ada satu manusia pun yang sempurna!). Sebagai perbandingan, walaupun bangsa Israel tahu kesalahan Daud yang besar dalam hal perzinahan (2Sam 11-12) maupun kesombongan (2Sam 24//1Taw 21) mereka tetap menerima berbagai mazmur karangan Daud. Mazmur 51 bahkan menceritakan dosa perzinahan yang dilakukan Daud. Jadi, ketidaksalahan hanya terbatas pada tulisan yang diilhamkan (2Tim 3:16), bukan seluruh kehidupan para penulisnya.

Terlepas dari itu, Kidung agung adalah kitab yang penting dalam tradisi Yahudi, karena ditafsirkan menggambarkan kasih Tuhan kepada Umat-Nya.

Beberapa Cara Penafsiran

1. Penafsiran Alegori (Kiasan).
Penafsiran ini sangat tua dan dipegang selama berabad-abad baik oleh orang Yahudi maupun Kristen, namun pendekatan ini mulai ditinggalkan, karena para Teolog sampai pada suatu pemikiran bahwa.
(a) Alkitab memang menggambarkan kasih TUHAN kepada umat-Nya melalui gambaran suami-istri (bahkan kadangkala secara vulgar juga), namun gambaran itu tetap bukanlah sebuah alegori/kiasan yang tiap detilnya memiliki arti rohani. Gambaran itu lebih merupakan simbol yang bersifat umum daripada sebuah alegori yang detil;
(b) tidak ada petunjuk dalam Kidung Agung yang mendorong kita untuk menganggapnya sebagai sebuah alegori.

2. Penafsiran Drama
Kidung Agung dipahami sebagai sebuah drama tentang kisah asmara Salomo. Ia mula-mula mencintai Sulamit dengan kasih sensual, tetapi akhirnya ia mampu mengasihinya dengan kasih yang murni. Beberapa bahkan mengusulkan bahwa Sulamit menolak cinta Salomo dan tetap berpaut pada kekasihnya, walaupun ia hanyalah seorang gembala. Pendekatan drama ini tercermin dalam terjemahan TNIV (Today’s New International Version) yang memberi petunjuk tentang pembicara dalam setiap bagian.
Walaupun pendekatan ini menarik, tetapi beberapa poin berikut ini sangat melemahkan:
(a) sangat sulit untuk menentukan bagian mana yang merupakan percakapan dari wanita atau laki-laki. Jumlah karakter yang terlibat di dalamnya sangat sulit ditentukan secara pasti. Semua kesulitan ini tampaknya melemahkan ciri-ciri drama dari Kidung Agung;
(b) jenis literatur drama tidak ditemukan dalam bagian lain Alkitab maupun literatur Timur Tengah Kuno lainnya;
(c) Kidung Agung tidak memiliki ciri-ciri drama yang kuat, misalnya narasi atau plot;
(d) Kidung Agung lebih mirip dengan kumpulan lagu daripada sebuah drama.

3. Penafsiran Lagu
Membaca kitab ini sebagai kumpulan lagu. Pandangan ini muncul dalam berbagai variasi. Ada yang menganggap bahwa Kitab Kidung Agung merupakan kumpulan lagu pernikahan, sedangkan yang lain memandang kitab ini sebagai kumpulan lagu asmara secara umum.
Pendekatan ini tampaknya lebih bisa dibenarkan. Beberapa penemuan nyanyian asmara kuno di Timur Tengah menunjukkan kemiripan dengan Kidung Agung. Tradisi perkawinan tempo dulu pun melibatkan beragam nyanyian cinta. Yang terutama, pendahuluan Kidung Agung memang menyebut kitab ini sebagai nyanyian. Walaupun para teolog belum mencapai kata sepakat tentang jumlah nyanyian yang ada maupun kesatuan topik dari semua nyanyian, tetapi pendekatan ini tampaknya jauh lebih masuk akal daripada yang lain.
Dengan mengadopsi pendekatan ini bukan berarti bahwa kita menolak Kidung Agung sebagai gambaran dari kasih TUHAN kepada umat-Nya. Kitab ini tetap mengarah ke sana. Hanya saja kita tidak berusaha menafsirkan setiap detil bagian secara rohani. Kita terlebih dahulu menafsirkan setiap bagian sebagai secara hurufiah sebagai sebuah nyanyian cinta biasa antara suami-isteri. Nyanyian ini mengajarkan tentang keindahan cinta dan seksualitas dalam konteks pernikahan sebagai anugerah TUHAN. Begitu indah dan intimnya gambaran yang dipaparkan sampai-sampai gambaran itulah yang paling tepat merefleksikan kasih TUHAN kepada umat-Nya.

Dalam pemikiran penulis, bila benar Salomo yang menulis Kidung Agung ini, maka hal ini merupakan bakat keturunan dari ayahnya Daud yang juga mempunyai darah seni yang kental.

Pelajaran dari Kidung Agung

Kidung Agung mengajarkan beberapa tema teologis yang penting.

1. Perspektif yang benar tentang seks.

Dua kesalahan ekstrim yang selalu muncul dalam sejarah manusia adalah terlalu mendewakan seks (seks dianggap segala-galanya dan sumber kebahagiaan) dan terlalu merendahkan seks (seks adalah sumber dosa yang harus dihindari). Manusia berusaha mengejar kepuasan seksual untuk mencapai kebahagiaan hidup, sementara yang lain justru rela mengebiri dirinya agar terhindar dari kenikmatan seksual.

Kidung Agung memberikan gambaran ideal tentang seksualitas:
(a) seksualitas sejati adalah antara laki-laki dan perempuan;
(b) seksualitas sejati hanya ada dalam konteks perkawinan;
(c) seks bukanlah sekadar kebutuhan biologis, tetapi ungkapan emosional yang melibatkan cinta, kedekatan, kenikmatan dan dukungan;
(d) seksualitas dan perkawinan menuntut komitmen, loyalitas, integritas dan kesetiaan.

Konsep di atas sejalan dengan bagian Alkitab yang lain. Ketidaksetiaan dalam pernikahan merupakan hal yang dibenci TUHAN (Mal 2:14-16). Hubungan seksual di luar ikatan perkawinan dianggap sebagai dosa yang serius (Kel 20:14; Im 18:22; 20:13; Mat 5:27-28;Rom 1:24-27; 1Kor 6:13, 18; Ef 5:3). TUHAN akan menghukum setiap orang yang melakukan dosa seksual (1Kor 6:9, 18-20; Ibr 13:4).

2. Cinta TUHAN yang sempurna.

Walaupun Kidung Agung menceritakan kisah cinta manusia, tetapi kitab ini tetap mengajarkan kasih yang sesungguhnya dalam relasi kita dengan Allah. Relasi kita dengan TUHAN pun membutuhkan kesetiaan yang penuh. TUHAN bukan hanya menuntut kesetiaan, tetapi Dia sendiri sudah membuktikan diri sebagai Allah yang setia. Karena itu kita tidak boleh seperti bangsa Israel yang meninggalkan TUHAN dan berpaling pada dewa-dewa kafir (Yeh 16, 23; Hos 1-3).
Kitab ini mengingatkan manusia pada TUHAN, Sumber segala cinta. Jika pemberian-Nya saja sudah memberikan sukacita dan kenikmatan yang luar biasa, apalagi Sang Pemberi.

Eksposisi Kidung Agung 5:2-8

Bila diteliti dengan seksama, ayat-ayat ini menyimpulkan beberapa hal dengan berpegang pada pasal 5:2a: Aku tidur, tetapi hatiku bangun. (Bacaan selanjutnya dikategorikan dalam konteks mimpi atau secara nyata mewujudkan ketakutan mempelai perempuan atas konflik dalam cinta-kasih/pernikahan mereka).

a. Ada kerinduan mempelai laki-laki untuk menghampiri mempelai perempuan (5:2)
b. Timbul keengganan dalam benak mempelai perempuan (5:3)
c. Pesona cinta membuat mempelai perempuan berubah pikiran (5:4-5)
d. Mempelai perempuan terkejut, karena ternyata mempelai laki-laki telah pergi (5:6-7)
e. Penolakan berakibat buruk dan berakhir dengan penyesalan (5:8-9)

Timbul konflik dalam hubungan cinta-kasih mereka, karena mempelai perempuan dalam ruang bawah sadarnya, takut akan sesuatu yang belum terjadi - dan konflik terjadi karena itu. Uraian klasiknya adalah:
a. Tidur dengan hati yang bangun karena kerinduan.
b. Hasrat kerinduan mulai memudar karena kekasih yang tak kunjung datang.
c. Ketika menyadari kedatangan kekasihnya, ia berubah dan hendak menyongsong (tangan yang berlumuran mur/wangi-wangian tanda kesiapan).
d. Terlambat, sang kekasih sudah pergi.
e. Panik dan mencari sang kekasih.

Beberapa hal yang boleh kita pelajari dari hal di atas adalah:
a. Cinta memang harus dilandasi kerinduan yang tak pernah padam
b. Kerinduan tidak boleh dipadamkan oleh hasrat lain, seperti kebosanan, prasangka dan cemburu.
c. Hasrat lain yang mengatasi cinta dan kerinduan akan mengakibatkan hal yang buruk dan akhirnya penyesalan.

Aplikasi

Dalam konteks PB, relasi cinta-kasih antara laki-laki dan perempuan adalah ilustrasi hubungan Kristus dan gereja-Nya/jemaat-Nya. Hosea 3:1 Berfirmanlah TUHAN kepadaku: "Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti TUHAN juga mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah lain dan menyukai kue kismis." - Rasul Paulus mengungkapkan itu dalam Ef 5:32 = Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.
Dengan demikian, kita dapat memakaikannya pada teks di atas sbb:

a. Gereja/Jemaat Kristus harus tetap melandasi dirinya dengan Cinta Kasih akan Kristus yang menyala-nyala. Yesus Kristus memerintahkan supaya "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu", Rasul Paulus mengungkapkan cara hidup jemaat untuk hidup dalam Kasih di Roma 12:9-21, dengan mengamalkan Kasih terhadap Allah dengan mengasihi sesama.

b. Kasih terhadap Allah yang menyala-nyala, tidak boleh diinterprestasikan dengan hanya melihat ke diri kita sendiri, sehingga ketika kita tidak memperoleh sesuatu yang kita ingini, atau berkekurangan - maka Kasih itu memudar dan padam. Interprestasikan Kasih Allah dengan menempatkan diri kita sendiri senantiasa sebagai bagian aktif dari Kasih itu sendiri, yang dalam keadaan apapun juga, tetap mengasihi Allah dan sesama. Dengan mindset/pola pikir ini, jemaat Kristus akan terhindar dari cemburu. Rasul Paulus menegaskan itu dalam 1 Kor 13:4 Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.

c. Hubungan intim antara sesama, secara khusus antara laki-laki dan perempuan haruslah didasari pada prinsip kekudusan antara hubungan Manusia dan Allah, Gereja dan Yesus Kristus, dan diri pribadi kita dengan Roh Kudus.

ITT - Jumat, 15 Juli 2011 PF PKB 3 di Bpk.Ronald Patty